Prolog
Tinggal dua hari, flagship terbaru Samsung, Galaxy S8 akan diperkenalkan di New York. Biasanya, ajang MWC, Mobile World Congress Barcelona, dikenal sebagai saat dimana Samsung merelease flagship seri S nya, tetapi tahun 2017 ini Samsung absen dan memundurkan jadwal release. Ini mungkin karena sikap kehati-hatian Samsung, setelah insiden Galaxy Note7 beberapa bulan sebelumnya, untuk memastikan Galaxy S8 bisa mengembalikan kepercayaan dan tetap mengokohkan posisi Samsung sebagai pembuat smartphone paling atas.
Walau banyak brand me-release smartphone dan teknologi smartphone terbaru di MWC 2017, tetap banyak yang merasa acara ajang pamer teknologi smartphone terbesar tersebut tidak lengkap, dan semua masih dengan sabar menunggu kehadiran Galaxy S8 dari Samsung.
Melihat smartphone dan teknologi terbaru yang di-release di MWC 2017, serta terhambatnya Samsung karena insiden Galaxy Note 7, membuat Galaxy S8 seolah-olah mendapat beban lebih. Galaxy S8 layaknya seperti kartu truf, saat dibuka Samsung, apakah akan tetap bisa memenangkan persaingan di industri smartphone yang sangat ketat.
Berdasarkan bocoran tentang Galaxy S8, yang terkadang tidak bisa lagi disebut seperti keran yang menetes di era internet secepat sekarang, kita coba membahas dan memilah-milah bocoran tersebut, mana yang sepertinya akan benar terjadi, mana yang tidak, dan mencoba memahami lebih dalam teknologi dan kemungkinan dasar pola pikirnya, untuk mengetahui akan se-keren apa sih Galaxy S8 ini nantinya.
Desain
Desain ini menjadi porsi yang penting sekarang bagi banyak orang untuk menentukan pilihan smartphone. Kalau kita perhatikan sekarang bentuk-bentuk smartphone, hampir semuanya mirip-mirip. Dari sekilas pandang kita melihat smartphone yang digunakan seseorang, sudah semakin sulit mengenali brand dan tipenya apa, karena kemiripan satu dengan yang lain.
Karena banyak kemiripan ini, secara psikologis, orang berharap jika membeli smartphone kelas flagship, dari desainnya saja mereka berharap smartphone tersebut harus tampil lebih dan berbeda dari smartphone kebanyakan.
Screen to Body Ratio
Seperti Galaxy S6 dan S7 yang memiliki lebih dari 1 varian ukuran layar, Galaxy S8 akan memiliki dua varian device, satu berukuran layar 5.8 inci, dan satu lagi berukuran 6.2 inci dan akan disebut Galaxy S8+
Dari bocoran desain Galaxy S8, bisa dikatakan saat ini desain smartphone tersebut sangat futuristik. Salah satu impian banyak orang tentang smartphone masa depan adalah berharap semua permukaan depan smartphone adalah layar. Samsung mencoba desain baru ini dengan mengecilkan ketebalan frame bagian atas atau “dahi”, dimana pada bagian ini terdapat speaker kuping dan kamera depan, sekaligus mengecilkan bagian “dagu”, tempat biasanya home button dan touch navigation berada.
Dengan mengecilkan kedua bagian ini, otomatis screen to body ratio meningkat drastis. Screen to body ratio ini adalah perbandingan besar layar terhadap keseluruhan area bagian depan smartphone.
Bezel yang tebal, dahi yang lebar dan dagu yang tebal akan membuat screen ratio mengecil. Sebuah device dianggap memiliki desain lebih baik jika sanggup membuat screen ratio yang lebih besar. Rata-rata smartphone sekarang ini memiliki screen ratio dikisaran 70% an, jadi dari ukuran smartphone panjang kali lebar, 70% nya berupa layar. Dengan desain baru ini, diperkirakan screen ratio Galaxy S8 akan meningkat mendekati 90%.
Samsung Galaxy S8 bukan yang pertama mencoba membesarkan screen to body ratio ini.
Sharp dengan seri Aquos mencoba membuat device dengan bezel sangat tipis, tetapi karena spek nya tidak mumpuni, smartphone ini tidak banyak mendapat momentum.
Xiaomi dengan Mi Mix mendapat perhatian lebih dengan desain bezel-less seperti Sharp Aquos, dengan spesifikasi lebih baik. Desain Mi Mix tidak memiliki dahi lagi, sehingga tidak ada bagian speaker telinga dan digantikan teknologi piezoelectric ceramic, merubah getaran menjadi suara. Hanya teknologi suara ini menjadikannya mirip speakerphone, beberapa review mengatakan suaranya terlalu kecil dan membuat hasil suara tidak lagi natural. Cukup banyak pertentangan mengenai screen to body ratio di Mi Mix, Xiaomi mengklaim 91.3% , tetapi perhitungan pihak lain “hanya” 83.6%, karena bezel frame Mi Mix ternyata ketebalan aslinya tidak seperti pada gambar, lebih tebal.
Smarphone LG G6 yang baru saja diluncurkan di MWX2017 lebih mendekati kemiripan desain dengan Galaxy S8 dengan screen to body ratio 78.6%. Galaxy S8 akan memiliki screen to body ratio lebih tinggi dari LG G6 karena dagu yang lebih pendek dan kombinasi layar lengkung.
Ergonomis
Dari data, sekarang ini semakin lama pemilik smartphone menggunakan dan memegangnya setiap hari, sehingga faktor kenyamanan ketika digenggam tidak bisa lagi diabaikan. Secara fisik, faktor ini menyangkut bentuk, ukuran dan berat. Selain faktor digenggam, data menunjukkan juga sebagian besar orang membawa smartphone dengan cara mengantunginya di saku. Dengan ini ukuran smartphone, terutama lebar dan ketebalannya harus benar-benar diperhatikan.
Sementara itu tantangan dari desain ergonomis ini adalah keinginan orang untuk memiliki smartphone dengan layar yang cukup besar, baterai yang kuat, tetapi enggan memiliki smartphone yang besar dan berat.
Sekedar membesarkan ukuran layar dan menggunakan baterai kapasitas besar terlihat mudah, tetapi device akan menjadi terlalu lebar dan terasa berat saat digunakan. Bagaimanapun juga ukuran lebar tangan kita terbatas untuk menggenggam smartphone, smartphone yang terlalu lebar, tidak nyaman digenggam dan sulit dipegang dengan aman.
