Kupas Tuntas, Asus Zenfone Max Pro M1 atau Xiaomi Redmi Note 5
Prolog
Pertarungan smartphone mid-end di Indonesia sekarang sedang memanas. Tentu saja pertarungan ini dimulai dari kehadiran Xiaomi yang berulang-ulang membawa pesan bahwa device mereka memiliki spesifikasi yang baik dan dengan harga sangat terjangkau.
Dalam waktu singkat beberap model Xiaomi Redmi diluncurkan untuk Indonesia, dan memang harganya menggiurkan dan langsung membuat gap dengan harga mid-end brand lain yang sudah ada.
Model jualan Xiaomi yang mendahulukan harga lebih murah pada flash sale membuat device-device nya segera sulit didapat, karena flash sale segera habis dalam hitungan menit. Smartphone Xiaomi juga sebenarnya tersedia di toko-toko offline, sedikit lebih mahal, tetapi keberadaannya juga segera habis. Walau Xiaomi berusaha menambah gerai-gerai khususnya yang dikenal dengan nama MiStore, tetapi gerai-gerai ini masih terbatas di kota besar dan keberadaan smartphone-nya yang baru diluncurkan juga segera ludes dan membuat antrian panjang.
Tetapi ternyata Xiaomi tidak dibiarkan berjalan sendiri, banyak brand lain yang juga sudah cukup lama hadir di Indonesia bergerak, salah satu yang cukup frontal adalah Asus. Disamping itu masih ada brand lain yang mengikuti jejak flash-sale seperti Huawei, Honor, juga brand dari dalam negeri Advan.
Dalam kedekatan waktu release, dan yang paling mirip dari segi harga dan spesifikasi adalah Redmi Note5 dan Asus Zenfone Max Pro M1. Kedua smartphone ini yang paling sering ditanyakan netizen, mana yang terbaik diantara keduanya. Keduanya sama-sama menjadi smartphone yang pertama menggunakan prosesor Snapdragon 636 gelombang pertama di Indonesia.
Secara spesifikasi kedua smartphone ini layak dijajarkan, karena mirip, bahkan secara bentuk, penempatan kamera, fingerprint, dan ukuran juga mirip. Kemiripan ini yang membuat banyak orang bertanya, sebaiknya memilih yang mana.
Banyak orang melihat berdasarkan spesifikasi dan marketing yang masing-masing vendor jalankan mengambil kesimpulan, bahws Asus Zenfone Max Pro M1 unggul di baterai yang 5000 mAh, dan Xiaomi Redmi Note 5 menarik di kamera. Benarkah demikian?
Untuk itu kita mencoba melakukan beberapa benchmark terukur dan melihat lebih dalam dari masing-masing smartphone, kelebihan dan kekurangannya, apakah akan ada hasil yang menjungkirbalikkan perkiraan dan asumsi banyak orang saat hanya berkaca dari spesifikasi.
Perlu diperhatikan dalam perbandingan ini, kedua spesifikasi smartphone tidak benar-benar sama terutama dalam masalah RAM dan kapasitas internal storage. Untuk keperluan test ini saya menggunakan:
Asus Zenfone Max Pro M1 dengan RAM/ROM 3/32 GB , sementara
Xiaomi Redmi Note 5 dengan RAM/ROM 4/64 GB.
Secara harga jika spesifikasi sama, Asus dan Xiaomi dengan RAM dan ROM 3/32 GB, maka harga saat launching Asus lebih murah 200 ribu rupiah, di 2.3 juta rupiah, dan Xiaomi di 2.5 juta rupiah.
Sama tetapi juga Berbeda
Kedua smartphone sebenarnya memiliki banyak kesamaan dalam spesifikasi utama, seperti tipe prosesor, ukuran layar, resolusi, jenis layar, desain, ukuran body, berat, hingga penggunaan material body dari plat metal yang dibentuk (bukan solid block). Untuk desain bahkan Asus meninggalkan kebiasaanya menggunakan pola back casing dengan radial pattern yang membuat pantulan cahaya berbeda pada casing.
