5G FOR DUMMIES

“ Ngapain ngomongin 5G? 4G saja belum merata, kecepatannya juga masih naik turun, beresin dulu 4G, baru kita ngobrolin 5G! ”

Bicara 5G, kita ini memang seperti meraba-raba dalam gelap. Benak kita penuh asumsi. Kita berpikir internet cepat tentu menyenangkan, tapi apa yang saya punya sekarang belum cukup?

Apa 5G ini sekedar internet generasi baru yang lebih cepat. Lah sehari-hari saya paling pakai internet untuk WA dan media sosial saja kebanyakan, apa perlu 5G?

Baru dengar istilah 5G saja, kita sudah puyeng dan menumpuk lebih banyak pertanyaan dari apa yang bisa dimengerti dari seliwerannya berita di media tentang operator di Indonesia yang sudah memulai jaringan 5G.

Untuk itu mari kita bahas 5G, semoga bisa dengan bahasa yang lebih ringan, dan mudah dimengerti. Saya harap semua sabar membacanya, dan semoga setelah sampai akhir artikel ini, kalian lebih mengerti soal 5G dari 99% orang Indonesia lain 🙂

The Basic

5G itu mudahnya diterjemahkan sebagai jaringan generasi ke 5. Sering juga disebut 5G NR (New Radio).

 Setiap generasi jaringan ini, seperti 3G, 4G, dan sekarang 5G, biasanya umurnya sekitar 1 dekade atau 10 tahun, dari mulai berlaku komersial hingga berganti ke generasi selanjutnya.

Misalnya jaringan 4G mulai dipasarkan 2009, dan di 2019 kemarin jaringan 5G mulai digelar dan diperkenalkan secara komersial.

Makanya sekarang walau kita baru mulai 5G, kita sudah mendengar berita, seperti Samsung sedang mengembangakan 6G, karena memang development jaringan baru ini butuh waktu, dan 6G ini walau ada yang menulis “ lupakan 5G, sekarang 6G sudah sedang disiapkan ”, sebenarnya baru akan diluncurkan nanti mendekati tahun 2030.

Setiap generasi jaringan akan membawa kemajuan teknologi yang baru, contohnya:

 1G atau generasi pertama , sekitar tahun 1980, membawa telepon untuk bicara dengan teknologi analog, atau analog voice.

2G generasi kedua ini di 1990 mengubah analog voice menjadi digital

3G generasi ketiga ini di tahun 2000 memperkenalkan teknologi data, era internet lewat telepon dimulai

4G generasi yang umum kita gunakan sekarang membawa teknologi broadband, atau pita lebar untuk berkirim data besar dengan simultan

 Pengembang teknologi 5G ini banyak, misalnya Samsung, Qualcomm, Nokia, Ericsson, dll.

Agar semuanya bisa berjalan beriringan harus ada standarisasi. Maka ada badan standarisasi yang diakui bersama, namanya 3rd Generation Partnership Project atau sering disebut 3GPP.

Ini beberapa karakteristik yang dimiliki jaringan 5G:

“5G memang lebih cepat 10-20 kali lipat dari 4G, tetapi bukan itu satu-satunya kelebihannya sampai harus digelar.”

Tapi sebelum kita bicara bagian lain 5G, kecepatan ini memang yang paling mudah dirasakan. Kecepatan yang tinggi membuat pekerjaan kita yang sekarang bergantung banyak di internet, dari video call, kolaborasi cloud, mengirim dan mengunduh file, streaming, dan lain sebagainya akan jauh lebih lancar, lebih cepat, dan dengan resolusi tinggi.

Sedikit teknis, kita akan sering mendengar istilah massive MIMO, MIMO sendiri multi input multiple output. Prinsip sederhananya begini, jaringan 5G akan punya bandwidth yang lebar, sama seperti sungai yang lebar dimana banyak orang bisa memasang pipa di sana untuk mengambil airnya.