Untuk mendapat layar yang cukup besar tetapi tetap enak digenggam, Samsung selain mengecilkan dahi dan dagu Galaxy S8, merubah aspect ratio device, dengan lebar yang cenderung tetap (dari Galaxy S7) dan memanjang ke arah atas. Seperti kita ketahui, ukuran layar dihitung berdasarkan garis diagonal, dan layar yang memanjang ke atas juga tetap menaikkan ukuran besar layar, hanya dengan aspect ratio layar yang berubah.
Cara ini akan memberikan perbandingan yang cukup ekstrim dengan device-device phablet berukuran mirip. Sebagai pembanding, Sony dengan Xperia Z Ultra pernah mencoba device dengan ukuran layar masif 6.4 inci, terasa sangat besar, yang sedikit lebih besar lagi menjadi lebih layak disebut tablet.
Ukuran Z Ultra dibanding Galaxy S8+ dengan ukuran layar 6.2 inci (berbeda hanya 0.2 inci) ternyata 40% lebih besar, dengan lebar hampir 2 CM lebih lebar.
Xiaomi Mi Max smartphone yang lebih baru dengan layar masif 6.4 inci juga berukuran 30% lebih besar dibanding Galaxy S8+, dengan lebar 1.5 CM lebih lebar dibanding Galaxy S8+.
Bahkan iPhone 7plus dengan layar 5.5 inci , masih 10.5% lebih besar dibanding Galaxy S8+, dengan lebar lebih besar 4mm.
Dengan screen to body ratio dan aspect ratio body yang berubah, istilah phablet sepertinya bisa saja dipertanyakan ulang. Phablet yang berarti smartphone berukuran layar masif (wikipedia menyebutnya mulai ukuran 5.3”, dan sebagian vendor menyebutnya mulai 5.5”) entah cocok atau tidak disematkan kepada Galaxy S8, karena ukuran layarnya 5.8” masuk ke area phablet, tetapi secara ukuran body tetap dibawah standar. Bahkan lebar body Galaxy S8 lebih kecil dari Galaxy S7, dan Galaxy S8+ lebih kecil dari Galaxy S7edge.
Bentuk Layar dan Warna Frame.
Tidak bisa dipungkiri, layar melengkung akan membuat smartphone terlihat lebih modern dan futuristik. Bahkan kita sekarang sudah terbiasa mendengar berbagai smartphone melengkapi layarnya dengan “lengkung” 2.5D pada bagian kacanya, karena desain tersebut terlihat lebih modern dibanding layar dengan kaca datar 2D.
Mengecilnya dahi dan dagu, aspect ratio memanjang, dan layar lengkung, menjadi kombinasi kekuatan desain Galaxy S8 kali ini, yang sulit dibantah untuk tidak dikatan sangat futuristik dan cantik. Rasanya akan umum nanti review-review akan mengatakannya dengan istilah “gorgeous”, cantik sekaligus atraktif dan sangat enak dipandang.
Walau kabarnya Galaxy S8 tersedia dengan berbagai varian warna, dari Sky Black, Orchid Gray, Arctic Silver, dan kabarnya masih ada varian berwarna gold, blue, bahkan violet, Samsung yang biasanya mengasosiasikan warna device berarti seluruh bagian dari belakang sampai depan, kali ini tidak lagi demikian. Semua varian warna hanya untuk body bagian belakang, sementara warna frame depan semuanya hitam. Pemilihan warna ini sepertinya tepat, karena ternyata pilihan warna bagi banyak orang ini seperti trend, ada saatnya orang senang dengan trend smartphone berwarna hitam, putih, kemudian silver, gold, dan sekarang sepertinya warna hitam sedang diminati kembali. Desain layar lengkung dan frame atas bawah yang kecil dan berwarna hitam terasa sangat menyatu, apalagi ketika device dalam keadaan mati, terlihat layar dan frame “blend” menjadi satu kesatuan yang solid, seolah-olah seluruh permukaan adalah kaca.
Pilihan warna hitam ini juga pilihan terbaik karena banyaknya sensor yang disematkan pada Galaxy S8, selain lubang speaker dan kamera depan, masih ada “lubang” sensor cahaya, sensor proximity, ditambah kamera iris scanner dan infra red. Dengan warna bukan hitam, akan terlihat banyak lubang-lubang pada frame, dan pemilihan warna hitam ini menyamarkannya.
Dual edge dan posisi fingerprint di belakang.
Semenjak layar lengkung diperkenalkan pada seri S dengan Galaxy S6, penyempurnaan bentuk terus dicoba oleh Samsung. Galaxy S6 melengkung pada layar, tetapi body belakang flat. Galaxy Note5 membaliknya, layar depan rata, body di belakang melengkung. Galaxy S7 mencoba keduanya, dengan bagian belakang sedikit melengkung. Problem yang sering dikeluhkan beberapa orang adalah pada bagian layar lengkung seringkali tidak sengaja tertekan dan bereaksi seperti sedang di tap jari. Problem ini sebenarnya bisa dikatakan sudah teratasi di Galaxy Note7, dengan desain dual edge, lengkungan yang simetri antara lengkungan layar depan dan lengkungan body belakang, plus ditambah sensor pintar untuk mengetahui perbedaan saat digenggam, apakah layar bagian lengkung tertekan karena tidak sengaja tergenggam, atau memang sedang di tap. Dual edge simetri desain ini juga terasa paling nyaman digenggam, dan tidak sulit diangkat ketika device tergeletak di meja seperti Galaxy S6 dengan permukaan body belakang yang datar. Desain dual edge ini diteruskan pada Galaxy S8. Dengan bagian belakang tetap terbuat dari kaca gorilla glass 5. Bagian belakang kaca ini juga pilihan tepat untuk teknogi wireless charging.
Yang membuat banyak perbantahan adalah soal penempatan fingerprint sensor. Selama ini tidak ada device Samsung dengan fingerprint di belakang, dan pada Galaxy S8 benar dipindah ke belakang, dan posisinya sedikit tidak umum, berada disebelah kamera.
