Wacana Blokir IMEI ponsel BM
Bulan Agustus 2019 ini, saat peringatan hari kemerdekaan, diumumkan pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika -Kominfo , akan dimulai rencana awal penerapan blokir IMEI untuk handphone atau smartphone yang bukan resmi atau sering disebut BM-black market.
Rencana ini memang sudah didengungkan dari bertahun-tahun lalu, tapi sepertinya sekarang sudah lebih matang dan melibatkan 3 kementerian yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Kabar ini tentu membuat banyak orang panik, bagaimana dengan nasib smartphonenya, dan mulai simpang-siur membahas segala skenario, seperti apakah bisa ketika pulang dari luar negeri membeli smartphone di sana, yang mungkin tidak keluar resmi di sini, atau karena harganya lebih murah, untuk bisa tetap digunakan, ketika aturan ini berlaku.
Bagaimana dengan turis asing yang datang ke Indonesia, atau pekerja asing, apakah smartphone mereka langsung tidak jalan? Dan lain sebagainya.
Tulisan ini mencoba menjelaskan lebih jauh mengenai latar belakang mengapa aturan blokir IMEI ini bisa berlaku, dan kira-kira bagaimana penerapannya.
Belum tentu semua pemaparan disini akan 100% benar, karena pemerintah belum mengeluarkan detailnya, tetapi kiranya bisa menjadi pandangan umum untuk kebanyakan dari kita.
Sebagai pengetahuan dasar, setiap smartphone atau handphone, bahkan modem yang menggunakan SIM card atau bisa terhubung dengan layanan operator baik voice dan data, harus memiliki tanda pengenal berupa IMEI – International Mobile Equipment Identity ,kira-kira seperti nomor mobil lah. Jadi kalau smartphone kita mendukung dual SIM, maka akan memiliki juga 2 buah nomor IMEI, berupa 15 digit angka yang bisa kita lihat di smartphone dengan mengetikkan *#06# di kolom dial telepon.
IMEI ini dikeluarkan oleh Asosiasi GSM atau GSMA untuk seluruh dunia, jadi tidak dibuat oleh masing2 negara.
Setiap kita masukkan SIM card dan menyalakannya, operator yang kita gunakan selain tahu nomor telp yang aktif, juga mengetahui IMEI perangkat yang kita gunakan, termasuk posisi lokasi kita berada. Dari identitas IMEI ini operator akan tahu, misal merk smartphone dan tipenya apa. Tanpa ada IMEI, smartphone tersebut tidak bisa terhubung ke operator. Seperti mobil tanpa plat nomor, tidak boleh digunakan di jalan raya.
Angka-angka IMEI sekali lagi mirip dengan nomor mobil atau NIK kita, yang setiap barisan angkanya bisa memberikan informasi, selain brand dan tipe, juga negara asal pembuat hingga zona edarnya untuk negara mana, yang bisa di track-back asal muasal smartphone tersebut hingga ke pabriknya.
Amankah Smartphone Kita dari Blokir?
Smartphone yang aman adalah smartphone yang IMEI nya terdaftar di Kemenperin, karena setiap smartphone resmi yang beredar di Indonesia dari setiap vendor resmi di daftarkan nomor IMEI nya ke database kementerian.
Untuk mengecek apakah smartphone kita kira-kira aman dan databasenya terdaftar, bisa mengunjungi situs kemenperin (yang saat artikel ini ditulis sedang down, kemungkinan karena tingkat pengunjung yang mengecek melonjak drastis) di url:
Latar Belakang Aturan IMEI Harus Terdaftar
Mengapa Aturan Blokir Ini Dilakukan, Apa Bagusnya?
Kita mungkin berpikir, pemerintah tidak ada kerjaan. Membuat repot, dan membatasi kebebasan menggunakan perangkat yang kita suka. Tetapi sebenarnya ada beberapa alasan untuk mengatur peredaran telepon Black Market ini, diantaranya:
Barang Palsu / Imitasi
Menurut riset tahun 2017 oleh European Union Intellectual Property Office study, di tahun 2015 ada sekitar 184 juta unit smartphone palsu yang beredar di dunia. Ini sama dengan 13% dari jumlah smartphone yang beredar saat itu.
Kita kenal kan smartphone palsu ini, walau dus, bentuk, dan tampilannya mirip dengan smartphone asli, sebenarnya barang tiruan. Kita kenal iPhone dan Samsung yang paling sering dipalsukan, dan sampai sekarang praktek ini masih terjadi, apalagi mendekati release smartphone barunya.