 Dengan massive MIMO kita tidak terbatas hanya bisa memasang satu pipa untuk mengambil air, tetapi bisa langsung beberapa pipa, sehingga dalam waktu singkat bisa mengisi kolam kita.

Massive MIMO ini yang berkontribusi besar terhadap kecepatan di 5G, misalnya film full HD yang biasa kita download selama 10 menit di 4G, akan bisa di download dalam 20 detik di koneksi 5G.

 5G latency kecil

Ini karakter 5G yang menonjol berikutnya, latency kecil.

Latency itu seperti delay, seberapa cepat dari input diberikan hingga menjadi output.

Jaringan 5G akan memiliki latency yang kecil, biasanya di bawah 10ms (mili second),

Mungkin kalian pernah menonton film Guardian of The Galaxy vol.2 , dimana ada ratusan Sovereign drone ships mengejar dan menembaki pesawat GoTG, karena Rocket Racoon mencuri beberapa buah baterai anulax milik mereka.

Ternyata drone ships ini tidak ada pilotnya langsung, tetapi dikendalikan dari planet Sovereign.

Nah bayangkan ketika dari jarak sedemikian jauh, ada delay besar koneksi antara pilot di planet dengan pesawat drone, saat diperintah belok, atau menembak, baru dilakukan beberapa saat kemudian karena latensi yang besar.

Ini mirip dengan kita main game online, dimana latensi berbeda puluhan ms saja bisa membedakan kemenangan atau kalah.

Sovereign drone ships control

 Apa gunanya nanti latensi kecil ini? Sangat banyak, tidak hanya untuk bermain game, drone yang sekarang terbatas jarak terbangnya karena batas jangkauan radio, bisa diterbangkan dari mana saja di area yang tercover 5G. Mesin-mesin industri di Cikarang Bekasi, bisa dikendalikan dari Korea Selatan. Dokter di Singapura bisa melakukan operasi pasien di Bali dengan robot medis, dan lain sebagainya.

Robot Industri

Daya tampung jaringan yang besar

Kita menyadari semakin hari semakin banyak pengguna smartphone. Tidak hanya smartphone yang perlu terhubung ke jaringan, masih ada lagi device-device lain yang lebih banyak, yang kita kenal sebagai IoT atau Internet of Things. Ini bisa laptop, PC, smartwatch, security di rumah, dan lain sebagainya.

 Jaringan 4g dalam 1KM persegi area dapat menampung 100.000 koneksi. Di daerah yang padat seperti Jakarta, 100 ribu koneksi per KM persegi ini “sedikit”, karena selain padat penduduknya, satu orang bisa memiliki banyak device yang terhubung ke internet.

 Bayangkan nanti negara kita pasti akan berkembang ke ranah digital yang lebih maju, seperti smart city, dimana koneksi dibutuhkan untuk kendaraan umum, kamera CCTV, meteran air, lampu penerangan jalan, ambulan, dll. Semua peralatan ini terhubung ke jaringan, dan koneksi 4G akan kolaps karena tidak sanggup menampungnya.

Bagi yang sering nonton bola, misal ke stadion GBK, atau saat konser besar, coba perhatikan, seringkali koneksi data bahkan telepon sangat sulit kan? Ini karena sedemikian banyak orang berkumpul di satu tempat, berebut koneksi 4G yang terbatas.

Acara Konser di Stadion

“Jaringan 5G akan memiliki daya tampung koneksi 10 kali lebih banyak, jadi 1juta device bisa terhubung dalam 1KM persegi.”

Ini akan mencukupi keperluan koneksi kota dengan penduduk yang padat.

Memang 5G ini membawa banyak istilah, singkatan, dan penjabaran teknologi baru yang sering membingungkan, tetapi sebenarnya bisa dijelaskan dengan lebih sederhana kalau kita mulai mengerti prinsip penerapannya.

Tiga Frekuensi

Sama seperti peralatan wireless lain, untuk saling terhubung butuh menetapkan frekuensi. Misalnya saat pulang dari kerja, kita ingin menikmati berita pendek, lagu, dan informasi kemacetan, di Jakarta biasanya para pengendara tuning di radio Elshinta, berarti harus men-set radionya di 90FM.