Rata-rata device dengan fingerprint di belakang menempatkan posisinya dibawah kamera, dengan asumsi mudah dijangkau jari. Mengapa Samsung menempatkan posisinya demikian?
Sebenarnya sampai saat ini posisi fingerprint di belakang sedikit menyulitkan, apalagi ketika device sedang tergeletak di meja. Untuk mengaktifkannya perlu diangkat, diraba posisinya, bahkan kadang perlu dibalik untuk dilihat posisinya dengan tepat. Sementara posisi fingerprint di depan lebih mudah diakses.
Kabar awalnya Samsung akan membenamkan sensor fingerprint yang baru, yang bisa diletakkan dibawah layar, tidak lagi mengenali sidik jari melalui sistem sentuh pada sensor, tetapi mengenalnya melalui gelombang ultrasonik. Teknologi baru ini dianggap lebih sempurna, selain tidak memerlukan area khusus fingerprint, pembacaan sidik jari melalui gelombang tidak dipengaruhi kondisi jari, seperti sedang basah, berminyak, bahkan ada goresan luka, yang mana kondisi tersebut sering membuatnya tidak terbaca pada sensor sidik jari standari.
Walau teknologi SoC prosesor seperti Qualcomm sudah dari tahun lalu menyatakan kesiapannya untuk mendukung teknologi sidik jari yang baru ini, ternyata pembuat sensor sidik jari seperti Synaptics, dikabarkan sampai waktu yang diharapkan ternyata belum tuntas untuk membuat sensor dengan gelombang ulrasonik yang sempurna.
Dengan itu “terpaksa” Samsung menggunakan lagi sensor sidik jari standar yang diletakkan di belakang, dan memilih tempat yang tidak umum, sepertinya demi sebuah transisi, bahwa mendatang kita tidak perlu sensor sidik jari standar lagi. Juga bagi Galaxy s8, sensor sidik jari ini sebenarnya hanya sensor tambahan, karena sensor utamanya sudah digantikan dengan iris scanner.
Sayangnya tidak banyak orang yang sudah merasakan keampuhan iris scanner yang diperkenalkan di Galaxy Note7. Kali ini Samsung juga melengkapi iris scanner dengan teknologi face recognition, pengenalan wajah. Harap dibedakan teknologi face recognition dengan face detection seperti yang ada pada kamera selfie. Face recognition ini mengenali wajah pengguna, sedangkan face detection hanya mengira-ngira apa yang dilihat kamera adalah bentuk wajah. Kabarnya kombinasi ke-dua sensor ini membuat proses unlock sangat cepat dan instan, 0.01 detik saja.
Banyak yang mengira iris scanner akan lemah di tempat temaram, sebenarnya dengan bantuan infra red, dalam tempat gelap sekalipun iris scanner akan bisa bekerja dengan baik. Kelemahan iris scanner sebenarnya adalah ditempat sangat terang, dibawah matahari, dimana sinar infra red menjadi sulit fokus pada mata. Dengan bantuan face recognition, maka problem unlock ini di area yang sangat terang ini tidak lagi menjadi masalah.
Jika Samsung sudah berhasil membenamkan fitur face recognition, selain untuk fungsi unlock dan Samsung pay, banyak fitur lain bisa memanfaatkan kemampuan ini, misalnya mengenali setiap muka keluarga atau teman-teman kita di album foto, dan bisa mengelompokkan atau mencarinya secara otomatis dan akurat.
Kali ini sepertinya fingerprint di belakang bukan hanya sekedar berfungsi sebagai security unlock. Rasanya terlalu sia-sia dan standar fungsinya, lagipula posisi di belakang plus sudah adanya iris scanner dan face recognition sebenarnya untuk apalagi masih ada? Ternyata dari bocoran terlihat kalau fingerprint ini sekarang memiliki fungsi gesture, yang bisa digunakan untuk membuka tutup aplikasi dan mengakses fungsi/fitur dari aplikasi. Menarik.
Layar
Banyak yang berharap di Galaxy S8 Samsung menaikkan resolusi menjadi 4K, terutama untuk keperluan VR, Virtual Reality. Tetapi resolusi ini sepertinya belum akan diwujudkan di Galaxy S8, karena membutuhkan daya baterai yang besar, sementara mata biasa sudah sulit melihat perbedaannya dengan resolusi Quad HD.
Yang menarik dari Galaxy S8 adalah perubahan screen aspect ratio. Rasio yang umum sekarang di smartphone adalah 16:9 dan Samsung Galaxy S8 akan menggunakan aspect ratio memanjang 18.5 : 9 , sedikit lebih panjang dibanding aspect ratio dari layar LG G6. Entah bagaimana ceritanya, device-device awal tahun yang sudah release, termasuk banyak brand dari berbagai negara tidak ada yang menggunakan aspect ratio ini, dan kedua “saudara” Korea ini bisa bersamaan memperkenalkan aspect ratio yang baru.
Dengan aspect ratio yang baru, resolusi QuadHD Galaxy S8 dan S8+ akan menjadi 2960 x 1440. Sebagai perbandingan LG G6 dengan aspect ratio 18:9 memiliki resolusi 2880 x 1440. Galaxy S8 memiliki kelebihan tinggi layar 80 x 1440 pixel. Layar seri Galaxy sebelumnya, Galaxy S7 dan S7edge, memiliki resolusi 2560 x 1440.
Apa kira-kira keuntungan resolusi layar yang memanjang ini?
Pertama selain screen aspect ratio yang memanjang, Galaxy S8 juga dilengkapi layar berkemampuan HDR. Sejak Galaxy Note7, Samsung sudah merelease layar dengan kemampuan HDR (High Dynamic Range). Harap dibedakan dengan fitur HDR kamera. Layar berkemampuan HDR memiliki kemampuan untuk menghasilkan jumlah warna yang lebih banyak dan tingkat kontras yang lebih tinggi, putih lebih putih, hitam lebih pekat. Banyak film-film dibuat dengan teknologi HDR tidak bisa disaksikan sempurna di layar biasa, karena keterbatasan warna dan kontras yang terbatas, sehingga warna yang mirip dan kontras yang mirip akan blend menjadi satu. Misalnya bayangan orang berjalan di dalam gelap yang sebenarnya memiliki sedikit perbedaan kontras, tidak lagi terlihat di layar biasa karena dianggap sama-sama gelap.
