Menengok Kembali Mi 11, Device Snapdragon 888 Pertama.

Tulisan ini sebenarnya sudah lama sekali saya buat, saat Mi11 masih “hangat-hangat” nya, tetapi saya sulit menentukan, apakah akan disajikan dalam bentuk video, atau tetap tulisan.

Jadi akhirnya demi berbagi pendapat, sementara saya bagikan dalam bentuk tulisan yang semoga bisa tetap memberi insight tentang Mi 11 dan apa yang ada di dalamnya, tentang Snapdragon 888, tentang sistem pendingin, dan lain sebagainya.

Sebelum saya mencoba smartphone flagship dari Xiaomi ini, saya sudah mendengar ramai orang, baik dari luar maupun reviewer dalam negeri mengatakan Mi 11, smartphone pertama yang menggunakan chipset terbaik saat ini, Snapdragon 888, overheat atau panas berlebih.

Di tulisan ini saya mencoba mencari tahu benarkah hal tersebut, melakukan serangkaian test dan menganalisa hasilnya.

Ini saya lakukan karena saya tahu, Xiaomi ini selalu bangga akan persiapannya untuk mengantisipasi panas dari device flagshipnya dengan berbagai cara, seperti water cooling, heat pipes, lapisan tembaga, dll.

Sebelum kita lihat hasil test nya, kita coba lihat jeroan Xiaomi Mi11, dan bagaimana sistem pengendali panasnya bekerja.

Pengendali Panas di Mi11

Ini tampak belakang dari Mi 11

Di bagian atas ini, melingkupi kamera, terdapat mainboard, atau board PCB dimana terletak komponen2 utama, seperti chipset SoC.

Lihat bagian berwarna coklat ini, pada mainboard yg menghadap ke layar, ini adalah lapisan tembaga, sebagai penyerap panas, karena tembaga adalah salah satu bahan terbaik untuk transfer panas dengan cepat. Ini antisipasi awal dari Mi 11 untuk membuang panas dari komponen2 di mainboard.

Jika lapisan tembaga ini diangkat dibaliknya ada komponen penting, seperti chipset Snapdragon 888, dimana chipset ini adalah penghasil panas terbesar saat bekerja berat, diletakkan bertumpuk dengan RAM Samsung LPDDR5.

Selain itu pada mainboard ini masih ada banyak chipset lain seperti chip WiFi 6 dan Bluetooth 5.2, Flash Memory atau kita kenal dengan Internal Storage, Chip untuk fast charging dan lain sebagainya.

Di balik mainboard ini juga masih ada komponen chip lain. Jadi memang komponen smartphone itu dibuat padat menggunakan semua area yang ada. Makanya setiap milimeter ruang di smartphone itu sangat berharga, karena padatnya komponen yang harus mendapat tempat di sana. Seperti kota yang penduduknya padat maka setiap jengkal tanah sangat berarti.

Melihat posisi mainboard, terutama chipset Snapdragon dan RAM stack yang diberi garis merah dari foto milik iFixit, maka bisa kita perkirakan lokasi sumber panas akan berada di area tersebut, dekat dengan lensa kamera.

Bermacam Chipset di Motherboard Mi 11 – iFixit

Yang menarik, dari video Jerry Rig, lapisan tembaga ini juga sampai menutupi kamera utama 108MP. Ini menjawab pertanyaan saya saat test, mengapa heat gun jika diarahkan ke bagian kamera saat sedang stress test, suhunya juga tinggi.

Lapisan Tembaga Mi 11 sampai ke Kamera. -Foto milik Jerry Rig

Untuk itu antisipasi dari Xiaomi, maka kita lihat lebih dalam, panas yang dihasilkan chipset diterima oleh lapisan tembaga atau copper, panas disebar merata keseluruh permukaan tembaga, kemudian diterima oleh vapor chamber, dimana panas ini segera didinginkan oleh cairan yang berada di dalam vapor chamber, kemudian cairan di dalam vapor chamber karena panas, menguap, kemudian mengembun, dan kembali lagi menjadi cairan untuk mendinginkan kembali panas yang ditransfer dari chip-chip di mainboard.

Xiaomi menamakan sistem pendingin ini liquid cool 2.0.