Demikian juga jaringan 5G memiliki memiliki frekuensi yang digelar operator, dan peralatan atau device kita harus memiliki frekuensi 5G yang sama untuk bisa tersambung dengan jaringan 5G operator tersebut.

Sedikit kendala, karena pemerintah tidak menetapkan frekuensi 5G secara nasional, tetapi membebaskan operator memilih frekuensi sendiri, maka pada tahap awal 5G ini, tidak berarti semua smartphone berlabel 5G bisa tersambung dengan operator, akibat perbedaaan frekuensi 5G antara operator dan smartphone yang tidak sama.

Pada dasarnya jaringan 5G yang lengkap berjalan di 3 kategori frekuensi.

Pertama Frekuensi sangat tinggi, di atas 6 GHz, atau untuk 5G lebih tepatnya di atas 24 GHz

Frekuensi ini tidak dimiliki oleh jaringan 4G, cenderung lebih bebas karena jarang ada peralatan menggunakan frekuensi setinggi ini. Frekuensi tinggi ini sering disebut dengan istilah mmWave. Karakternya sangat cepat mengantarkan data karena frekuensi tinggi dan bandwidthnya besar.

 Tetapi jarak jangkauannya pendek, dan mudah putus jika terhalang, bahkan oleh daun sekalipun. Sehingga dinding juga halangan untuk mmWave 5G menembus ke dalam rumah.

 mmWave ini sering disebut sebagai real 5G karena kecepatan dan latensinya yang sangat kecil. Belum banyak negara menggelar jaringan 5G dengan frekuensi sangat tinggi ini, beberapa yang sudah Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, dan beberapa operator Eropa.

mmWave ini sangat cocok digelar di area yang padat dengan pengguna internet yang memang membutuhkan kecepatan tinggi. Kalau di Jakarta mungkin di area SCBD, daerah perkantoran dengan banyak bangunan tinggi dan pengguna internet yang masif.

 Berbeda dengan antena jaringan biasa yang sering kita lihat di atas tower, untuk kebutuhan mmWave dengan jangkauan pendek ini bisa dilengkapi banyak antena kecil, yang menghadap ke banyak arah untuk coverage.

 Antena kecil ini tidak perlu tower khusus, bisa digantung di mana saja, di lampu jalanan, di reklame iklan, pada dinding gedung, pada balkon, dan lain sebagainya.

Antena 5G bisa Menumpang pada Tiang Lampu Jalan

 Untuk bisa terhubung mmWave ini mengharuskan antena mengarah ke device langsung atau line of sight. Jadi saat kita berjalan, antena bisa mengikuti dengan cara berpindah ke antena lain yang banyak itu, dan ini di sisi smartphone juga membutuhkan multiple antenna, agar smartphone bisa berpindah arah untuk terhubung dengan antena. Cara ini sering dikenal sebagai Beamforming.

Sekarang ini operator Indonesia yang sedang menguji 5G di mmWave ini adalah Smartfren di 26 GHz atau 28 GHz, dengan target utama Industri. Karena untuk smartphone, sementara ini smartphone 5G yang resmi masuk Indonesia belum ada yang support mmWave.

Frekuensi Menengah dikenal sebagai Sub-6, ini yang paling banyak digelar di dunia, termasuk di Indonesia. Ini adalah frekuensi 5G antara 1-6 GHz. Sub-6 sendiri berarti di bawah 6, maksudnya 6 GHz.

Karakter dari frekuensi 5G Sub-6 ini jangkauannya cukup jauh, dan kecepatannya cukup tinggi, jadi dianggap frekuensi yang pas untuk menggelar awal 5G.

Kalau kita bayangkan mmWave digunakan di pusat kota Jakarta, Sub-6 ini cocoknya digunakan di pinggiran Jakarta dan terus melebar ke kota-kota sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dll. Kebanyakan kota-kota di Indonesia ini cocok dengan karakter frekuensi Sub-6.