Konten film HDR ini akan menjadi umum mulai sekarang dan masa yang akan datang. Netflix, Youtube, Amazon, dan beberapa penyedia jasa streaming movie, sudah mulai menyediakan film-film dengan format HDR.
HDR screen dan resolusi memanjang akan melengkapi pengalaman menonton yang lebih baik, karena banyak film2 bioskop juga dibuat dengan resolusi 2:1 , misalnya Jurassic World , a Series of Unfortuned Events, bahkan film-film seri ungguran Netflix seperti House of Cards dan Stranger Things dibuat dengan format rasio yang sama. Saat kita memutar film pada smartphone 16:9 kita sekarang dan masih terlihat ada layar hitam di atas dan di bawah, kemungkinan besar format film tersebut untuk layar 2:1.
Kedua, hampir semua konten di internet dibuat memanjang ke bawah, dan kita terbiasa scroll secara vertikal. Dengan layar memanjang, lebih banyak konten bisa langsung terbaca dan less scroll . Dalam posisi horisontal kita bisa menampilan gambar foto landscape yang lebih besar, atau bisa dengan mudah membandingkan 2 buah foto bersebelahan.
Ketiga, Virtual Reality. Yang paling diharapkan dari teknologi VR adalah pengalaman immersive, atau pengguna benar-benar merasa berada dalam lingkungan buatan. Layar yang lebih panjang bisa menyediakan sudut optik VR yang lebih lebar, supaya pengalaman immersive ini bisa lebih terasa.
Keempat, dual screen. Sudah lama Samsung menyematkan kemampuan dual screen pada smartphonenya, jauh sebelum Google dengan OS android Nougat menghadirkan fitur ini secara resmi. Dengan layar yang lebih panjang, akan lebih leluasa tampilan dual screen di masing-masing screen, dan proses copy paste antar screen akan lebih mudah.
400 pixel lebih panjang di aspect ratio layar yang baru bisa berkembang menjadi banyak pemanfaatan. Misalnya mode PIP atau picture in picture, saat kita sedang video call sementara harus membaca data di background, biasanya pada layar standar, layar video yang dikecilkan ini akan menghalangi tulisan aplikasi di belakangnya dan harus sering digeser-geser, dengan 400 pixel lebih panjang, gambar video call bisa berada di posisi ini, sementara tampilan layar belakang bisa utuh.
Terus apa kelebihan 18.5 : 9 pada layar Samsung S8 dengan 18:9 pada LG G6, kenapa Samsung tidak menyamakannya? Aspect ratio yang lebih 0.5 ini kalau diterjemahkan ke resolusi menjadi 80 x 1440, kemungkinan besar untuk tempat on screen menu button, yang pada device Samsung terdahulu, menu-menu ini semuanya adalah touch button dan hard home button. On screen menu button biasanya tampil dan mengambil tempat sebagai layer diatas aplikasi yang sedang tampil. Kadang on screen menu ini bisa tampil hanya icon, terkadang tampil dengan background bar hitam dan menyita layar aplikasi di bawahnya. Dengan sisa ekstra layar 80×1440 , on screen menu button bisa tampil tanpa menyita tampilan layar di bawahnya.
Sepertinya aspect ratio memanjang ini akan menjadi trend device kedepan, layar lebih lega tanpa mengorbankan sisi ergonomis smartphone.
Seperti Galaxy S7 atau Galaxy Note 5 yang sudah update ke nougat, Galaxy S8 juga dilengkapi pengaturan resolusi layar. Jika kita tidak membutuhkan resolusi tertinggi QuadHD+, kita bisa menurunkannya ke FullHD+ atau ke HD+ secara instant dalam settingnya.
AOD , Always On Display dan side panel
Semenjak Galaxy Note edge, Samsung mencoba memberikan fungsi pada bagian layar lengkungnya, yang kemudian pada Galaxy S6 dan S7 dan seterusnya dikenal sebagai edge panel. Banyak pengguna tidak mengira, kalau pada bagian edge panel ini aplikasi yang bisa diletakkan di sana terus berkembang. Sebagian hanya tahu aplikasi side panel ini lebih untuk meletakkan kontak yang sering dibungi, dan bisa berganti warna saat ada telepn ketika posisi layar di bawah.
Banyak aplikasi praktis yang mudah di akses ada untuk side panel. Misalnya kompas, mengubah sisi layar side panel menjadi penggaris, kalkulator, kalender penanggalan, membaca notifikasi pesan masuk, mengatur kontrol musik, menjadi water pass, mengakses device manager untuk membersihkan “sampah” cache, dan banyak fungsi menarik lainnya yang bisa diakses segera tanpa membuka aplikasi atau setting.
Pada Galaxy S8, fungsi side panel ini terus dipertahankan, dan kita berharap ada aplikasi-aplikasi baru yang diperkenalkan untuk menambah kegunaannya.
Semenjak Galaxy S7, Samsung memperkenalkan fungsi AOD, dimana saat layar mati tetap ada bagian yang menyala berisi informasi seperti jam, tanggal, kalender, dll, termasuk notifikasi pesan, yang kegunaannya dikembangkan terus. Penggunaan layar Super AMOLED yang tidak membutuhkan backlight menguntungkan untuk fungsi AOD ini, karena sedikit sekali mengkonsumsi daya.
Tidak mudah menggantikan kebiasaan pengguna Samsung yang sudah “kapalan” dengan home button dan touch menu button untuk beralih ke on screen button. AOD ini akan menjadi perantaranya. Pengguna Samsung “akut” jarang sekali menggunakan tombol power untuk menyalakan device, memilih untuk menekan home button yang pada sebagian besar device Samsung berfungsi sekaligus sebagai fingerprint sensor. Ketika sensor ini sudah pindah ke belakang, pertanyaannya, ketika device sedang tergeletak di meja, apakah penggunanya sekarang mau menekan tombol power? LG mencoba menjembatani problem ini karena power buttonnya di belakang dengan menghadirkan fitur knock-knock, mengetuk layar dua kali.
Galaxy S8 menggunakan solusi lain, menghadirkan gambar icon tombol home button di layar AOD, tetap di posisi sama seperti device-device pendahulunya. Masih belum jelas apakah tombol home button ini akan “clickable”, atau seperti layar 3D touch di iPhone yang mengenal besarnya tekanan jari pada layar, ataukah akan memberikan feedback berupa vibrate saat disentuh, atau sama sekali hanya berfungsi tanpa memberikan feedback getaran.