Jeroan dari Pendingin Vapor Chamber – Jerry Rig

Vapor chamber ini teknologi pendingin yang lebih baik dari heat pipe yang juga banyak dipakai di smartphone, karena bisa mengalirkan panas lebih cepat.

Untuk lebih mudah dimengerti saya buatkan mock-up atau contoh dari vapor chamber.

Kalau kita lihat dari teardown ini, saat lapisannya dibuka, maka di vapor chamber ada banyak grid berupa tonjolan seperti lego.

Tonjolan ini adalah penyangga sekaligus pemisah antara lapisan tembaga bagian bawah dan lapisan tembaga bagian atas.

Di dalam vapor chamber ada cairan cooling yang kemudian mendapat panas dari chipset dan menguap.

Uap ini naik ke tembaga bagian atas, kemudian uap menjadi dingin dan mengembun, tonjolan-tonjolan tembaga ini membantu embun turun lagi ke bawah lebih cepat, berkumpul menjadi cairan dan mendinginkan kembali panas yang dihantarkan chipset.

Demikian terus berulang.

Proses Vapor Chamber mengalirkan panas dari Chipset

Dari bekas thermal paste atau sering disebut pasta CPU, cairan kental seperti odol yg diaplikasikan di atas chipset untuk transfer panas yang lebih baik, kita lihat ada 3 chip yang diberikan thermal paste ini, berarti chip2 ini yg menghasilkan panas lebih, yaitu

Chip Snapdragon 888

Chip Fast charging yg support 55W

Dan Chip Wireless charging 50W

Panas dari vapor chamber ini utamanya kemudian dialirkan ke area layar.

Kalau bagian layar dibuka, maka akan terlihat lembaran grafit yang berwarna hitam di baliknya, untuk segera mengabsorbsi panas dan mengalirkannya ke arah layar dan middle frame.

Lembaran Grafit penghantar panas tambahan – igeekphone.com

Melihat desain Mi 11 dalam mengantisipasi panas, terlihat secara hardware, Xiaomi memang telah siap.

Intinya panas yang dihasilkan dari komponen di dalam smartphone, terutama dari chipset SoC, harus segera dibuang keluar. Ini yang menyebabkan body belakang atau kaca menjadi hangat, bahkan panas.

Banyak salah kaprah yang mengira panas saat dipegang itu ada yang salah dengan unit. Sebenarnya chipset sekarang yang kinerjanya sangat kencang, dan game-game atau aplikasi yang berat yang sedang dijalankannya, menghasilkan kinerja berat bagi chipset sehingga chipset bekerja dengan clock tinggi dan menjadi panas.

Panas ini harus segera dibuang, agar chipset tidak sampai overheating dan bisa mempertahankan kinerjanya. Hasilnya panas yang dibuang harus segera disalurkan dan disebar.

Karena smartphone tidak seperti PC atau laptop yang bisa dilengkapi dengan kipas dan lubang untuk membuang panas, maka body dan kaca depan menjadi media untuk melepas panas.

Banyak juga yang mengira kalau panas chipset sampai 40-50 derajat sudah kelewat batas, chipset bisa rusak. Chipset bisa menahan panas jauh lebih tinggi dari itu, hanya saja ekses pembuangan panasnya semakin tinggi, kadang membuat jari kita yang bersentuhan akan kurang nyaman.

Snapdragon 888, otak dari Mi 11

Untuk mengurangi hal ini vendor-vendor melakukan thermal management pada software. Pola thermal management ini bisa berbeda-beda. Misalnya ketika suhu menyentuh suhu tertentu, misal 45 derajat, clock speed chipset diturunkan. Efeknya panas suhu tidak bertambah.

Tetapi terkadang penerapan thermal seperti ini membuat kinerja chipset tidak pernah menyentuh kemampuan maksimal, misalnya hasil benchmark tertinggi atau FPS game yang tinggi.

Ini cukup menjadi dilema bagi para vendor, karena mereka menyadari hasil benchmark, seperti angka AnTuTu, FPS, dan hasil benchmark lain adalah hal yang lebih mudah ditangkap orang kebanyakan, semakin tinggi semakin baik, atau terasa lebih superior.

Tapi walaupun terlihat sistem pendinginnya bagus, mengapa banyak laporan terjadi overheat pada Xiaomi Mi 11?

