Tulisan ini pernah dibagikan di mailing list gadtorade, atas permintaan member yang ingin mengetahui lebih jelas, tentang mengapa Huawei di blokir oleh Amerika, dan apa yang terjadi jika blokir ini berlaku panjang.
Karena mau nulis ringan dan cepat saja, mungkin ada banyak data yang saya lupa (mungkin faktor U😅), jadi kalau ada meleset-meleset dikit harap dikoreksi dan dimaafkan.
Biar duduk perkaranya jelas, saya coba cerita sedikit dari awal, tentang Huawei, apa yang dilakukannya, dan akhirnya menjadi target blokir Amerika, sampai kenapa urusan aplikasi Google akhirnya pelik.
Sedikit Tentang Huawei
Seperti cerita-cerita mengagumkan perusahaan-perusahaan teknologi yang sekarang menguasai dunia, yang selalu dimulai dari bawah, jatuh dan bangun, demikian juga Huawei.
CEO sekaligus pendirinya, Ren Zhengfei, sebelum ribut-ribut blokir dari Amerika, sebenarnya jarang sekali tampil di publik. Mr. Ren ini sudah cukup berumur, 74 tahun, tutur bahasanya hati-hati, dan dari gayanya terlihat sudah berpengalaman makan asam garam.
CEO Ren ini dulu masa mudanya memang menjadi bagian tentara nasional China, walau jabatan dan pekerjaannya adalah sebagai teknisi karena basisnya sebagai seorang engineer. Mungkin awal karirnya ini yang selalu dianggap Amerika sebagai pengikat kuat Huawei sebagai bagian dari perusahaan “milik” atau di backing pemerintah China.
Awal mulanya Huawei ini bergerak di bidang telepon switch dan PABX, yang diimpor dari Hongkong, kemudian di reverse engineering dan dibuat sendiri, dijual dengan harga yang lebih bersaing, yang akhirnya berkembang menjadi bisnis network yang mendunia.
Huawei ini perusahaan yang agak berbeda, walau bisnisnya mendunia, sahamnya dimiliki oleh para pekerja di Huawei, jadi tidak publik. Tetapi berbeda aturan juga, saham yang dimiliki pegawai Huawei harus dikembalikan ke “serikat pekerja” jika ia meninggalkan Huawei.
Begitu juga pimpinan operasional atau operating CEO di bawah Ren Zhengfei, disebut sebagai rotating CEO, jadi kedudukan ini diputar berkala antara petinggi-petinggi Huawei.
Kalau pernah mampir ke Shenzhen ke kantor pusat Huawei, kantor Huawei ini seperti kota kecil dalam kota. Sekarang malah dibuat lagi area yang baru yang gayanya menyerupai bangunan di Eropa, lengkap dengan transportasi kereta.
Di gedung utama kantor pusat Huawei, lantai utamanya dipakai untuk menjadi ruang pamer teknologi Huawei, dari network hingga solusi AI, dari drone, pengaturan acara televisi, hingga smart city.
Dan yang kita pasti ingat tentang China adalah CCTV kamera dengan pengenalan wajah, karena kamera cctv berkemampuan ini ada disetiap sudut kota Shenzhen, hingga di dalam angkutan umum seperti bus. Sepertinya kalau kita sempat main ke Shenzhen, next time datang lagi, pemerintah sana sudah tau kita ini layak diterima lagi atau tidak berdasarkan kunjungan awal kita, kita ngapain saja disana, berkunjung kemana saja, dll.
AI atau artificial intelligence di negara China sangat-sangat berkembang. Kalau kita mau lihat daftar pengembangan software teknologi AI China, di belakangnya kita akan menemukan banyak di-backup perusahaan-perusahaan kelas dunia, seperti Qualcomm, Google, dll.
Di dalam perusahaan Huawei sendiri, banyak expert yang merupakan orang-orang asing, bahkan mereka lead di berbagai divisi.
Misalnya kalau kita bertanya kenapa ya Huawei sepertinya dulu bukan siapa-siapa, sekarang kok seperti “tiba-tiba” maju teknologi kameranya? Karena ahli-ahli kamera Nokia pureview, bahkan pimpinannya (sebelum Nokia diambil oleh Microsoft), sekarang ada di Huawei.
Demikian juga di bidang security dan cctv ini banyak sekali orang-orang Eropa yang mengerti tentang smart city dan menjadi pemberi solusi tentang keamanan lingkup kota dan negara.
Mereka ini punya solusi-solusi keren, misalnya yang mereka lakukan di Kenya, Afrika.
“Tidak bisa sebuah negara itu makmur jika tidak aman”, kata petinggi bule yang memegang teknologi smart city Huawei. Crime rate di Kenya sangat tinggi, jadi solusinya smart city dimulai dari safe city. Dipasanglah tiang-tiang lampu penerangan dengan kamera ditempat-tempat umum dan taman-taman, yang untuk hemat energi, baru menyala jika ada orang disekitarnya.
