It’s Time for CDMA?
Lebih dari 20 tahun yang lalu, ketika telepon selular mulai diperkenalkan di Indonesia, memiliki sebuah handset telepon selular luar biasa mahalnya. Saat itu jaringan masih lebih banyak bolongnya daripada yang masuk coverage, dengan telepon genggam (lebih tepatnya digenggam 2 tangan 🙂 yang luar biasa besar dan berat, menjadi ciri khas segelintir orang bisnis yang berkantung tebal.
Era setelah NMT (Nordic Mobile Telephone) , dalam waktu singkat berganti ke AMPS (Advance Mobile Phone System) yang kemudian menjadi cikal bakal sistem CDMA (Code Division Multiple Access) yang kita kenal sekarang.
Sebagian besar pemakai selular sekarang, sepertinya tidak pernah merasakan teknologi selular analog jaman dulu yang diusung Mbahnya CDMA, yaitu AMPS. Telepon selular, benar2 hanya untuk menelepon, jangan berharap bisa internet atau social media, SMS pun belum ada:-). Handsetnya sangat mahal, besar, baterainya cepat habis dan lagi coverage sinyalnya buruk. Itu awal teknologi selular yang kita kenal dengan 1G.
Memasuki sekitar tahun 1994, teknologi 2G yang kita kenal dengan GSM (Global System for Mobile communication) diperkenalkan. Ukuran handsetnya yang kala itu awal-awal kebanyakan bermerk Motorola , walaupun cukup besar, tetapi jauh lebih trendi dibandingkan handset AMPS.
Dalam waktu singkat, teknologi baru GSM ini segera menggeser AMPS. Alasan utamanya selain karena bentuk handset yang lebih manusiawi, juga diperkenalkan kartu SIM. Pada AMPS tidak terdapat kartu SIM dan nomor telepon terinject di dalamnya , seringkali sistem keamanannya juga belum bagus, sehingga nomor tersebut bisa diduplikasi ke handset AMPS lain.
Saat itu jangan membayangkan SIM card sebesar micro SIM yang kita pakai pada iPhone dan iPad, atau bahkan ukuran SIM card standard kecil yang kita lepaskan dari induknya yang seukuran kartu kredit. SIM card jaman tersebut betul-betul sebesar kartu kredit. Jadi jangan bayangkan dengan SIM card sebesar itu kita bisa memiliki handset yang kecil dan ramping :-p
GSM semakin berkembang pesat, bahkan memasuki era 3G di tanah air kita. AMPS dengan handset mahalnya hanya tinggal kenangan. Hampir sepuluh tahun kemudian, baru CDMA, penerus teknologi AMPS, disekitar tahun 2002 diperkenalkan.
Butuh perjuangan yang panjang untuk CDMA merebut pasar yang sudah didominasi oleh GSM di Indonesia. Tetapi secara perlahan , operator CDMA yang memperkenalkan tarif telepon yang lebih murah, terutama untuk jaringan lokal, mulai banyak diminati. Apalagi telepon sesama operator CDMA dihargai sangat murah, bahkan untuk harga murah sekelas telepon kabel telkom sekalipun, CDMA bisa lebih murah.
Akhirnya mau tidak mau CDMA dikenal lebih ke arah operator low end, dengan handset2 murahnya yang terkadang diburu orang walaupun tidak memberi kemewahan seperti telepon GSM pada umumnya, yang sudah berwarna dan memiliki beragam fitur termasuk koneksi internet. Handsetnya kadang hanya monokrom dan di banderol hanya ratusan ribu dengan fitur yang boleh dibilang hanya bisa telepon dan SMS. Batasannya juga seringkali adalah area, nomor lokal sesuai kode area fixed telephone, sehingga butuh usaha lebih ketika seseorang membawanya melintasi kota.
Di Amerika sendiri, boleh dibilang operator CDMA sangat besar, dan handset2 CDMA disana kebanyakan kelas hi-end, yang coveragenya hampir diseluruh negeri. Bandingkan saya coverage antara CDMA dan GSM, cakupannya sama luas.