Saat di test, benchmark, standar, seperti AnTuTu, Geekbench, 3DMark, dll, sebenarnya tidak ada masalah, semua bisa dilewati dengan baik. Bahkan hasil skornya cenderung bagus.

Perlu diingat benchmark ini berbeda dengan kondisi real world, benchmark ini melakukan uji, seberapa maksimum atau seberapa tinggi kemampuan device, yang pada kondisi device sehari-hari kita gunakan, biasanya tidak menyentuh kemampuan tertingginya.

Ini seperti kita punya mobil, bisa berlari misalnya 250 KM/Jam maksimum, tetapi saat kita gunakan sehari-hari jarang dipacu sekencang itu.

Snapdragon 888 pada Xiaomi Mi 11 ini bisa mencapai skor 770 ribuan dengan AnTuTu versi 9 yang baru, pada kondisi biasa, kemudian bisa naik ke 790 ribuan saat diberi kipas di belakangnya agar chipset bisa lebih dingin.

Hasil Benchmark AnTuTu 9, Mi 11

Dari contoh skor ini kita mengetahui ada kondisi suhu eksternal yang akan mempengaruhi kinerja chipset di dalamnya. Saat ruangan biasa dan ber-AC, akan membedakan skor, karena suhu yang lebih dingin dari AC akan membantu suhu chipset mulai melakukan benchmark dengan suhu yang lebih rendah dan bisa bertahan dengan suhu yang lebih terjaga saat peak.

Demikian juga kalau kita iseng melakukan benchmark di dalam suhu dingin yang lebih ekstrim, seperti di dalam kulkas.

(Buat yang mencoba cara ini, saran saya gunakan di bagian kulkas biasa, walau kompartemen freezer rasanya menggoda karena lebih dingin. Karena suhu yang terlalu dingin bisa merusak baterai.)

Ada benchmark yang dinamakan stress test, jadi testnya dilakukan dalam waktu yang panjang, misalnya kalau AnTuTu dilakukan berulang-ulang, chipset belum sempat dingin, di push lagi untuk melanjutkan benchmark dari awal. Dan setiap benchmark biasanya skornya akan menurun karena chipset throttling atau menurun kecepatannya karena terlalu panas.

Tanpa harus melakukan test berulang, test yang biasanya akan membuat Xiaomi Mi 11 overheating adalah 3DMark Wildlife Stress Test, (dan yang terbaru Wildlife Extreme Stress Test), dimana test Wildlife untuk menguji GPU akan dilakukan secara loop sebanyak 20 kali dalam waktu 20 menit.

Stress test 3DMark ini demanding, seperti simulasi bermain game berat dalam waktu yang cukup lama.

Biasanya di dalam suhu ruangan tanpa AC, Xiaomi Mi 11 akan overheating di stress test ini, dan kalau kita ukur suhunya dengan thermogun, di atas 50 derajat celcius.

Wildlife Extreme Stress Test

Tapi test yang sama bisa dilalui dengan baik jika kita di ruangan yang lebih dingin, misalnya ber-AC atau menggunakan bantuan kipas, yang sekarang digunakan smartphone gaming. Walau hasil skornya memang terus menurun, tetapi kali ini stress test nya bisa dilewati dengan baik.

Untuk uji atau benchmark yang berkaitan dengan kinerja CPU, Xiaomi Mi 11 walau di stress test tidak mengalami over heat.

Geekbench 5

Suhu melonjak cepat saat melakukan test yang berkaitan dengan grafis atau GPU.

Jadi selama ini banyak yang menggeneralisir bahwa chipset Snapdragon 888 panas, sebenarnya tidak terlalu tepat, tetapi kinerja GPU Adreno nya yang memang menghasilkan panas yang lebih signifikan. Nanti di belakang saya jelaskan alasannya.

Sekalian saja untuk lebih memahami hubungan antara suhu luar, suhu chipset dan performa, dan apa yang dilakukan oleh benchmark, kita masuk lebih dalam sedikit.

Benchmark GPU utamanya akan menghitung seberapa banyak FPS bisa dihasilkan sebuah device dengan chipset tertentu.

Semakin tinggi FPS bisa di-render, misal 60 FPS, yang berarti 60 kali gambar baru di-render per detik, maka gerakan aplikasi atau game akan semakin halus.

FPS ini yang dikejar para gamer, karena kalau FPS nya kurang, game akan terasa patah-patah, istilah netizen itu tidak smooth, bahkan kalau sangat kurang FPS nya, adegan bisa terasa melompat.