Tiang-tiang lampu dan kamera ini juga menjadi grid, ketika ada kejadian kejahatan, selain terpantau kamera, petugas keamanan juga langsung tahu posisinya dimana, hingga bisa bergerak cepat ke titik yang tepat. Dalam setahun, tingkat kejahatan dikabarkan menurun hingga 40%.
Tingkat kejahatan dan keamanan negara yang baik, tentu mengundang investasi, dan ini hasil yang diharpakan.
Di sisi network, sepertinya sebagian besar jaringan operator negara kita menggunakan teknologi Huawei. Mungkin karena menguasai network ini juga, disisi jualan smartphone, Huawei Indonesia agak santai-santai, kalah agresif dengan brand-brand senegaranya. Padahal di negara China sendiri, Huawei dengan cepat menjadi nomor 1.
Ada kemungkinan juga CCTV kita yang terpasang di Monas, dan mungkin di berbagai kota untuk pemantauan, hasil kerjasama juga dengan teknologi Huawei.
Salah satu keberhasilan Huawei dari pembuat handphone makloon segala merek, cepat rusak, menjadi pembuat smartphone brand sendiri yang hebat, adalah R&D. Huawei berani menggelontorkan investasi yang sangat banyak di sisi R&D ini. Seperti kita ketahui, perusahaan teknologi yang kuat investasi di R&D, biasanya ada dijajaran perusahaan teknologi peringkat atas.
Oh ya satu solusi network yang saya kagum waktu lihat demonya di kantor Huawei adalah menghadapi teroris.
Kalau kita nonton film2 Hollywood kan para teroris biasanya membuat teror dengan merakit bom, dan memicu ledakannya dengan ponsel. Untuk menghadapi ancaman itu, ada teknologi Huawei yang bisa mematikan sinyal telepon/data disekitar teroris, jadi saat pemicu ditekan, tidak ada sinyal atau data yang bisa membawanya ke sumber ledakan.
Di kantor pusat Huawei yang didalamnya dirancang seperti tampilan interior Star Trek ini kita bisa belajar sudah seperti apa teknologi yang dikuasai Huawei, sudah beyond smartphone. Dari CCTV dengan teknologi AI, pembangkit tenaga listrik, Smart City, jaringan 5G, mengatasi bencana, kesehatan, transportasi, kargo, dan lain sebagainya.
Wajar kalau dengan segala kemajuannya, Huawei merambah pasar global dan menjadi saingan perusahaan teknologi barat.
Huawei vs Amerika
Tanda-tanda Huawei mulai mendapat larangan dari Amerika sebenarnya sudah mulai di awal tahun 2018, saat Huawei berencana menjual smartphone seri Mate10 dengan lokal operator Amerika, at&t.
Peristiwanya cukup dramatis, karena rencana penjualannya batal sehari sebelum launching Mate10 di Amerika. Padahal iklan banner sudah dipasang dimana-mana, web sudah mengumumkan, undangan sudah disebar, dan lain-lain,
Acara peluncuran akhirnya tetap dilaksanakan, tetapi tidak ada penjualan resmi di Amerika dengan operator. Di Amerika, memang kalau mau penjualan bagus, harus bundling dengan operator, berbeda dengan dikita yang “lepasan” tanpa kontrak operator.
Sebelum dengan Huawei, sebenarnya Amerika sudah mulai test tekanan ke ZTE, saat ZTE di ban karena melakukan penjualan peralatan ke negara yang diembargo Amerika, ZTE dilarang membeli lagi chip buatan Amerika, padahal sebagian besar produk ZTE menggunakan chip buatan Amerika.
Dalam waktu singkat ZTE rugi triliunan dan memangkas jumlah pekerjanya secara masif.
Saat perang dagang antara Amerika dan China memanas, mengapa Huawei yang mendapat tekanan?
Wajar saja, karena Amerika memiliki kekuatan di banyak paten teknologi, dan Huawei merupakan perusahaan teknologi yang bisa dikatakan terbesar di China. Kelas Amerika harus bisa menunjukkan kedigdayaannya di bidang ini, karena siapa yang menguasai teknologi, berarti menguasai dunia. Lagian test case dengan ZTE yang lebih ringan saja sudah terbukti berhasil.
Tuduhan beratnya adalah spionase, seperti di film-film 007, karena sebagian negara di dunia, termasuk Amerika dan Eropa banyak menggunakan jaringan / network yang dibuat oleh Huawei. Network yang dibuat Huawei ini, dituduhkan memiliki backdoor untuk memata-matai.
Apalagi saat ini banyak negara sedang mempersiapkan jaringan 5G, tentu saja ini akan menjadi kontrak yang sangat besar untuk Huawei, karena Huawei sudah mengembangakan teknologinya. Amerika melarang dan meminta negara-negara sekutunya untuk tidak menggelar jaringan 5G yang bekerjsama dengan Huawei.
Huawei tentu saja menolak tuduhan ini, dan sampai sekarang kita tidak tahu pasti siapa yang benar.
Amerika punya bukti-buktinya sendiri, dan Huawei sebisa mungkin mengelak dan membalas menuduh Amerika takut bersaing dengan teknologi Huawei.