Pembagian Area dan Frekuensi 5G

Di Indonesia operator pertama yang release 5G secara komersial, Telkomsel, menggunakan frekuensi Sub-6 ini di 2.3 GHz dengan sistem NSA, sementara ini masih di 9 kota di Indonesia, dan itupun masih lokasi tertentu.

Apa itu NSA? Istilah ini akan sering kita dengar kalau bicara soal 5G. NSA itu Non-Stand Alone. Jadi jaringan 5G belum murni seluruhnya menggunakan jaringan 5G baru, tetapi sebagian masih memanfaatkan jaringan atau perangkat 4G.

NSA pada Telkomsel mengharuskan smartphone kita memiliki frekuensi 2.3GHz untuk 5G dan 1.8 GHz untuk 4G, karena control plane-nya masih di perangkat 4G.

Jika seluruh jaringan memang dibangun baru untuk 5G, maka istilahnya SA atau Stand Alone.

NSA dilakukan agar 5G bisa segera digelar dalam waktu yang singkat dan tidak terlalu besar biayanya, karena SA membutuhkan waktu untuk membangun infrastruktur baru.

Tetapi nanti ketika 5G sudah berkembang, maka mau tidak mau harus tetap beralih ke SA untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Indosat juga sudah menggelar jaringan 5G nya dengan rencana awal di 5 kota, dan baru-baru ini digelar di Solo. Frekuensi yang dipilih 1.8 GHz. Demikian juga XL berencana menguji coba jaringan 5G nya dengan frekuensi yang sama 1.8GHz dan 2.1 GHz.

Kalau Telkomsel menggunakan NSA, Indosat dan XL akan menggunakan DSS untuk 5Gnya.

DSS atau Dynamic Spectrum Sharing ini adalah cara paling cepat menggelar 5G, karena menggunakan infrastruktur 4G yang sudah ada. Jadi dengan DSS, operator tidak perlu membuat jaringan baru, tinggal secara paralel membagi jaringan 4G yang sudah ada dengan 5G, menggunakan antena yang berbeda.

Disebut Dynamic karena persentase antara 4G dan 5G nya bisa diatur atau diubah dengan mudah, misal 40% 4G dan 60% 5G, dan saat nanti pengguna 5G semakin banyak bisa diubah persentase 5G nya lebih tinggi.

Frekuensi Rendah

 Di area rural atau pedesaan, dengan penduduk sedikit dan saling berjauhan, frekuensi 5G yang paling cocok adalah di bawah 1GHz. Frekuensi rendah ini karakteristiknya jarak jangkauannya sangat jauh, tetapi kecepatannya tidak tinggi.

Saat ini operator kita sedang mengincar frekuensi rendah ini, terutama frekuensi 700 MHz, tetapi harus menunggu pemerintah mengosongkannya, karena frekuensi rendah ini masih digunakan oleh TV analog. Makanya kita sekarang dengar program pemerintah, kalau era TV digital sudah dimulai, dan nanti di akhir tahun 2022, TV analog akan dihapus. Frekuensinya nanti akan digunakan untuk 5G Low frequency.

Kesimpulannya untuk bisa jalankan 5G yang optimal, operator perlu setidaknya ada di 3 frekuensi ini:

High Frequency di atas 6 GHz atau tepatnya di atas 24 GHz yg dikenal sebagai mmWave

Mid Frequency di 1 GHz – 6 GHz untuk jangkauan yang  cukup jauh dan kecepatan yang tinggi 

Low Frequency di bawah 1 GHz untuk menjangkau area yang luas di pedesaan walau kecepatannya tidak tinggi.

Oh ya, sama seperti channel TV sering disebutkan kodenya dibanding frekuensinya, misal channel 11, demikian juga penamaan frekuensi 5G sering bukan dengan frekuensinya tetapi band nya.