CDMA: http://www.verizonwireless.com/b2c/CoverageLocatorController
GSM : http://www.wireless.att.com/coverageviewer/#?type=data
Tetapi bagaimanapun juga, CDMA sedikit-sedikit mencuri perhatian dengan komposisi tarifnya yang lebih bersahabat dan makin dikenal banyak orang. Keberadaannya mau tak mau membuat komposisi tarif telepon juga berubah. Bagaimanapun operator GSM juga tidak mau disaingi, dan terjadilah perang tarif. Tapi setidaknya , karena kehadirannya lah kita bisa menikmati tarif yang lebih kompetitif di semua operator.
Selang beberapa waktu, telepon berkembang menjadi smartphone, dan kebutuhan utamanya adalah : internet data. Kalau jaman jadul dulu, kita punya target orang melek huruf, sekarang dipastikan target yang baru adalah orang melek internet. Internet menjadi dunia ke-2 yang berisi segala macam informasi yang masif. Dunia seperti bisa dilipat. Walau dulu telepon jarak jauh sudah bisa dilakukan, sekarang dengan biaya yang relatif murah semua orang sudah terhubung melalui social media, chatting, bahkan video call under koneksi data.
Perhatian orang yang dulu titik beratnya di percakapan telepon sekarang mulai bergeser kepada keperluan data. Banyak percakapan singkat telepon berganti cukup dengan barisan chatting, bahkan berbicara dengan ketikan dalam grup. Surat sudah berganti degan email, tidak perlu kurir lagi. Multimedia mulai berganti dari hard drive ke sistem cloud. Informasi cetakan majalah, koran, sudah bisa dilihat secara online. Akhirnya memang kebutuhan utama adalah: koneksi data.
Disaat data sekarang menjadi prioritas inilah, banyak operator GSM yang keasikan perang harga murah, akhirnya menganggung beban koneksi yang berat. Koneksi 3G seringkali hanya meninggalkan sisa label, tanpa pernah dekat dengan teori kecepatannya. Setiap kali ada promo murah koneksi internet, berbondong-bondong orang berpindah operator dan akhirnya hanya memindahkan beban koneksi. Tanpa butuh waktu yang lama, koneksi yang tadinya menjanjikan dengan harga murahpun berubah malah disumpah.
Kondisi ini sekali lagi mulai “dicuri” oleh operator CDMA. Bebannya yang banyak lowong mulai dipasarkan dengan teknologi akses data yang tidak kalah baik dengan GSM, yang kita kenal dengan EVDO (3G). Bahkan operator hasil merger, smartfren, berani sekarang meluncurkan teknologi berikutnya Rev-B phase 2 yang secara teori bisa dikebut sampai 14,7 Mbps. Tidak lepas dengan iming2 harga paket data yang terjangkau, diklaim lebih cepat, lebih besar paketnya dan lebih affordable, membuat banyak orang sekarang mulai melirik untuk beralih memilih CDMA untuk keperluan datanya.
Sepertinya kalau operator CDMA serius, bisa jadi ini menjadi titik balik, untuk membubarkan anggapan kalau CDMA hanya milik kelas low end. Seperti halnya di negara maju, tidak ada anggapan bahwa CDMA low end dan GSM lebih bergengsi. Mereka yang bisa menawarkan koneksi internet yang mumpuni, terjaga, dan sukur-sukur affordable, akhirnya yang akan bisa berjalan terus, dan diharapkan terus berkembang menuju teknologi generasi 4G.
Saat ini device-device resmi CDMA yang masuk ke Indonesia, kebanyakan memang belum sehebat dan se hi-end device GSM, yang kebanyakan sudah disiapkan oleh vendor-vendor ternama. Seringkali untuk melengkapi kebutuhan device yang baik, operator CDMA harus mengusahakannya sendiri , semisal operator smartfren terlihat cukup getol menawarkan device CDMA dengan label smartfren andro.
Tapi mungkin saja dalam waktu singkat kedepan, para vendor akan melirik pasar hi-end barunya di CDMA. Terlebih jika koneksi , kestabilan, kecepatan dan teknologi baru terus diperkenalkan operator CDMA. Berkaca di negara maju, device apapun yang hi-end dimiliki GSM, juga ada padanannya di CDMA. Jadi kemungkinan dalam waktu yang tidak lama lagi, kejadiannya akan berlaku di negeri kita? Semoga….
Jadi inikah saatnya kita mulai melirik CDMA?… 🙂