Tapi Amerika presidennya sekarang Mr.Trump, dan gayanya Amerika asli, langsung ambil tindakan ban atau blokir, dan kali ini lingkupnya lebih besar dari blokir ZTE, bukan hanya pembelian hardware, Huawei juga kena paten teknologi, yang berarti tidak bisa menggunakan baik hardware maupun software yang dibuat atau paten-nya dimiliki Amerika.
Seluruh perusahaan yang bergerak dibidang teknologi dan operator, mulai dilarang menggunakan jaringan dari Huawei, dan di lingkup kantor pemerintahan segala device dari Huawei tidak boleh digunakan, termasuk smartphone.
Anak wanita dari CEO Huawei Ren Zhengfei ditangkap di Kanada, yang kabarnya menjadi pesanan dari Amerika. Anak perempuan dari Mr Ren ini memegang jabatan penting di Huawei, yaitu CFO. Tuduhannya seperti pada ZTE, bahwa dengan menggunakan perusahaan lain, Huawei menjual teknologinya ke negara yang di embargo Amerika, yaitu Iran.
Dari peristiwa blokir ini kita mengetahui, ternyata dunia benar banyak bergantung terhadap teknologi dan paten dari Amerika, dari paten arsitektur chip baik Intel, AMD, Qualcomm, Broadcomm, hingga operating system seperti Windows dan Android dan teknologi pendukungnya seperti Bluetooth, WiFi, SD Card, dll.
Apapun teknologi yang dikembangkan di tanah Amerika dan Paten yang didaftarkan perusahaan Amerika, menjadi bagian yang meliputi sanksi terhadap Huawei.
Sebenarnya dari embargo ini bukan hanya Huawei yang kesulitan, tetapi kerugian juga ditanggung perusahaan teknologi Amerika, karena kerjasama global yang sudah terjalin antara Huawei dan perusahaan-perusahaan teknologi Amerika, dari jual beli part teknologi, system, hingga software, yang berarti harus dihentikan.
Bahkan aturan pajak yang lebih besar jika impor gadget dari China ke Amerika, berimbas ke Apple, karena iPhone, iPad, Mac, dkk, sebagian besar dibuat di China.
Banyak yang menyumpahi Amerika karena perlakuannya yang dianggap tidak adil. Tetapi supaya berimbang, harap diingat, sudah 10 tahun, Google, Facebook, dkk, juga di ban dari China, tidak boleh digunakan lagi dan diblokir lewat great firewall.
Overzealous Marketing
Memang 2019 ini menjadi pukulan yang hebat buat Huawei.
Di ranking smartphone, Huawei sedang di atas angin, sudah berhasil duduk di ranking 3 smartphone global, dan kemudian menjadi no.2 melewati Apple. Tinggal selangkah lagi, seperti yang ditargetkan dan digembar-gemborkan Huawei, tahun 2020 akan merebut posisi pertama dari Samsung.
Jika melihat trend penjualan smartphone global sedang dalam trend menurun, dan kebanyak pertumbuhan brand papan atas sedang dalam pertumbuhan minus dibanding tahun sebelumnya, sementara Huawei masih bertumbuh positif, bisa saja apa yang diumbar Huawei menjadi kenyataan.
Brand Huawei untuk smartphone kelas flagship banyak merebut perhatian karena kemampuan kameranya yang bagus, dan brand secondary-nya Honor, banyak merebut pasar kelas menengah kebawah.
Walau menghadapi kendala tidak bisa masuk pasar Amerika, di Eropa sendiri Huawei sedang maju-majunya. Sementara di dalam negeri, rasa nasionalisme yang menguat, membuat banyak orang yang dulu sangat menyukai iPhone, menggantinya dengan Huawei.
Belum lagi banyak perusahaan memberi bantuan subsidi bagi stafnya yang berganti ke smartphone Huawei. Gerakan ini masif dan membuat pertumbuhan smartphone Huawei sangat signifikan.
Apalagi China adalah negara yang penduduknya paling banyak di dunia, berhasil mendapat pasar besar di negara ini, berarti akan muncul di list top ten brand smartphone penguasa pasar global.
Kalau kita bertanya, kemana Samsung yang menjadi ranking-1 global di China?
Saat tulisan ini diketik, baru saja Samsung menutup pabrik smartphone terakhirnya di China.
Gerakan politik dan luka lama antara kedua negara, sudah menghabisi lebih dulu Samsung di China sebelum menerjang iPhone.
Smartphone brand lokal China yang lebih murah dan semakin baik kualitasnya merupakan saingan Samsung, dan tentu saja iPhone, untuk tetap menjadi pemain global yang ada di China. Tetapi ketegangan politik saat Korea Selatan melakukan latihan tentara bersama dengan Amerika, setelah Korea Utara (yang menjadi sekutu China) melakukan uji coba misil, membuat China berang.
Demam film serial Korea, boyband dan girlband Korea, dilarang disiarkan lagi di televisi-televisi China, dan tentu saja berimbas terhadap Samsung. Seperti jentikan jari Thanos, “blip”, Samsung-pun menghilang market sharenya di China.