Lagipula saat ini salah satu gesture terbaik si smartphone Samsung adalah double click home button untuk akses cepat membuka kamera. Dengan adanya icon home button AOD ini, sepertinya fitur akses kamera cepat tersebut akan terus ada, walau di bagian menu setting pada foto bocoran terbaca kalau akses cepat kamera ini bisa melalui double click power button.
Prosesor dan RAM
Dari sekian banyak device flagship yang di launching di awal tahun dan di MWC, tidak ada flagship yang segera hadir menggunakan prosesor terbaru Snapdragon 835 dengan fabrikasi 10nm. Sony sebenarnya mengumumkan prosesor ini untuk Xperia XZ premiumnya, tetapi produknya benar-benar masih tahap beta, dan kabarnya baru akan ada di pasar nanti Juni 2017. Bahkan LG G6 pun keluar “hanya” dengan prosesor tahun lalu, Snapdragon 821.
Banyak rumor berseliweran kalau Samsung mengendalikan chip buataan Qualcomm ini, karena kebetulan chip ini dibuat oleh pabrikan Samsung. Yang sebenarnya terjadi sepertinya bukan itu, karena secara hitung-hitungan, semakin banyak chip terbaru ini laku, berarti keuntungan juga buat Samsung dan Qualcomm.
Yang kemungkinan terjadi, disaat bersamaan, Samsung juga membuat prosesor hasil desainnya sendiri yang terbaru, Exynos 8895 dengan teknologi fabrikasi 10nm yang sama. Teknologi fabrikasi 10nm ke-dua prosesor ini adalah teknologi baru, dimana ukuran transistor prosesor semakin kecil sehingga ukuran chip-nya sendiri semakin kecil. Chip yang ukurannya semakin kecil menyediakan ruang yang lebih besar di smartphone untuk banyak keperluan lain, misal area untuk menambah kapasitas baterai, ketebalan smartphone yang semakin bisa dipangkas. Lebih dari itu teknologi 10nm ini membuat prosesor bekerja semakin efisien, dan semakin irit daya. Jika smartphone lebih irit daya, maka lebih jarang membutuhkan charge, dan umur baterai pun bisa semakin lama.
Sayangnya prosesor terbaru ini tidak mudah pembuatannya. Dari setiap keping “wafer” prosesor yang jadi, pasti ada sebagian yang tidak bisa digunakan. Teknologi baru ini tingkat prosentase keberhasilan prosesor yang bisa digunakan ternyata tidak besar, sehingga jumlah prosesor jadi yang bisa disediakan masih terbatas, dan sekarang ini tentu saja terutama akan digunakan oleh flagship Samsung Galaxy S8.
Prosesor Qualcomm Snapdragon 835 kabarnya akan digunakan untuk Galaxy S8 dan Galaxy S8+ di negara Amerika dan China.
Untuk Indonesia kemungkinan besar akan mendapat prosesor buatan Samsung sendiri Exynos 9 type 8895. Secara detail tentang prosesor akan kita ceritakan lebih jauh nanti, tetapi Exynos 8895 ini akan jadi prosesor Samsung pertama yang di dalam SoC nya sudah terintegrasi modem LTE.
Bagus mana antara Snapdragon 835 dan Exynos 8895? Sebenarnya hampir bisa dikatakan seimbang dan masing-masing memiliki kelebihannya sendiri. Jika berkaca pada Galaxy S7 yang juga dibuat dengan dua macam prosesor, Snapdragon 820 dan Exynos 8890, secara angka benchmark, efisiensi ketahanan baterai, controller pengatur memory, seri Exynos terasa lebih unggul.
Dari bocoran bechmark untuk kinerja multi cores, prosesor Snapdragon 835 sedikit mengungguli prosesor tercepat dari Apple A10 fusion yang digunakan iPhone 7 dan 7plus, sementara prosesor Exynos 8895 melewatinya cukup jauh.
Dari Angka AnTuTu test Galaxy s8 (Exynos 8895) mencapai score 205.284, iPhone 7 173.573, OnePlus 3T yang memegang score android terbaik saat ini di 162.423, Google Pixel 140.807 dan Galaxy S7edge di 137.360.
Kedua prosesor baik Snapdragon 835 dan Exynos 8895, sama-sama octacore atau terdiri dari 8 inti prosesor dalam format big.LITTLE, dua grup prosesor dimana satu grup untuk kinerja cepat dan satu grup lagi irit konsumsi daya.
Kedua prosesor juga akan mendukung GPU atau chip grafis yang baru, dan memiliki intensi khusus untuk digunakan pada aplikasi VR.
Selain itu banyak yang mengira dengan maraknya smartphone-smartphone flagship terutama buatan Tiongkok mengumbar besarnya RAM sebagai nilai jual, Samsung juga akan melakukan hal serupa pada Galaxy S8, ternyata tidak. Galaxy S8 dan S8+ hanya akan menggunakan RAM 4GB saja. Padahal sekarang smartphone-smartphone mid-end pun sudah menggunakan RAM 4GB. Memang kabarnya varian Galaxy S8 dengan RAM 6GB akan ada, tetapi hanya untuk pasar Tiongkok, yang serpertinya konsumen disana sudah terbentuk image, bahwa RAM harus sangat besar.
Tidak salah asumsi orang bahwa RAM yang besar, berarti sangat lega untuk menjalankan mutlitasking yang banyak dan cepat. Tetapi sebenarnya bukan hal tersebut yang benar-benar penting dari RAM.
Misalkan begini, anggap RAM ini sebuah mobil. RAM 4GB ini sebuah mobil sedan dengan nyaman bisa digunakan dengan isi 4 penumpang, jika dibutuhkan masih bisa dimasukkan tambahan 1 orang lagi, menjadi 5 orang. Setiap hari pemiliknya, menggunakannya untuk kebutuhan transportasi sehari-hari. Digunakan setiap pagi untuk mengatar dirinya, istrinya dan kedua anaknya, ke sekolah dan mereka sendiri ke tempat kerja. Kadang anak tetangganya bisa ikut juga. Begitulah setiap hari rutinitasnya.