FPS yang dihitung benchmark adalah FPS tertinggi yang bisa dihasilkan, kemudian rata-rata FPS yang stabil, dan FPS terendah.

Misalnya sebuah game bisa di-render di Mi 11 dengan FPS tertinggi 60 FPS, sementara dari 20 menit benchmark berjalan rata-rata FPS terbanyak adalah 55 FPS, dan yang terendah 50 FPS.

Dalam realworld, saat kita bermain game, FPS yang terpenting itu median FPS, yang dalam contoh kita tadi adalah 55 FPS. Semakin rata-rata angka FPS nya semakin tinggi semakin baik.

Jadi ada 2 pengukuran yang sedikit berbeda antara benchmark dan real world saat kita bermain game. Ini yang menjadi dilema bagi para vendor.

Kita lihat misalnya kita buatkan model chartnya, sebelah kiri adalah jumlah FPS, dan di bagian bawah adalah waktu.

Hitungan terbaik benchmark adalah FPS tertinggi dalam waktu selama mungkin.

Suhu Chipset mempengaruhi FPS-Frame per Second rendering

Saat benchmark dimulai, maka GPU akan di-push benchmark untuk memberikan kinerja tertinggi. Kinerja tinggi ini pertama akan bisa dicapai karena suhu chipset masih dingin.

Tetapi karena kinerja yang tinggi, segera chipset akan mengalami kenaikan suhu.

Nah disini perlunya cooling system, agar suhu tidak segera naik berlebih.

Ketika suhu sudah naik sampai batas tertentu, chipset akan menurunkan kinerjanya untuk menurunkan suhu, makan otomatis FPS akan menurun.

Setelah suhu chipset mendingin, kinerjanya akan dipompa lagi dan FPS naik lagi,

Untuk bisa menghasilkan kinerja yang bagus, kapan dan di suhu berapa chipset harus cooling down, dibutuhkan thermal management dari vendor.

Nah seringkali karena tuntutan angka benchmark yang tinggi ini, vendor melepas batasan suhu ini agar FPS tertinggi yang dihasilkan bisa lebih lama, tetapi saat stress test, cooling down nya ini belum sempat optimal sudah dipacu lagi, akhirnya bisa saja terjadi overheating.

Tetapi sepertinya Xiaomi tidak melakukan cheating untuk benchmark di Mi 11, karena biasanya kalau cheating segera terdeteksi oleh AnTuTu atau 3DBench.

Bisa jadi push ini karena Game Turbo, karena aplikasi benchmark saat dijalankan game turbo juga berjalan untuk optimize, atau bisa jadi juga cara pengaturan pada schedutil, atau bisa jadi jumlah berapa core GPU yang harus berjalan, dll.

Bisa jadi juga, Mi 11 sebagai device flagship pertama yang menggunakan Snapdragon 888, Xiaomi ingin menunjukkan performa maksimal dari chipset baru buatan Qualcomm ini.

Dari beberapa percobaan, overheating pada stress test ini juga sangat dipengaruhi oleh suhu ruangan.

Tetapi hal ini berbeda ketika bukan benchmark yang dijalankan, tapi penggunaan real world, seperti untuk bermain game berat, Genshin Impact, PUBG, Asphalt, dll.

Pada Genshin Impact performanya sangat bagus, game terasa lancar, smooth, bahkan saat di setting grafis rata kanan.

Ini menandakan GPU Adreno 660 di Snapdragon 888 memang powerful

Walaupun digunakan bermain lama, saat bermain game berat ini tidak pernah terjadi overheating, walau saat setting rata kanan Genshin Impact, device bisa menjadi panas dan agak kurang nyaman digunakan.

Disinilah gunanya kita diberi casing, dengan tambahan casing silikon terasa panas yang mengalir ke jari yang menggenggam Mi 11 tidak intens. Kalau diukur bisa berkurang sekitar 4 derajat lah, dan game bisa tetap dimainkan.

Case Silikon membantu grip dan kenyamanan tangan dari panas yang dihasilkan

Apalagi jika kita memiliki perangkat kipas yang bisa menjadi holder smartphone, yang sekarang ini banyak dijual, hembusan kipas ini bisa mendinginkan chipset dan jeroan smartphone, sekaligus lebih mudah menggenggam smartphone seperti controller pada game console dan membuat jari tidak menyentuh casing.