Kalau jaringan 4G kode band nya huruf B, misal B1 adalah 2100 MHz, B3 adalah 1800 MHz, pada jaringan 5G kodenya huruf N.

Misal Telkomsel di 2300 MHz (2.3 GHz), maka bandnya N40.

Indosat di 1800 MHz, maka bandnya N3.

XL di 2100 MHz, maka bandnya N1

Smartfren di 26 GHz, maka bandnya N258

Daftar band ini bisa di googling jika ingin tahu lebih detail

 Bagaimana dengan nasib 4G? Apakah akan tergantikan oleh 5G?

Jawabnya tidak, 4G akan menjadi backup utama dari 5G dan kecepatannya akan semakin tinggi juga. Ketika 5G tidak ada sinyal, maka koneksi akan otomatis pindah ke 4G. Oleh karena itu 4G juga harus semakin cepat, agar saat perpindahan ini kecepatannya tidak terlalu “jomplang”.

Saat 5G sudah lebih merata, yang mungkin hilang adalah jaringan 3G dan 2G. 3G karena kecepatan internetnya sudah di cover atau tergantikan 4G, 2G karena voice analog akan digantikan oleh VoLTE atau Voice over LTE dan Voice over 5G, atau secara digital. 

 Mengapa 5G Diperlukan

 Kehadiran 5G diiringi juga dengan berbagai isu, dari hal negatif dan positif yang benar akan terjadi, hingga hal yang sekedar teori konspirasi.

Bukan hanya di negara berkembang, di negara maju seperti Inggris sekalipun banyak kejadian teori konspirasi, sehingga beberapa tower BTS 5G dibakar, dikira menyebarkan corona virus. Padahal 5G adalah frekuensi radio, bagaimana bisa membawa virus yg hidup.

Sebelum itu banyak burung yang mati juga dikabarkan terpapar 5G, padahal akibat iklim dan badai.

Teori Konspirasi Menuduh Kematian Burung2 Karena 5G

Sebenarnya apa yang ditakuti orang adalah kedekatan 5G dengan AI (Artificial Intelligence) akan mengubah banyak industri yang dulu pekerjanya manusia menjadi tergantikan oleh robot.

Demikian juga pekerjaan-pekerjaan yang repetitif, akan digantikan dengan mesin digital, seperti buruh pabrik hingga teller bank, bahkan hingga customer

5G akan mengubah kota menjadi smart city, tidak akan ada lagi pekerjaan seperti pencatat meteran air dan listrik, supir kendaraan umum, pengantar makanan, dll.

Ini membuat orang takut banyak pekerjaan akan hilang.

Tetapi sebenarnya 5G juga akan menghadirkan pekerjaan-pekerjaan baru yang sebelumnya tidak ada, sama sebelumnya kita tidak terpikir kalau uang bisa menjadi digital, makanan bisa dipesan lewat smartphone dan diantar, angkutan pribadi tidak hanya taksi, toko digital yang semua barang ada, di era 4G LTE sekarang ini.

Diperkirakan dengan 5G akan ada 22.8 juta lowongan pekerjaan yang berhubungan dengan operator, kreator konten, app developer.

Studi mengatakan hingga tahun 2035, output nilai ekonomi yang dihasilkan 5G, USD 13.1 Triliun.

5G akan memberi impact pada individual hingga negara. Jadi kalau kita tidak turut segera menggelar, kita akan tidak kebagian “kue ekonomi” tersebut.

Secara individual kita bisa bekerja lebih efisien dengan internet yang cepat, besar internal storage smartphone tidak terlalu penting lagi karena akses data ke cloud sama cepatnya dengan akses ke internal storage dengan 5G, jadi kita akan lebih mengandalkan cloud storage.

Internet yang ada sekarang membuat meeting virtual kita selama pandemi lewat online, kebanyakan gambarnya seadanya karena koneksi yang tidak cepat, dan itupun masih sering gangguan. Diharapkan dengan 5G nanti meeting kita sudah bisa resolusi bukan sekedar Full HD tapi 4K.