Samsung saat ini tetap hadir di China, tetapi market sharenya sangat kecil, hanya sekitar 1%. Dengan market share sebesar ini, sebagai efisiensi untuk tetap eksis, Samsung tetap memproduksi smartphone untuk pasar China, tetapi tidak membuatnya sendiri, melainkan seperti kebanyakan brand smartphone lain, memproduksinya di pabrik-pabrik perakitan China.
Ada 3 hal selama saya berkecimpung di perkembangan smartphone yang saya pelajari menjadi keberhasilan atau jatuhnya brand smartphone.
Pertama, Produk harus Bagus
Kedua, Marketing harus Bagus
(Saya pikir awalnya kedua hal itu saja yang penting, tapi kemudian ada lagi penentu yang bisa dikatakan sebagai “kehendak langit” )
Ketiga, semoga Politik dunia berpihak padanya.
Produk bagus tanpa marketing bagus, akhirnya seperti HTC atau LG. Produk bagus tidak bisa didengar atau diketahui orang banyak tanpa marketing yang bagus.
CFO HTC pernah berkata produk kami bagus, tidak perlu buang-buang uang untuk iklan televisi yang mahal, nanti orang juga akan tahu. Hasilnya?, banyak dari kita menjadi saksinya.
Marketing bagus dan produk bagus, kunci sukses Samsung menjadi smartphone ranking pertama di dunia.
Kita mungkin tertawa waktu Oppo gila-gilaan bakar duit branding semua toko menjadi hijau dan SPG nya sangat militan.
Kia mungkin tertawa lebih keras waktu Vivo launching disiarkan oleh semua stasiun televisi, ubah channel, Vivo, ubah channel lagi, tetap Vivo, bahkan mungkin ada yang mengira televisinya rusak.
Tapi sekarang kita lihat kedua brand tersebut ada di 5 peringkat teratas brand di Indonesia, dan eksis di top ten global.
Awalnya kita mungkin berpikir, brand China ini produk teknologi kelas dua, buatannya jelek dan mungkin cepat rusak, hanya harganya saja miring. Tetapi Xiaomi dan brand China seperti OnePlus berhasil membuat banyak orang berpikir, barang bagus tidak harus selalu mahal. Harga murah ini memiliki resiko tersendiri sebenarnya, karena tidak ada kesetiaan brand di sini, setiap ada brand lain yang lebih murah, pengunanya akan mudah berpindah.
Tetapi sekarang inovasi-inovasi baru yang belum matang benar sekalipun, banyak ditunjukkan pertama oleh smartphone China, charging super cepat, all screen smartphone, pop up camera, on screen fingerprint, dan lain sebagainya.
Dari semua brand smartphone yang unggul di China, Huawei wajar menjadi yang terbesar, karena fokus dan produknya tidak hanya smartphone. Huawei menguasai jaringan network jelas, 5G siap, punya desain chip sendiri, Kirin atau Hisilicon, IoT, Laptop, dan lain sebagainya.
Memiliki desain chip sendiri ini yang menjadi point penting, yang tidak banyak dimiliki brand China lain, dan kira-kira menjadikannya sekelas dengan brand global penting seperti Apple dan Samsung.
Tentu saja dengan segala pencapaiannya, wajar Huawei juga menjadi jumawa. Demikian juga cara menanggapi ancaman ban dari Amerika.
Saat pertama ancaman ban dimulai dan dunia bereaksi, Huawei membangun narasi bahwa mereka tidak takut dan mereka siap untuk berdiri sendiri.
Mereka sudah siap dengan stok chip yang banyak, karena tau suatu saat mungkin akan dihadang AS.
Dibukalah cerita tentang OS hebat mereka Hong Meng, berbasis micro kernel, yang kemudian menjadi Harmony OS, digadang-gadang sudah siap dan jauh lebih hebat, 60% lebih cepat dari android OS. Bahwa OS ini sudah disiapkan team rahasia Huawei sudah bertahun-tahun lalu untuk menghadapi “bencana” kala berbenturan dengan teknologi barat.
Narasi yang semakin hebat ini dibangun dengan paten nama OS yang didaftarkan di banyak negara, dan Huawei banyak mengirimkan staf nya ke banyak negara, bertemu media dan melakukan workshop tentang Hong Meng OS ini. Juga memperkenalkan ark compiler yang dikabarkan sangat mudah bagi developer android untuk mengubahnya berjalan dengan lebih cepat di Hong Meng. Dikabarkan juga bahwa pihak-pihak teknologi China lain seperti Xiaomi, Tencent, dll sedang menguji pakai OS saingan android ini. Bahkan berseliweran berita bahwa ribuan smartphone dengan Hong Meng OS sudah dikapalkan untuk diuji coba.
Banyak fans dan mereka yang bersimpati terhadap Huawei yakin bahwa Huawei memang sudah siap dan bisa melepaskan diri menjadi pesaing android. Intinya bersaing dengan teknologi dari negara barat atau tepatnya Amerika.