Diperkirakan dari peredaran barang palsu tersebut, para vendor smartphone dirugikan sekitar 700 triliun rupiah.
Bukan hanya vendor yang dirugikan, tentu saja pembelinya juga.
Saya sempat bertemu banyak orang yang pulang dari Arab sehabis Umrah atau jalan-jalan ke China, memperlihatkan kepada saya dengan bangga, bahwa mereka berhasil membeli smartphone seperti iPhone dan Samsung yang sedang hype (bahkan aslinya belum release resmi) di sana dengan harga murah. Tentu saja raut mukanya berubah ketika saya beritahu bahwa barang tersebut palsu.
Selain beda kualitas yang bisa mencoreng nama baik vendor, barang palsu ini tentu tidak menggunakan komponen yang bagus sesuai standar yang asli. Jadi ada kemungkinan bisa mencelakakan penggunanya, seperti mudah rusak, tidak ada sparepart pengganti, bahkan kecelakaan seperti terbakar karena baterai atau sistem charging yang buruk.
Saat jaman Blackberry dan iPhone, banyak juga barang bekas atau rusak yang kemudian dibetulkan, diberi casing baru, dus baru, dokumen baru, dan kemudian dijual lagi sebagai barang baru.
Kenapa negara kita pusing? Karena kita bagian dari negara Asia Pasifik, dimana peredaran smartphone palsu ini besarnya 50%.
Barang Curian
Barang curian ini sudah menjadi kejahatan global dan antar negara. Dengan berlakunya aturan IMEI ini, maka pemilik bisa melaporkan barang hilang/dicuri, dan smartphone tersebut jadi tidak lagi terlalu berguna dan menarik untuk dicuri kalau tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.
(Kalau pernah merasakan pedihnya hilang smartphone apalagi hasil susah payah nabung atau nyicil, kalian pasti berharap sistem blokir ini berlaku :-D.)
Negara juga bisa melindungi masyarakat yang tidak tahu atau sadar bahwa mereka membeli smartphone curian, karena selain di dalam negeri, bisa saja barang curian yang beredar berasal dari sindikat global.
Pajak, Bea dan Cukai
Masyarakat kita tentu sekarang sudah lebih tahu, tetapi juga mungkin banyak yang belum tahu, tentang barang yang bergaransi tetapi bukan barang resmi.
Kita sering dengar sebagai barang garansi distributor. Ini barang yang asli, tetapi masuk ke negara kita dengan cara yang tidak resmi.
Apalagi sekarang negara kita sudah menerapkan aturan TKDN, dimana sebisa mungkin smartphone harus dibuat pabrikan dalam negeri atau memenuhi unsur kandungan lokal baik hardware, software, maupun investasi.
Kalau sekedar pergi jalan-jalan ke luar negeri, pulang bawa smartphone 1-2 buah untuk digunakan sendiri, tentu efeknya tidak besar untuk pajak.
Tetapi kita sekarang lihat memang peredaran smartphone distributor ini sangat ramai, terutama untuk brand-brand China dan iPhone, seringkali dijual lebih murah dibanding barang resmi. Pasar barang BM ini semakin membesar setelah mudahnya berjualan lewat e-commerce online dan media sosial.
Sebenarnya pemerintah sudah berharap bisa membendungnya lewat bea dan cukai, ternyata belum ampuh, mungkin masih banyak celah yang tidak terdeteksi.
Beredarnya barang non resmi ini berarti tidak menyumbang pajak yg resmi kepada negara, yang jumlahnya pasti sangat besar.
Selain pajak, aturan TKDN ini sebenarnya mendorong banyak vendor untuk berkontribusi dengan menyediakan lapangan kerja, mendirikan pabrik, transfer teknologi dan lain sebagainya.
Efek keberadaan pabrik ini sebenarnya bukan hanya menguntungkan pekerja pabrik, tetapi biasanya keberadaan pabrik yang masif menampung banyak pekerja, akan membuat daerah sekitarnya juga berkembang, dari tukang makanan, kost, penjual barang kebutuhan sehari-hari, angkutan, dan lain sebagainya.
Saya secara pribadi lebih suka atas niat TKDN awal ini, TKDN hardware, karena kontribusinya masif dari atas hingga masyarakat bawah langsung. Akhir-akhir ini sebagian brand memilih TKDN software, yang kontribusinya lebih ke sebagian kecil golongan.