Demikian juga siaran streaming video, 4K dan bahkan 8K akan menjadi tontonan jernih setiap hari.

Untuk menjadi gamer tidak perlu smartphone dengan spek berat, karena kecepatan data dan low latency membuat game-game kelas berat sekalipun, komputasinya akan di server, dan smartphone hanya akan menjadi gamepad dan layar saja.

AR atau Augmented Reality dan VR Virtual Reality akan sangat berkembang dengan kehadiran 5G, karena mereka membutuhkan data yang masif.

Seorang montir motor akan bisa mengerjakan perbaikan seperti di film fiksi ilmiah, dengan kacamata AR, melihat problem, mengidentifikasi kerusakan, membaca manual perbaikan, bahkan dibantu AI.

VR sekarang masih cukup merepotkan, karena untuk menghasilkan gambar yang baik perlu komputer dengan komputasi tinggilewat kabel untuk menyalurkannya ke “kacamata”.

Kacamata XR, Mix Reality

 Dengan 5G nanti semuanya wireless dan lebih bebas, data yang masif bisa dikirimkan sehingga tampilan VR akan seperti dunia aslinya. Ini bisa mengajak orang berpetualang dengan lebih hidup, anak sekolah belajar lebih interaktif, hingga desainer, builder, olahragawan, dll ,bisa memanfaatkannya lebih. Mix reality, gabungan VR dan AR akan bisa melatih banyak orang, dari rescue hingga tentara berperang, menjadi pilot hingga astronot.

Dunia ini yang dikenal sebagai metaverse, akan berkembang pesat berbarengan dengan infrastruktur 5G.

Tingkat kecelakaan akan turun sekitar 80%  karena smart car, bisa saling berkomunikasi mobil ke mobil dengan 5G dan lebih patuh dengan rambu dan aturan. Tidak akan ada kopaja atau angkot ngetem lagi, karena kendaraan umum tanpa supir, dan mobil tanpa pengemudi benar-benar akan terwujud.

Self Driving Car

Kota yang lebih aman dengan penerangan dan kamera pengawas tersambung, hemat energi karena lampu baru menyala ketika ada orang di sana, dan mati ketika tidak ada orang. Smart city akan terwujud dengan semua data terpusat, dari data kependudukan, utilitas,  hingga kesehatan

Bayangkan jika sekarang kita sudah punya 5G yang baik dimana kota kita sudah menjadi smart city. Tidak akan banyak lagi cerita mereka yang isoman terlupakan dan meninggal, karena data kesehatannya dengan IoT dan 5G akan bisa tersambung ke RS dan otomatis memanggil ambulan saat kritis. Dan dengan 5G Ambulan akan bisa berkomunikasi secara otomatis dengan mobil-mobil di depannya, dari jauh sudah bisa melihat ada halangan misalnya kemacetan dengan data kamera yang dikirim oleh mobil di depannya, hingga memilih jalur lain tercepat untuk menjemput dan membawa pasien ke RS terdekat.

Selama dalam perjalanan membawa pasien, petugas medis bisa menggunakan berbagai peralatan medis di ambulan, bahkan dengan kamera resolusi tinggi, untuk langsung terhubung dan tersinkronisasi dengan Rumah Sakit, sehingga ketika tiba di RS diagnosa dan tindakan sudah bisa ditetapkan.

Masih banyak skenario bisa dilakukan karena kehadiran 5G yang memberi impact bagi kehidupan.

Tapi kiranya sampai segini dulu cerita kita tentang 5G, dan sekarang kita sudah tahu kan bagaimana menjawab kalau ditanya: “Internet Cepat untuk Apa?”

Artikel ini pernah diterbitkan untuk Aplikasi Samsung Member di Link ini

Aplikasi Samsung Members diperuntukkan pengguna Samsung untuk berdiskusi dengan komunitas sekaligus terhubung dengan layanan CS dan Service resmi Samsung Indonesia. Bisa diunduh di Google Play di Link Ini

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.