Dengan lebih dinginnya smartphone maka kinerja chipset juga bisa memberikan FPS tinggi lebih lama.

Pertanyaannya, mengapa saat stress benchmark bisa terjadi overheating, sementara saat penggunaan real world seperti bermain game berat tidak?

Saat bermain game, atau penggunaan real, ternyata thermal management nya berjalan bagus, chipset akan throttling menurunkan kinerja saat suhu terlalu panas, dan ketika sudah mulai dingin menaikkan lagi kinerja.

Thermal management ini tidak berjalan lancar saat dilakukan stress benchmark, yang kemungkinan ada optimalisasi thermal yang beda perlakuan antara benchmark dan saat bermain game, karena suhu yang dicapai bisa berbeda.

Saat benchmark suhu bisa mencapai 52 derajat, tetapi saat bermain game, suhu hanya dibatasi sekitar 42 derajat saat peak.

Jadi untuk bermain game berat sekalipun Xiaomi Mi 11 ini baik-baik saja dari sisi performa dan tidak akan overheating.

Pertanyaan berikutnya, mengapa Xiaomi Mi 11 yang punya pendingin baik, dan biasanya di versi-versi sebelumnya tidak mengalami overheating, sekarang kadang tidak bisa mengatasi stress benchmark?

GPU Aderno 660 Snapdragon 888

Mari kita lihat prinsip dasar bagaimana GPU bekerja sesuai beban yang diberikan padanya.

Biar mudah kita lihat contoh lampu yg bisa di set kecerahannya.

Saat kita ingin lampu ini lebih terang, maka dibutuhkan daya listrik mengalir lebih besar.

Demikian juga kinerja chipset, atau bahasan kita ini bagian GPU nya, sesuai beban render untuk game berat yang kita inginkan pencapaian FPS nya tertinggi, maka semua core GPU akan bekerja  dengan clock semaksimal mungkin, untuk itu dibutuhkan daya baterai mengalir ke GPU lebih besar untuk menjalankannya. Tetapi jika daya baterai dibatasi, maka akan ada limit kecepatan yang bisa dicapai.

Atau bisa juga analogi kinerja GPU ini seperti sebuah mobil. Ketika kita ingin mobil dipacu lebih kencang, maka kita akan menginjak pedal gas lebih dalam, RPM naik, mobil berlari lebih ngebut, tetapi bensin yang digunakan juga semakin banyak.

Pedal gas ditekan, RPM naik, Kecepatan berakselerasi, Bahan Bakar lebih boros

Seperti set daya pada lampu untuk membuatnya lebih terang atau redup, atau pada mobil lebih kencang atau lebih lambat, demikian juga GPU akan bekerja sesuai beban yang diberikan, dan cepat lambatnya berdasarkan daya yang digunakan.

Berbeda dengan Snapdragon 865 tahun lalu yang penggunaan dayanya sekitar 4-5 watt pada GPU untuk kinerja tertinggi, Snapdragon 888 bisa mencapai 7-8 watt.

Kemampuan menggunakan daya yang tinggi ini tentu saja membuat GPU bisa bekerja lebih tinggi, akan tetapi lebih cepat  panas.

Karena Xiaomi Mi 11 menjadi yang pertama menggunakan SoC Snapdragon 888 ini, bisa saja persiapan untuk mengantisipasi daya GPU yg melonjak belum optimal.

Tapi saya pikir, seiring berlalunya waktu, akan ada update software yang men-set thermal manajemennya untuk mengatasi hal ini.

Lagipula yang penting untuk kita adalah performa real world, toh stress benchmark itu hanya dilakukan oleh sebagian kecil orang saja, tetapi bermain game dilakukan banyak orang.

Jadi sebenarnya masalah overheating ini bukan kartu mati, hanya karena dilakukan satu dua kali, itupun oleh para reviewer atau youtuber, dengan “menyiksa” kinerja device.

Untuk penggunaan sehari-hari sama sekali tidak ada masalah.

Mengapa Qualcomm mengubah daya yang biasanya 4-5 watt menjadi 7-8 watt di Snapdragon 888?