Ponsel BM ini tentu saja bisa dijual lebih murah karena tidak harus memenuhi aturan TKDN dan pajak tersebut. Semakin masif, semakin menghambat ekspansi pabrikan smartphone resmi dan menghilangkan banyak kesempatan lowongan kerja.
Efek lainnya dari ponsel BM ini tidak melewati test dari dirjen postel. Walau brand dan tipenya sama, setiap negara memiliki spesifikasi jaringan sendiri, sehingga smartphone yang harusnya untuk zona negara lain, saat hadir di negara kita belum tentu optimal atau sesuai “tuning” perangkat seperti batasan frekuensi sinyal, WiFi, yang sesuai dengan operator kita. Bukan hanya konsumen mendapatkan barang yang tidak optimal, tetapi keberadaannya mungkin mengganggu atau menyebabkan interferensi dengan perangkat lain disekitarnya.
Selain itu dari sisi software, biasanya ponsel BM yang semestinya hanya hadir untuk negara tertentu, misal China, kemudian “dipaksa” untuk menjadi smartphone global dengan flash OS baru. Di sisi ini bisa terjadi pelaku flash OS menyisipkan malware baik yang efeknya menyebar seperti virus, mengambil data pengguna / privasi, atau adware, dimana perangkat akan menerima iklan terus menerus yang menguntungkan pihak tertentu. Ini tidak terkontrol pihak vendor dan pemerintah.
Duplikat IMEI
Nomor IMEI yang dikeluarkan GSMA adalah unik dan menempel dengan perangkat. Tapi kita menyadari, pasti dari sekian milyar handphone yang sudah dibuat, pasti banyak yang sudah mati atau tidak digunakan lagi.
IMEI bisa saja diduplikat. Pengguna dan pemain bisnis Blackberry jaman awal sebelum perangkat resminya beredar, pasti ingat, bahwa sebagian perangkat BB, tidak bisa hidup karena IMEI nya bermasalah atau diblokir layanan BB. Atau karena proses flash OS, IMEI nya hilang. Para tukang ngulik atau service, bisa meng-inject kembali nomor IMEI yang baru, baik secara software atau dengan bantuan perangkat tertentu.
Duplikat IMEI ini menyebabkan origin atau asal usul perangkat menjadi samar, misalnya harusnya untuk perangkat Nokia, tetapi ada di Blackberry. Harusnya IMEI ini beredar di Eropa, digunakan di ASIA, dan sebagainya.
Siapa yang suka dengan perangkat duplikat IMEI ini? Bisa jadi para kriminal dan teroris, karena membantu mengaburkan asal usul mereka.
Dari beberapa contoh latar belakang di atas kita melihat impact dari keberadaan barang BM ini menimpa banyak bagian, Konsumen, Pabrikan atau Vendor, Operator, dan juga Pemerintahan.
Pelaksanaan
Apakah Pemerintah bersungguh-sungguh akan melaksanakan hal ini?
Ya, secara timeline pemerintah sudah memilikinya, walau dalam implementasi sepertinya akan molor.
Tahap 1, November 2018 penyusunan regulasi dan instalasi sistem DIRBS, sekaligus sosialisasi kepada instansi terkait, operator, vendor ponsel, dan penegak hukum
Tahap 2, 6 bulan kemudian pada Mei 2019, integrasi fungsionalitas
Tahap 3, November 2019 pengoperasian sistem sepenuhnya.
Sistem DIRBS apa itu?
DIRBS singkatan dari Device Identification, Registration, and Blocking System.
Platform ini bukan dikembangkan pemerintah kita, tetapi oleh Qualcomm. Iya Qualcomm pembuat chipset di smartphone kita itu, Snapdragon.
Ketika device diaktifkan dan tersambung ke operator, otomatis akan dicek berdasarkan database yang dimiliki pemerintah berdasarkan IMEI, apakah device ini memenuhi kriteria, misalnya bukan barang curian, di impor resmi, atau barang bersertifikasi resmi sesuai standar TKDN dan dirjen postel, dan IMEI nya sesuai dengan tipe barangnya, bukan IMEI duplikasi.
Jika tidak memenuhi pengecekan tersebut, maka smartphone atau device tidak bisa menggunakan layanan selular dari operator dalam negeri.
Apakah Agustus 2019 ini aturan ini langsung berlaku?