Walaupun banyak juga yang mempertanyakan, sampai saat ini sudah banyak brand besar bersaing dengan andoid dan tidak berhasil membangung ekosistemnya. Nama Samsung dan Microsoft bukan perusahaan yang kalah besar dengan Huawei, di urutan brand penting dunia, kedua nama ini posisinya masih jauh di atas Huawei, dan mereka tidak berhasil membuat OS dan ekosistem yang menyaingi android. Blackberry yang sempat menjadi sangat terkenal pun akhirnya tewas oleh android.
Mungkin saja harapan banyak orang Huawei bisa menyaingi android, karena terbukti di China tanpa Google pun mereka sanggup berkembang sangat bagus. Banyak juga yang berharap brand-brand China ini bersatu dan bersama menggunakan Hong Meng OS untuk menjadi lawan android.
Tapi mungkin banyak yang tidak menyadari, kalau saja Google dkk tidak di ban di sana, belum tentu Weibo, Baidu, Youku, dkk sebagai aplikasi alternatif pengganti twitter, google search, youtube, dkk bisa berkembang sebaik sekarang. Semua bisa berkembang karena bantuan proteksi dari negara.
China sendiri mendapat dua keuntungan dengan melakukan proteksi great firewall ini, selain ekosistem aplikasi dalam negerinya berkembang bagus dan bisa berdiri sendiri, faktor penting lainnya bisa mengamati penggunanya, atau bahasa mudahnya bisa melihat apa saja yang dilakukan warganya di internet. Hal yang menjadi sulit ketika aplikasi asing yang digunakan dengan enkripsi, lokasi server, dan remeh temeh yang belum tentu bisa mulus diminta datanya oleh pemerintah.
Berbeda dengan CEO Ren Zhengfei yang lebih kalem dan bicara lebih hati-hati tentang Huawei dan Hong Meng nya, beberapa petinggi Huawei lain lebih vokal.
Misalnya Richard Yu yang selalu menjadi one man show saat launching produk Huawei, karakternya lebih impulsif bercerita tentan Hong Meng dan strategi Huawei menghadapi ban Amerika. Ia yang memberi banyak harapan bahwa Hong Meng sudah sangat siap, bahkan banyak mengumbar tentang Hong Meng yang bisa menjadi super OS, jalan di semua device dari laptop, tablet, smartphone, hingga IoT.
Disetiap launching produk Huawei, Richard Yu ini juga tak segan-segan menyelipkan sindiran dan perbandingan dengan brand lain, terutama iPhone dan Samsung.
Sindirannya seringkali memang lucu, seperti memamerkan foto galaksi bintang yang sanggup ditangkap P30pro sementara smartphone Samsung tidak, dengan kata, “Galaxy smartphone which cannot see the galaxies”.
Atau saat launching terakhir Mate30 series, mem-bully iPhone 11 pro yang dikatakan desain kamera nya mengikuti desain Huawei dengan kotak bujur sangkar. (Padahal kalau dibalik dari depan, semua akan ingat notch poni depan itu desain iPhone)
Tetapi cara marketing dengan membandingkan produknya lebih superior dari brand di atasnya ini, ternyata memang hal yang wajar di China. Semua brand China melakukannya. Dari sisi marketing ini memang untuk menarik perhatian atau mengungkapkan produk mereka juga tidak kalah bagus dengan produk yang sudah lebih dahulu dikenal banyak orang.
Semua juga bisa jadi terinspirasi dengan Samsung, karena cara ini juga yang digunakan Samsung sebagai marketing untuk menarik perhatian pengguna dengan mem-bully Apple di masa-masa awal sampai berhasil menjadi nomor satu.
Bahkan saat launching iPhone 11, Apple juga akhirnya membandingkan kekuatan chipnya terhadap brand seperti Samsung dan Qualcomm untuk menarik perhatian, hal yang jarang dilakukan Apple, karena biasanya Apple hanya membandingkan kemampuan iPhone barunya dibanding iPhone sebelumnya.
Seringkali juga marketing yang dibangun Huawei ini membuat banyak orang berkesan teknologi yang dicapainya leap forward dari brand lain.
Misalnya tentang kemampuan prosesor Kirin-nya yang saat launching mengungkapkan benchmark-benchmark yang fantastis.
Atau saat memulai narasi tentang teknologi GPU Turbo.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari narasi-narasi yang membuat orang-orang menjadi kagum, dan angka-angka yang disajikan juga memiliki dasar, hanya narasi tersebut dibangun tidak dengan kejelasan yang proper.
Misalnya semua orang akan mengira GPU Turbo yang diceritakan menaikkan kemampuan GPU 60% oleh Richard Yu, akan berpikir, ini luar biasa, sebuah tuning software bisa mengalahkan kemampuan hardware. Karena orang-orang akan berpikir GPU Turbo ini saat On langsung mem-boost kemampuan smartphone yang sama, naik 60%.