Kembali lagi ke cerita tentang mobil, ada mobil brand atau tipe tertentu yang memberikan speed limiter atau batas maksimal kecepatan. Misalnya sebenarnya mobil sanggup dipacu 250 KM per jam, tetapi demi faktor keselamatan, dibatasi hanya 180 KM per jam

Ini yang biasanya dilakukan Qualcomm atau vendor smartphone pada thermal management, membatasi sampai batas mana panas chipset dianggap sudah terlalu tinggi dan perlu didinginkan.

Tetapi kali ini Qualcomm memberikan keleluasaan lebih bagi para vendor untuk memacu GPU nya dengan batas lebih tinggi.

Jika digunakan cara biasa, tentu daya yang hampir 2x lebih besar itu akan memberikan performa grafis yang tinggi di awal, tetapi kecepatan tinggi ini benar-benar akan bertahan sebentar saja karena panas dan harus diturunkan, membuat FPS tinggi ini tidak terlalu berguna pada kondisi real world.

Tetapi bagaimana kalau vendor sanggup membuat sistem pendingin dan pengaturan yang lebih maksimal, misalnya seperti smartphone-smartphone gaming yang semakin ramai saat ini, dengan pendingin berlapis dan berukuran besar, aksesoris kipas, dan lain sebagainya, maka mereka bisa mendapatkan kemampuan GPU yang lebih tinggi dengan adanya keleluasaan daya yang lebih besar.

Ini seperti para overclocker yg memodifikasi PC nya sedemikian rupa, dengan pendingin heatsink, liquid, hingga menggunakan nitrogen, untuk hasil performa yang lebih tinggi dari biasanya.

Siapa tahu saja dengan cara ini ada dorongan bagi para vendor untuk menemukan inovasi  pendingin yang baru dan lebih efektif. Sepertinya memang sudah saatnya, ada inovasi baru untuk sistem pendingin pada smartphone, agar kemampuan SoC bukan hanya semakin kecil saja fabrikasinya, tetapi melompat lebih tinggi kinerjanya karena sistem pendingin baru. Karena di depan mata, chipset berbasis Arm ini yang dulu ditujukan hanya untuk smartphone, sudah mulai unjuk gigi menyaingi kemampuan prosesor PC.

Menurut saya sayang banget kalau para calon pengguna yang sudah terpincut dengan Xiaomi Mi 11 kemudian mundur karena isu panas overheating, karena overheating ini tidak terjadi pada penggunaan sehari-hari, hanya pada stress benchmark, itupun kalau suhu sekitar kita cukup panas.

Layar dan suara dai Mi 11 asik untuk menikmati konten video

Banyak kelebihan dari Mi 11 yang patut dicoba jadi tertutup, seperti layarnya yang bisa dikatakan bukan sekedar bagus, tapi sangat bagus, dual speaker harman kardonnya yang lantang dan enak didengar, chipset snapdragon 888 yang memang juara untuk bermain game berat, fingerprint under display yang bisa mengukur heart rate, desain yang menarik, charger yang cepat, kesiapan 5G, dan lain sebagainya, dan juga dibanderol dengan harga bersahabat untuk ukuran sebuah flagship.

That’s all folks cerita saya soal Xiaomi Mi 11, yang coba menjawab dan menganalisa isu yang beredar.

Saat artikel ini akhirnya saya post, Mi 11 sudah mendapat update dan memperbaiki isu throttling dan overheat. Jadi selama saya coba sejak update, tidak ada lagi isu overheat.

Terlihat kini sesudah update, Xiaomi mengatur ulang manajemen suhu pada Mi11. Pembaharuan ini memang membuat benchmarknya sedikit menurun, tetapi untuk bermain game kinerjanya tidak berubah.

Dan yang penting sekarang suhu lebih terjaga, dan baterai juga lebih awet.

Semoga artikel ini berguna dan bisa menjawab banyak pertanyaan pembaca. Mohon maaf untuk terlalu lama mengulasnya. Semoga lain kali jauh lebih cepat.

Keep safe , have a blessed day.

One reply on “Menengok Kembali Mi 11, Device Snapdragon 888 Pertama.”

  1. Krishna on

    mantap om penjelasannya. saya mantan user Mi11 yg sekarang sudah hijrah ke xiaomi 12 karena mungil, walau “katanya” panas juga masalahnya si mungil ini. tapi sejujurnya untuk penggunaan harian adem2 saja..

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.