Tidak, sama dengan aturan registrasi SIM card, aturan ini membutuhkan waktu untuk sosialisasi ke masyarakat dan test, karena melibatkan banyak pihak. Kementerian saja sudah 3 pihak, belum nanti input dari operator, vendor, masyarakat, dan lain sebagainya. Implementasi real-nya bisa beberapa tahun kedepan.
Wah smartphone saya BM, apakah nanti Agustus 2019 akan mati?
Tidak, menurut berita dari kominfo, aturan ini hanya mengikat dengan device baru saat aturan ini sudah berlaku. Device yang sekarang ada dan beredar di Indonesia akan tetap aman. Kita suka mendengarnya dalam istilah pemutihan. Karena repot juga kan melihat dan mengecek ke belakang, toh nanti juga ada masanya smartphone tersebut akhirnya mati atau ketinggalan jaman.
Lah, terus ngapain tadi kita disuruh cek imei di situs kemenperin?
Saya jantungan loh IMEI saya tidak terdaftar waktu cek tadi.
Ya mungkin para pembuat berita ingin membantu mengetes, seberapa besar bandwidth situs kemenperin, dan kita sudah melihat hasilnya, kalau tidak di test kan bagaimana kita bisa tahu wkwkkwkw.
Kalau kalian ngga “ngeh” dengan peristiwa situs kemenperin down karena cek imei, sebaiknya kalian install twitter dan follow @gadtorade , kali-kali dapat pahala banyak ilmu :-D. Twitter terbukti jarang down dan tempat pelarian para Instagramer dan Facebooker waktu situs tersebut down.
Mengecek IMEI ini juga sebenarnya sosialisasi, supaya masyarakat lebih cepat terpapar informasi akan adanya aturan baru blokir dari pemerintah.
Terus bagaimana caranya smartphone BM saya bisa “terdaftar resmi” ?
Pemerintah sepertinya nanti akan membuat situs khusus, untuk mendaftarkan perangkat yang bisa masuk pemutihan ini. Kita berharap nanti situsnya bandwithnya cukup, tidak mudah down, ok?
Jadi serius nih aturan ini? Nanti kayak registrasi SIM, registrasi sudah, tetap saja sms spam dan penipu lewat sms beredar.
Ya aturan bisa berlaku kalau pihak yang dilibatkan memegang komitmen, jadi aturan ini bisa efektif kalau nanti semua bagian turut andil, masyarakat, pabrikan atau vendor, operator, dan tentu saja penegak hukum.
Ditengah jalan bisa saja ada penambahan dan pengurangan.
Nama negara kita Indonesia ada kok di situs resmi Qualcomm sebagai negara yang sedang mengimplementasikan platform DIRBS ini.
Memang ada Negara yang sudah melakukan pembatasan IMEI ini?
Kok saya jalan-jalan ke luar negeri, lancar-lancar saja?
Pemerintah di berita kominfo memang mengatakan ada beberapa negara yang sudah menerapkan aturan pengawasan seperti Turki, Italy, Kenya, Ukraina, Mesir, dan Nepal.
Tapi platform DIRBS ini sepertinya baru berjalan di Pakistan, negara yang mungkin tidak banyak dipilih traveler Indonesia.
Pakistan pun baru memulai aturan ini Desember 2018 kemarin.
Berdasarkan implementasi blokir IMEI di Pakistan ini kita bisa mendapat gambaran bagaimana nantinya sistem ini bekerja, walau mungkin saja negara kita akan memiliki aturan yang berbeda, jadi pelaksanaan detail di bawah ini hanya berdasarkan contoh yang dilakukan di Pakistan.
Turis Asing
Tergantung lamanya turis ini berkunjung ke Indonesia, jika kurang dari 30 hari, smartphonenya bisa menggunakan SIM card lokal tanpa perlu mendaftar. Lebih dari itu harus mendaftar ketika turun di airport atau pintu masuk imigrasi. Akan ada counter pendaftaran disana.
Ingat saat kita mau mendarat pramugari sering membagikan form untuk diisi declare soal aturan bea cukai? Mungkin form pendaftaran telepon ini juga akan dibagikan, sehingga ketika turun tinggal disetor ke bagian pendaftaran.
Turis asing jika menggunakan roaming dengan kartu SIM asal negaranya di Indonesia, tidak terkena aturan pembatasan 30 hari ini, silahkan pakai sesukanya.