Suatu hari keluarga ini berganti dengan sebuah mobil SUV yang bisa diisi 6 orang (RAM 6GB), dan keluarga ini senantiasa pergi selalu ber-4, terkadang ada anak tetangga meumpang ikut. Mereka berpikiran suatu saat ketika kakek dan nenek datang, mereka bisa diajak. Tetapi kakek dan nenek ini mungkin setahun sekali baru datang, jadi space mobil yang kosong mulai digunakan untuk menaruh sepeda si kecil, mainan, beberapa koleksi tas dan sepatu ibu, peralatan olah raga ayah, dll, yang digunakan hanya sekali-sekali dan tidak pernah diturunkan lagi dari Mobil. Peralatan tambahan ini selalu ada walau mungkin jarang digunakan, dan selalu ikut ke-manapun mobil SUV tersebut pergi. Ada ekstra cost yang harus dibayar mobil, yaitu bensin, karena walau peralatan tersebut hanya sesekali digunakan, beratnya tetap berpengaruh.
Demikian juga dengan RAM, banyak orang salah kaprah bahwa free RAM besar adalah terbaik. Free RAM yang besar berarti tidak ada gunanya, dan setiap orang ber-multitasking itu ada batasnya. Kadang benchmark yang dilakukan video-video di YouTube sebenarnya bukan menunjukkan kegiatan kita sehari-hari, karena puluhan aplikasi dibuka serentak dan dicoba running ulang. Sebenarnya kita sendiri rata-rata terbatas multitaskingnya, jumlah aplikasi yang seharian terus digunakan berulang-ulang bergantian, jumlahnya tidak banyak.
Dengan RAM yang besar, semakin banyak aplikasi bisa running di background dan tidak di “kill” oleh manajemen RAM, sehingga aplikasi yang jalan di belakang ini tetap mengkonsumsi baterai. Intinya semakin besar RAM, semakin besar daya yang dibutuhkan untuk menopang RAM. RAM itu seperti ruangan dengan banyak lampu dengan satu saklar saja, sekali saklar dihidupkan semua lampu menyala, semakin besar ruangan, semakin banyak lampu dibutuhkan, baik digunakan atau tidak, tidak bisa dimatikan lampunya sebagian jika ruangan tidak digunakan.
Yang lebih penting dari RAM yang berkapasitas cukup, adalah type RAM yang digunakan, karena RAM ini juga seperti cerita mobil di atas, berbeda type dan kecepatan. Jadi sesama device dengan RAM 4GB bisa saja berbeda kinerjanya karena type RAM yang digunakan. Galaxy S8 akan menggunakan type RAM yang baru LPDDR4x, Low Power DRAM yang hemat energi. Galaxy seri sebelumnya menggunakan RAM LPDDR4, dan sebagian besar mid-range smartphone masih menggunakan LPDDR3.
Kemungkinan untuk Galaxy S8 Indonesia akan tersedia dengan Dual SIM 4G LTE, 4GB RAM, 64GB internal storage, dan support sd card upto 256GB.
Kamera
Melihat hype dual camera yang banyak diusung pabrikan smartphone, apalagi setelah Apple dengan iPhone 7plus menggunakannya, banyak orang mengira Samsung akan menggunakan teknologi dual camera juga pada Galaxy S8, ternyata tidak.
Kabarnya karena para engineer Samsung tidak melihat fungsi yang matang dari dual kamera sekarang ini. Mungkin istilah kita, cukup asik, tetapi belum wow.
Saat ini Galaxy S7 dalam benchmark kamera DxOmark masih bertengger di papan atas, hanya kalah satu poin dari Google Pixel. Sementara pendatang-pendatang baru dengan dual kamera, seperti Huawei P10, iPhone 7 plus, belum bisa menorehkan score yang sama. Untuk urusan kecepatan fokus, teknologi dual pixel juga masih dianggap paling cepat. Sepertinya Samsung lebih fokus untuk “mengasah” kemampuan kameranya lebih baik lagi di Galaxy S8.
Kamera Galaxy S8 tidak se-protruding atau menonjol keluar seperti Galaxy S7 dan dikabarkan akan lebih baik lagi untuk low light. Kemampuan video 4K nya bisa mencapai 120fps, dimana sekarang ini video 4K smarphone biasanya hanya bisa 30fps. Tetapi implementasi ini hanya didukung pada prosesor Exynos 8895.
Secara ukuran kamera, kamera belakang akan tetap 12MP dengan aperture 1.7 dan kamera depan akan naik menjadi 8MP, dari sebelumnya 12MP dan 5MP di Galaxy S7.
Yang baru dari kamera adalah pengenalan objek atau benda. Kamera Galaxy S8 selain untuk memotret, juga akan bisa mengenali object yang dipotretnya, misalnya lokasi foto, jenis objek, misal buah, kaleng biskuit, buku, dll, sekaligus bisa mengecek harganya ke situs online. Sementara ini sepertinya fungsi pengecekan onlinenya masih terbatas, hanya untuk ke situs Amazon. Kamera juga bisa untuk mengenal tulisan bahkan menterjemahkannya. Hal ini dimungkinkan karena disertakannya chip VPU, Vision Processing Unit yang bisa mengenali objek dan pergerakan. VPU ini juga akan membantu video tracking yang lebih baik pada mode kamera, termasuk foto panorama.
Kemampuan ini bisa digunakan untuk pencarian gambar dari ribuan foto, misalnya mencari foto kita saat sunset, saat berbaju merah, atau hewan piaraan.
Kemungkinan pada Galaxy S8 ini akan digunakan sensor kamera yang baru. Sensor kamera ini berperan besar untuk “menangkap cahaya” dan mengubahnya menjadi gambar. Kebanyakan smartphone flagship menggunakan sensor buatan Sony. Biasanya untuk device flagship, Samsung akan punya type sensor Exmor RS buatan Sony khusus yang tidak digunakan oleh brand lain. Samsung sendiri sudah cukup lama mengembangkan sensor buatan sendiri, ISOCELL, dan sensor ini juga digunakan pada Galaxy S7. Jadi ada Galaxy S7 yang menggunakan sensor IMX buatan Sony dan ada yang menggunakan buatan Samsung, ISOCELL, dimana hasil dan kemampuannya mirip, hanya sedikit berbeda tone.
Pada Galaxy S8 ada kemungkinan Samsung juga menggunakan 2 macam sensor lagi, atau malah all out menggunakan seri ISOCELL yang baru.