Ternyata setelah heboh lama, baru terlihat dicantumkan dalam keterangan dengan bintang dan tulisan kecil di web, GPU Turbo 60% adalah kenaikkan yang diukur dengan perbandingan kemampuan prosesor tahun lalu Huawei, bukan seperti yang orang-orang pikirkan, tuning software dengan AI yang hebat.
Prosesor atau SoC Kirin juga biasanya menjadi jawara dalam waktu singkat saja, karena dikeluarkan sebelum SoC baru dari Qualcomm atau Samsung diperkenalkan.
Sekarang dunia mulai berpikir, narasi yang dibangun Huawei menghadapi Amerika ini kemungkinan sebagian besar hanya bluffing atau gertak balik.
Ketika Amerika memberi kelonggaran 3 bulan atau 90 hari bagi Huawei dan perusahaan teknologi Amerika untuk bisa menyelesaikan kontrak-kontrak bisnisnya yang sedang berlangsung, Huawei pun sedikit mereda membangun narasi.
Ketika berlangsung pertemuan G20. Presiden Trump mengumumkan ban terhadap Huawei segera dicabut dan bisnis bisa dilanjutkan, CEO Huawei mulai mengatakan bahwa mereka lebih memilih android dibanding Hong Meng setelah sebelumnya yakin akan Hong Meng atau Harmony OS.
Kemudian Hong Meng seperti menara dibuat dari susunan kartu, ketika angin sepoi-sepoi berhembus dari pihak Amerika, banyak kartunya bergoyang, jatuh, dan terbuka, bahwa Hong Meng sama sekali belum siap untuk menjadi OS smartphone. Hong Meng OS lebih siap untuk IoT (Internet of Things)
Bahkan Ark compiler-nya saat diuji, tidak berhasil meng-compile aplikasi dari android, bahkan aplikasi dasar dari Huawei sendiri.
Bisa jadi hal ini juga yang membuat kita tidak pernah mendengar dukungan atau kesaksian dari pihak Xiaomi atau lainnya, yang awalnya dikabarkan menguji coba OS ini.
Banyak yang sampai sekarang mengira, ucapan Presiden Trump saat acara G20 summit sudah mengakhiri ban Amerika terhadap Huawei.
Ternyata Presiden Trump pun ahli dalam membangun narasi.
Ketika akan bertemu dan berunding dengan Presiden China, Presiden Trump sudah buka suara mengangkat ban terhadap Huawei. Urusan blokir ditangguhkan lagi untuk kedua kali, 90 hari dengan tambahan 90 hari lagi. Semua senang.
Tetapi ternyata ada syarat yang harus dilewati, yaitu semuanya butuh izin dari “kementerian” Amerika yang berurusan dengan hal ini, untuk ditimbang apakah pengajuan kerjasama atau lanjutan jual beli teknologi tidak membahayakan negara Amerika.
Belum lagi grup dari partai Republik mengatakan jika Presiden Trump mudah memberikan kelonggaran, maka ke depan tidak akan ada lagi yang percaya dengan ban dari pemerintah Amerika.
Ternyata dari 130 izin yang sudah diajukan berbagai pihak perusahaan teknologi di Amerika untuk melanjutkan kerjasama dengan Huawei, tidak ada 1 pun yang diloloskan pemerintah Amerika.
Jadi hasil akhirnya kita melihat bahwa saat Huawei memperkenalkan flagship barunya, Mate30 series, Google tidak memberikan izin untuk penggunaan GMS, atau Google Mobile Service.
GMS versus HMS
Walaupun android adalah operating system yang open source, kerjasama dari berbagai pihak yang dikomandoi oleh Google, tetapi aplikasi Google yang sering disertakan di dalamnya seperti Google Play Store, Gmail, Google Maps, Youtube, dll, adalah milik Google.
Aplikasi-aplikasi Google tersebut sering disebut dengan GMS, Google Mobile Service, bukan bagian yang otomatis tergabung dengan OS android atau boleh dengan bebas digunakan semua pihak. GMS ini butuh ijin khusus atau sertifikasi dari Google.
OS android sendiri benar open source, bisa digunakan siapa saja, bahkan bisa diubah tampilannya sama sekali tidak mirip android asli, atau yang sering disebut dengan fork OS android. Contohnya dilakukan oleh Amazon, yang menamakan OS-nya Fire OS.
Open source android ini lebih dikenal sebagai AOSP, android open source project.
Huawei sendiri sebenarnya masuk dalam anggota OHA, atau Open Handset Alliance, dimana anggota OHA ini akan mendapat prioritas untuk bekerjasama secara dekat dengan Google. Misalnya saat android 10 akan dikeluarkan, berbagai vendor OHA ini akan menerima sample dan kerjasama dekat dengan Google untuk mempersiapkan OS baru ini, menerima berbagai patch security, dan lain sebagainya.
Dengan ban Amerika, hubungan kerjasama ini tidak bisa berlanjut, nantinya kalau tekanan terus dilakukan pemerintah Amerika makan Huawei tetap bisa menggunakan OS android, tetapi versi AOSP, tidak mendapat prioritas lagi untuk mencobanya di awal. Demikian juga Huawei harus mempersiapkan sendiri patch-patch securitynya.