Oleh-oleh Smartphone
Setiap orang dalam 1 tahun boleh membawa 5 buah smartphone yang dibeli dari luar negeri untuk dibawa dan digunakan di Indonesia.
Wah asik, banyak juga.
Eh entar dulu, smartphone pertama gratis tidak kena bea cukai, cukup didaftarkan saat masuk. 4 Smartphone berikutnya kalau digunakan lebih dari 30 hari, harus membayar bea cukai atau pajak masuk.
Jadi kalau saya jalan-jalan bersama keluarga 5 orang keluar negeri, pulang masing-masing bawa smartphone 1 boleh ngga? Boleh, dan tidak kena bea cukai. Jadi hitungan ini lebih tepatnya berdasarkan paspor, duty free 1bh smsartphone per paspor /tahun.
Jadi kalau setiap tahun kalian mau beli iPhone baru di Singapura untuk digunakan sendiri, tidak apa-apa. Nanti imeinya didaftarkan saja, free. Tapi kalau beli lebih dari 1, dan maksimum 5 bh pertahun, sisanya yang 4bh harus bayar pajak. Kalau tidak bayar pajak ya di blokir IMEI nya by DIRBS system.
Selain di airport atau pintu masuk imigrasi, bisa ngga bayar pajaknya di tempat lain?
Bisa, ke kantor bea cukai atau pajak dalam waktu 15 hari sejak tiba, hanya saja di Pakistan implementasi ini membutuhkan lebih banyak dokumen dari sekedar 15 digit catatan nomor IMEI.
Kemudian pemerintah Pakistan juga menggandeng operator untuk melakukan pendaftaran ini, juga bisa lewat situs pemerintah, bahkan SMS seperti kita dafar SIM card.
Melihat keinginan Presiden kita segala sesuatu lebih simple pelaksanaannya, mungkin saja kita bisa mendaftar via online dan membayar pajaknya via bank atau malah via e-commerce.
Jadi masih memungkinkan dong ponsel BM masuk?
Iya, tetapi jumlahnya sepertinya tidak akan masif lagi, dan kalau bayar pajak resmi, apakah akan tetap menarik harganya dibanding smartphone resmi?
Dengan catatan kalau aturannya ditegakkan dan tidak terbuka celah.
Ada toko lokal jual smartphone yang saya mau, tetapi tidak ada yang resmi di Indonesia.
Ya go ahead, nanti seharusnya bisa di cek di situs yang disediakan pemerintah apakah sudah dibayarkan pajaknya. Jangan tiba-tiba setelah digunakan beberapa hari di blokir dan kita harus bayar lagi pajaknya.
Implementasi ini akan semakin sulit saat beli smartphone secara online dari pelapak2 bebas. Mungkin kita harus meminta dulu data IMEI untuk mengecek soal pajaknya.
Repot juga ya? Apa nanti gonta ganti smartphone tiap beberapa bulan tetap mudah?
Ya tetap mudah kalau smartphonenya resmi, kalau aslinya boleh bawa dari luar, mungkin bisa nanti dicek lewat situs resmi. Juga toh kalau beli smartphone bekas, sudah lewat 30 hari masih menyala tersambung ke operator, berarti bisa dibilang aman kan.
Ngomong-ngomong, platform DIRBS ini bisa ada gangguan ngga ya? Nanti pas daftar susah lagi.
Ya bisa, pemerintah Pakistan juga mengalami situsnya down.
Facebook, IG, WA, kurang seberapa besar coba bandwidth nya, mereka tetap saja bisa down kan, apalagi situs pemerintah yang kadang-kadang https saja belum.
Segitu dulu, infonya, kalau masih ada yang mau ditanyakan atau didiskusikan, silahkan tulis saja pertanyaannya.
Sekali lagi disclaimer, tulisan ini dibuat berdasarkan informasi dari Qualcomm dan informasi travel ke Pakistan. Jadi implementasinya di negara kita belum tentu tepat seperti yang ditulis di atas, tetapi setidaknya semoga membuat kita lebih memiliki gambaran yang lebih utuh dan insight baru ya.
Oh ya, gambar contoh IMEI di atas kalau kalian hitung sebenarnya 16 digit angka bukan 15 digit. Kalau kalian sadar, kalian bisa berbangga akan ketelitian dan kemampuan pengamatan kalian, atau bisa juga kurang kerjaan wkwkwkw.
Stay happy, stay fun, have a great day!