Setelah Sony memperkenalkan sensor kamera IMX400 yang baru di MWC2017, yang sanggup merekam video slow motion 960 fps, dikabarkan Samsung juga akan memiliki kemampuan video slow motion 1000 fps di Galaxy S8.
FYI, sekarang ini kemampuan merekam slow motion tertinggi adalah 240 fps yang bisa dilakukan diantarnya oleh iPhone 7 dan Galaxy Note7.
Video standar biasanya merekam 30 gambar dalam 1 detik (fps-frame per second), jumlah fps yang meningkat memungkinkan gerakan gambar menjadi lebih halus, dan semakin banyak fps memungkinkan video diputar slow motion dengan detail. Bayangkan kemampuan ini menjadi 1000 gambar dalam 1 detik, sehingga pergerakan yang cepat bisa terekam dengan baik, misalnya air jatuh , orang berlari, melompat, dll.
Bixby, Asisten AI
Saat google memulai voice command atau perintah suara yang sekarang berkembang menjadi google now dengan asisten pintar “Ok Google”, dan Apple mengembangkan SIRI, Samsung juga memulai dengan S-Voice semenjak Galaxy S3. Sayangnya S-voice ini bukan lawan yang seimbang dibanding google dan apple, keemampuannya hanya perintah basic, tidak sehebat keduanya.
Sekarang baik Google, Apple, Amazon mengembangkan asistennya berdasarkan teknologi AI, artificial intelligence atau kecerdasan buatan dan machine learning, sehingga perintah suara dan pertanyaan yang kita ajukan bisa semakin relevan jawabannya memimik cara manusia berpikir dan menjawab.
Beberapa waktu yang lalu Samsung memutuskan membeli perusahaan ViV, perusahaan yang awalnya mendesain SIRI untuk Apple. Bixby sendiri sudah mulai dikembangkan sejak 1.5 tahun yang lalu, dan kehadiran ViV membantu untuk mewujudkan visinya.
Sebagai perusahaan IT dan konsumen elektronik besar, Samsung menyadari, semakin banyak device “canggih” disekeliling kita, semakin banyak yang harus dipelajari untuk bisa memaksimalkan kegunaannya. Masalah terbesar sekarang adalah pengguna perlu belajar untuk mengerti setiap “bahasa mesin” devicenya agar bisa menjalankannya. Terkadang semakin banyak fitur dan kegunaannya, semakin banyak “kosa kata” perintah yang harus dikuasai pengguna. Lihat saja buku manual yang semakin tebal, untuk penggunanya bisa mengerti dan menjalankan sebuah device.
Bixby dengan AI dibuat untuk pemikiran sebaliknya, mengapa bukan device yang coba belajar mengerti bahasa penggunanya? Mengerti apa yang diperintahkan dan diinginkan pengguna.
Berbeda dengan asisten Google dan Apple yang lebih menitikberatkan memberi jawaban pertanyaan berdasarkan knowledge graph pengetahuan yang umum, Bixby dibuat lebih sebagai asisten untuk kita berinteraksi dengan smartphone sampai level aplikasi. Untuk awal akan ada sekitar 10 aplikasi yang sudah “Bixby Inside”. Aplikasi yang sudah support Bixby AI ini bisa diperintah baik secara konvensional dengan sentuhan jari maupun perintah suara dan gabungan keduanya.
Misalnya kita ingin mengirimkan foto saat liburan di Bali ke si anu. Dengan perintah suara kita meminta Bixby untuk mencarikan foto saar liburan di Bali. Mungkin saja saat Bixby memberi hasil pencarian foto tersebut ada puluhan foto diperlihatkan, kita bisa secara manual memilih beberapa foto dengan men-tapnya secara konvensional dengan jari, kemudian melanjutkan lagi perintah suara untuk men-share foto-foto yang dipilih ke si anu. Bixby akan mengerti konteks perintah lanjutan apa yang kita ingin dan sedang kerjakan.
Asisten AI yang ada sekarang, seperti google assistant memang bisa diperintahkan untuk menjalankan sebuah aplikasi, tetapi setelah aplikasi dijalankan, asisten ini tidak bisa lagi diperintah lanjutan untuk berinteraksi di dalam aplikasi. Dengan Bixby perintah-perintah lanjutan bisa dilakukan terus di dalam aplikasi.
Samsung akan membuka SDK teknologi Bixby ini agar para pengembang aplikasi bisa mengimplementasikan Bixby dalam aplikasi mereka. Bayangkan mungkin saja sebentar lagi kita bermain game dengan cara baru, misal menjadi manajer atau pelatih klub bola, yang pada saat bertanding bisa “berteriak-teriak” untuk mengendalikan para pemain bola seperti pelatih di lapangan.
Semakin kompleks perintah terkadang sulit mengingat perintah apa yang harus diucapkan agar task yang diberikan di eksekusi dengan tepat. Bixby akan belajar untuk mengerti perintah yang diinginkan pengguna walau tidak lengkap, dan mencoba mengeksekusinya sebaik mungkin.
Bixby bisa dieksekusi dengan voice command seperti asisten lain, “Hello Bixby” , dan juga ada tombol yang disediakan khusus untuk Bixby yang terletak dibawah volume.
Tombol ini ditekan selama perintah diberikan, segera setelah tombol dilepas, Bixby mengerti seluruh perintah sudah lengkap diucapkan. Tombol khusus ini membantu memberi kepastian bahwa perintah sedang diberikan dan sudah selesai disampaikan. Ini untuk menghindari kesulitan yang terkadang kita temui seperti pada google assistant, kadang perintah belum selesai diucapkan, sudah dieksekusi, atau sebaliknya.
Mengapa Samsung perlu memiliki asistennya sendiri, sedangkan banyak smartphone lain tinggal bekerjasama, misal dengan google dan menggunakan google assistant, alexa atau cortana?