Dengan kondisi ini, kemungkinan dari sisi update OS, Huawei akan menjadi tertinggal dibanding brand lain.
Tanpa GMS walau tidak berpengaruh di China yang sudah sejak lama mem-ban Google, akan sangat berpengaruh di luar China yang sebagian besar sudah terbiasa menggunakan layanan Google. Pasar China memang sangat besar, tetapi sekarang sudah mulai saturasi, untuk bisa meneruskan cita-cita menjadi nomor-1, Huawei harus tetap memasarkan produknya secara global.
Dengan adanya ban dari Amerika, pasar Eropa yang sedang menjadi pasar favorit Huawei di luar China, sudah segera terpengaruh. Laju pertumbuhan penjualan smartphone Huawei di negara-negara Eropa drop.
Saat launching Mate30 series, Huawei tetap jumawa mengatakan pasarnya tetap tumbuh bagus di Q1 2019. Bisa jadi ini karena pasar Huawei di China yang tumbuh karena sentimen nasionalisme. Mungkin riset independen lain akan mengungkapkan bagaimana performa Huawei di Q3 2019 ini.
Di saat launching ini juga Huawei menjelaskan tentang HMS, Huawei Mobile Service, menggantikan Google Mobile Service, dan mengajak para developer untuk sama-sama membangun ekosistem aplikasi untuk Huawei dengan dana besar yang disediakan Huawei.
Butuh waktu untuk kita tahu apakah Huawei akan lebih baik dari usaha Samsung dan Microsoft membangun ekosistem sendiri.
Untuk Indonesia sendiri, tanpa GMS juga tantangan berat, karena banyak aplikasi favorit bergantung dengan aplikasi Google. Misalnya gojek dan grab, tanpa google maps, aplikasi ini tidak bisa jalan. Juga berbagai aplikasi olahraga, bergantung pada peta Google. Aplikasi makanan dan posisinya juga bergantung dengan peta Google.
Belum lagi ketergantungan akan Youtube dan Play store.
Aplikasi seperti WA bisa diinstal via market lain atau file mentah .apk , tapi ketika kita berbagi posisi, WA juga menggunakan google Map. Repot kan? Demikian juga Facebook dkk.
Intinya, kebanyakan dari pengguna smartphone mau nyalakan dan langsung gunakan, tidak mau repot-repot. Banyak yang bilang, apa susahnya sih install apk, apa susahnya sih install aplikasi Google?
Pertama ya jawabannya walau tanpa GMS, mudah bagi sebagian kecil orang menginstall sendiri apk dkk, tetapi sebagian besar akan bilang ini ribet. Kecuali tidak ada pilihan brand lain yang tidak ribet, orang-orang baru akan berusaha mencoba. Kenyamanan adalah hal yang mahal.
Kedua, walaupun sekarang ini banyak yang pengalaman bawa smartphone dari China yang tanpa aplikasi Google kemudian tinggal install saja apk nya sekejap beres, ternyata untuk Huawei yang baru tidak semudah itu Ferguso.
Saya berkali-kali mendapat smartphone dari China langsung tanpa GMS, benar sangat mudah menginstalnya. Bahkan waktu saya bawa Honor dari China, di store bawaannya sudah disiapkan apk google play store. Tinggal klik, play store terinstall, kemudian tinggal install gmail, map, dkk dari play store.
Mengapa kita mudah menginstall aplikasi Google di smartphone yang dibawa dari China? Memang beda di Huawei yang baru ini?
Brand-brand China seperti Xiaomi, Vivo, Lenovo, Oppo, dkk, semua punya lisensi Google walau di negara mereka tidak digunakan. Mereka juga memasarkan smartphone yang sama untuk pasar global, bedanya pada pasar global ditambahkan GMS.
Jadi pada OS mereka sebenarnya sudah ada “stub binaries” , atau kode rintisan yang membawa sertifikasi google di dalam OS nya.
Dengan cara ini, tinggal menginstalkan apk dari Google, maka kode rintisan ini akan otomatis aktif, dan smartphone tersebut menjadi layaknya smartphone global dengan GMS.
Pada kasus setelah band Amerika ini, Huawei tidak boleh memasukkan stub binaries ini di dalam OS nya.
Seperti dikatakan selalu akan ada cara untuk menginstall GMS, ditemukanlah metode yang mudah tanpa harus root, yaitu menginstall binaries ini lewat apk dari LZPlay.
Izin yang diminta LZplay ini mendekati izin untuk root, cukup berabe sebenarnya dari sisi security, tapi ini jauh lebih mudah dibanding harus root. Dan aplikasi-aplikasi Google pun berjalan dengan baik. Hanya saja memang tidak semua berlangsung mulus, aplikasi seperti Netflix harus menggunakan versi sebelumnya untuk bisa berjalan, demikian juga beberapa aplikasi lain.