Pertama Samsung bukan hanya pembuat smartphone, tetapi segala macam barang elektronik lainnya, dari lampu, kulkas, tv, mesin cuci dll. IoT atau internet of things sudah dimulai pengembangannya dari beberapa tahun lalu, dan dalam waktu dekat, implementasinya akan terasa. Semua device bisa saling terhubung, dan Bixby bisa ada di setiap device yang Samsung buat atau bahkan digunakan rekanan. Mungkin sulit untuk Samsung mengimplementasikan google assistant pada mesin cuci. Tetapi dengan memiliki Bixby sendiri, semuanya menjadi lebih mudah dan mungkin. Bayangkan ibu-ibu akan bisa dengan mudah memerintah mesin cuci nya dengan perintah suara seperti berbicara kepada asisten rumah tangga: “Jeans ini kotor terkena lumpur, tambahkan detergen lebih saat mencucinya, dan jangan memakai pemutih untuk kaos berwarna merah ini”
Dengan memiliki asisten AI sendiri Samsung bisa dengan cepat mengembangkan kemampuannya,mengimplementasikannya, dan men-tweak nya sesuai dengan device yang menggunakannya. Hal ini akan lebih sulit ketika asisten AI nya milik pihak ke-tiga.
Keberadaan Bixby juga membuat halaman paling kiri dari smartphone Samsung yang biasanya diisi aplikasi briefing flipboard berisi berita-berita terbaru, akan digantikan menjadi Bixby Home. Bixby Home ini seperti halaman paling kiri dari smartphone android dengan OS pure android, berupa halaman google now, berisi data-data baru, seperti siapa hari ini teman kita yang berulang tahun, kondisi cuaca, harga saham, jadwal penerbangan kita, janji penting, dll.
Desktop PC
Dengan kemampuan smartphone yang semakin baik saat ini, banyak orang berharap cukup dengan satu device saja untuk bisa meng-handle semua keperluan. Untuk Galaxy S8, Samsung menyediakan asesoris tambahan bernama DeX, kependekan dari Dekstop eXperience, dimana ketika diletakkan diatas DeX ini, Galaxy S8 bisa terhubung dengan layar monitor lebih besar dan menjadi sebuah desktop. Hal ini juga bisa dilakukan dengan perangkat LCD TV di rumah.
Berbeda dengan konsep MHL cable, miracast, yang memindahkan isi layar smartphone ke layar lebih besar, DeX ini akan mengubah UI smartphone lebih mirip desktop. Konsep ini seperti yang coba dilakukan Microsoft dengan Continuum pada Lumia 950.
DeX ini selain bisa menjadikan smartphone Galaxy S8 sebagai “pengganti” laptop atau pc untuk keperluan standar, juga bisa menjadi device untuk sarana hiburan. DeX sanggup menghasilkan gambar 4K dengan 30 fps, jadi jika disambungkan dengan TV 4K, Galaxy S8 bisa menjadi player untuk film-film 4K.
Karena konten-konten hiburan sekarang sudah berpindah dari keping hardware ke konten yang bisa di download atau di-streaming, rasanya kita sudah bisa meminimalisir untuk membeli berbagai macam player untuk keperluan hiburan di rumah. DVD player, CD Player, Blue Ray, TV kabel, bahkan game console akan tergantikan cukup dengan sebuah smartphone dan sebuah station seperti DeX.
Audio
Belum lama Samsung juga mengakuisisi Harman, industri yang terkenal dengan brand-brand audio berkualitas, seperti Bower & Wilkins, JBL, Infinity, Harman/Kardon, AKG , dll.
Untuk urusan audio pada smartphone, selama ini Samsung tidak terlalu menonjolkan kemampuan audionya, seperti LG yang mem-push kemampuan DAC pada audio smartphone, walau Samsung juga selama ini menggunakan chip audio berkelas, diantaranya Wolfson.
Kali ini setelah mengakuisisi Harman, Samsung mencoba memberi porsi lebih pada sisi audio. Tablet Galaxy S3 yang baru saja release di MWC 2017 sudah mulai menggunakan teknologi quad speaker dari AKG. Sekarang pada Galaxy S8, audionya juga akan tuned by AKG sekaligus dilengkapi earphone yang lebih berkelas dari brand AKG.
Untuk Galaxy S8, Samsung belum mengambil langkah seperti iPhone dan beberapa brand android lain yang sudah meninggalkan port audio analog 3.5 mm dan langsung menggunakan port USB type C. Galaxy S8 tetap menggunakan port standar ini, mungkin sampai suatu saat kita sudah siap berpindah ke wireless audio.
Baterai
Galaxy S8 akan memiliki baterai 3000 mAh, sementara Galaxy S8+ 3500 mAh, keduanya baterai tanam yang mendukung desain IP68 tahan air dari Galaxy S8. Samsung berhati-hati dengan kapasitas, desain baterai, dan terutama quality control, untuk menghindari kejadian seperti Note7. Fitur fast charging seperti biasa tetap ada. Melihat kemajuan system doze pada update nougat di Galaxy S7 dan management baterai pada Galaxy seri A 2017 Samsung, kita berharap baterai yang disematkan pada Galaxy S8 akan memiliki kinerja yang cukup panjang. Semoga prosesor baru dan RAM yang irit daya, membantu lebih jauh daya tahannya.
Penutup.
Artikel ini dibuat dengan memanfaatkan banyak bocoran, melihat data yang sudah ada, mengolah dari berbagai berita dan pengalaman mengenal device Samsung, bukan berdasarkan hands on device aslinya. Jadi mungkin saja ada bagian-bagian yang tidak tepat, tapi saya berharap semoga sebagian besar akurat dan bisa memberikan pemahaman lebih dibanding sekedar membaca spesifikasi. Saat devicenya release kita akan update artikel ini. Enjoy Galaxy S8!
*FunFacts, artikel ini harusnya jika dibaca seperti membaca novel Harry Potter pertama, kebanyakan orang akan membutuhkan waktu 20 menit untuk menyelesaikan membacanya dari awal sampai akhir. Jika gambar-gambar dan bagan artikel turut diperhatikan, akan membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Kemungkinan dibutuhkan waktu 1 jam bahkan lebih untuk mengerti lebih dalam dan mendapat pencerahan. Jika dibandingkan dengan membaca artikel di detik, maka artikel ini kira-kira setara dengan membaca 27 artikel disana. Secangkir kopi akan membantu mencera ceritanya lebih baik.
Untuk mengecek kebenaran artikel ini, silahkan install aplikasi Unpacked 2017, untuk mengetahui waktu launching dengan tepat dan bisa menyaksikannya secara langsung. https://play.google.com/store/apps/details?id=com.sec.galaxy.unpacked