Sementara ini untuk root, Huawei sendiri masih dalam kondisi tidak mengizinkan bootloadernya untuk di unlock, tanpa izin ini, akses root tidak bisa didapat. Setelah kejadian Mate30 series ini, Huawei berpikir untuk mengizinkan kembali devicenya boleh di root.
Tapi ya sepertinya “kuasa dari langit” belum berpihak terhadap Huawei.
Seorang dev dari Magisk yang ngurusin root, mencoba melihat lebih jauh sertifikasi dari LZplay ini dan menuliskan temuannya di blog medium.
Ternyata pada OS Huawei di Mate30 , ada sertifikasi API yang tidak ada di android manapun, dan untuk LZplay ini bisa berjalan, yang biasanya disertifikasi Google, ternyata mendapat sertifikasi khusus dari Huawei.
Dari sini terlihat Huawei ada kemungkinan memang membuka backdoor untuk pihak ketiga tanpa izin proper dari Google untuk bisa menyisipkan aplikasi Google.
Temuan ini segera berimbas dengan down-nya web LZplay, yang kemudian berimbas failed nya safetynet test pada smartphone Huawei Mate30 series untuk menjalankan GMS.
Huawei langsung mengomentari bahwa tidak ada kerjasama antara Huawei dan LZplay.
Safetynet test ini bisa kita unduh dan coba dari google play store untuk memastikan apakah device kita menggunakan OS yang memiliki sertifikasi untuk menjalankan Google Play Services.
https://play.google.com/store/apps/details?id=org.freeandroidtools.safetynettest
Biasanya OS yg sudah di tampered , custom rom atau root, akan failed.
Tampered, root atau custom rom juga biasanya berimbas pada aplikasi-aplikasi yang membutuhkan keamanan tinggi, misalnya perbankan, yang biasanya tidak akan bisa dijalankan.
Sampai saat cerita ini ditulis, belum ada perkembangan apakah ada workaround baru agar Huawei Mate30 series bisa menginstal lagi GMS. Tetapi kabarnya workaround dengan metode yang sama tetap jalan dan safenet test failed karena masalah di EMUI Huawei.
Juga saat Huawei launching terakhir, Richard Yu juga memastikan bahwa sebenarnya mereka sudah mempersiapkan OS Huawei yang standar sudah dengan GMS, kalau-kalau ban Amerika diangkat, sudah bisa langsung disebarkan.
Jalan lain yang sekarang bisa ditempuh untuk menginstal GMS mungkin adalah dengan memberikan akses root dan membiarkan pihak ketiga untuk membuat custom ROM.
Rooted device juga bukan untuk semua orang sebenarnya, selain prosesnya lebih berbelit, juga membuka akses ke sistem lebih dalam, dan memiliki resiko keamanan lebih tinggi.
Jadi ya cara terbaik saat ini supaya Huawei bisa terus maju, ya semoga urusan perang dagang Amerika dan China segera berakhir.
Ini kita baru membahas soal OS saja sudah pelik, belum membahas peliknya nanti urusan lisensi hardware jika harus buat lagi chip sendiri dengan open source Risc-V, kalau ban Amerika berlarut-larut. Pemerintah Amerika sudah memberikan isyarat kalau sesudah 2x perpanjangan waktu untuk kelonggaran @90 hari ini, tidak akan ada lagi perpanjangan ketiga.
Tapi ya siapa tau kejadian ini juga bisa mendorong China untuk lebih mem-push daya saingnya dalam kemampuan membuat chip dan melepaskan ketergantungan dari Amerika, walau proses ini tidak bisa segera atau cepat terwujud. Mungkin mereka harus punya Bandung Bondowoso untuk membuatnya sangat cepat.
Huawei sendiri dikabarkan tetap akan memasarkan Huawei Mate 30 series yang baru ke negara-negara global lain, walau tanpa GMS. Dalam waktu dekat, akan mampir di negara tetangga kita, Singapura. Entah dengan Indonesia.
Saat ini masih terjadi perundingan antara Amerika dan China, yang kalau keduanya sepakat, semua kerepotan ini bisa berakhir.
CEO Huawei Ren Zhengfei baru saja berkata bahwa dalam 2-3 tahun lagi, Huawei akan benar siap untuk terlepas dari teknologi Amerika. Yang berarti Hong Meng OS akan berjalan dan mungkin juga dengan desain arsitektur chip yang baru.
Tetapi dikata terakhirnya, Mr Ren tetap berkata bahwa semoga saja kesalahpahaman bisa berakhir dan mereka akan tetap memilih menggunakan android OS.
Sedangkan CEO Richard Yu berkomentar lain saat ditanya mengapa Huawei Mate30 menggunakan AOSP android, tidak menggunakan Hong Meng atau Harmony OS.
Dengan tetap yakin, Ia menjawab bahwa Harmony OS sudah siap dikeluarkan di beberapa negara, tetapi Huawei merasa hubungan baik dengan Google harus tetap dijaga, karena itu mereka menunda peluncuran smartphonenya dengan Harmony OS. Benar-benar seorang marketing handal.
That’s all folks, have a nice day.