Perbedaan utama terjadi di software atau OS, walau keduanya berbasi android Oreo 8.1 kali ini Asus menanggalkan ZEN-UI-nya dan beralih lebih ke pure android. Walaupun jika membuka setting about/phone kita akan melihat lambang ZEN-UI, tidak seperti Asus yang biasanya memang memoles seluruh tampilan OS android asli, kini ZEN-UI hanya meninggalkan gesture setting saja yang bisa ditambahkan jika kita kehendaki, selebihnya seluruh tampilan dan menu adalah stock Android. Dengan stock android diharapkan update OS pada Asus bisa berlangsung lebih cepat. Rekam jejak Asus juga cukup baik dalam update OS.
Asus juga membawa bonus berupa free cloud storage Google Drive sebesar 100GB untuk 2 tahun.
Untuk eksternal storage tambahan, Asus menyediakan 3 tempat pada SIM-tray nya, sehingga pengguna bisa menggunakan Dual SIM + Memory card tanpa harus memilih.
Xiaomi pada Redmi Note 5 juga menggunakan basis Android OS 8.1 oreo, hanya seperti biasa OS ini “tertutup” MIUI yang sekarang sudah versi terbaru MIUI 9. MIUI menawarkan lebih banyak fitur dibanding OS android polos, seperti dual apps, penguncian aplikasi, dan lain-lain.
Untuk update OS biasanya Xiaomi agak lebih lama, tetapi mengantisipasinya dengan update MIUI nya, seringkali fitur-fitur baru pada update OS android sudah dibawa dalam update OS MIUI.
Untuk SIM-tray Xiaomi menyertakan dalam bentuk hybrid, kita harus memilih apakah mau menggunakan dual-SIM tetapi tanpa memori eksternal, atau single-SIM dan memori eksternal.
Untuk perbedaan lain dan analisa kita paparkan dalam tiap bagian test ini:
Benchmark!
Geekbench 4
Bencmark ini mengukur kemampuan CPU, bagian dari SoC yang mengurus perhitungan aritmatis, atau lebih tepatnya mengolah set instruksi yang masuk dan mengeluarkan hasilnya.
Hasil skor CPU ini dipengaruhi oleh kecepatan clock dan tipe prosesor. CPU ini sering diasumsikan sebagai otak utama dari prosesor yang sekarang lebih tepat dikatakan SoC (System on Chip)
Kedua smartphone baik Asus dan Xiaomi sama-sama menggunakan prosesor mid-end terbaru dari Qualcomm yang sudah di-release ke pasaran, Snapdragon 636. Keduanya menggunakan standar clock yang sama, 4 inti prosesor semi custom Kryo 260 dengan kecepatan tinggi 1.8 GHz base on cortex A73, dan 4 inti prosesor efisien dengan kecepatan 1.6 GHz base on cortex A53.
Geekbench mengukur benchmark dalam 2 golongan, benchmark untuk 1 single processor tercepat, dan benchmark untuk kinerja multiprosesor berbarengan.
Hasil Geekbench 4:
Asus Zenfone Max Pro M1: Single Processor 1337, Multi Processor 4643
Xiaomi Redmi Note 5 : Single Processor 1330, Multi Processor 4763
Hasil keduanya bisa dikatakan imbang, karena menggunakan CPU yang sama dan clock speed yang sama. Perbedaan sedikit angka diantara keduanya bisa diabaikan, karena memang angka-angka ini bisa berubah-ubah setiap test dilakukan dengan range perubahan tertentu.
AnTuTu v.7
Smartphone buatan Tiongkok sangat menyukai benchmark ini. Bagi mereka yang mengagungkan angka benchmark AnTuTu harap memperhatikan versi yang digunakan, karena berbeda versi bisa berbeda cara perhitungan, terutama versi angka di depan, misal versi 6 akan berbeda besar dengan versi 7. Bahkan AnTuTu versi global yang bisa di download di Google Playstore pun sering lebih rendah versinya dibanding AnTuTu yang beredar di app-store China (smartphone di China aslinya tidak menggunakan layanan aplikasi Google). Misalnya saat artikel ini ditulis, Google Playstore menyediakan AnTuTu versi 7.0.7, sementara di app-store China sudah versi 7.0.8
AnTuTu menggabungkan nilai yang didapat dari 4 kategori benchmark, CPU, GPU, UX, dan Memory.
Hasil Antutu v.7 :
Asus Zenfone Max Pro M1 : 113.876 (CPU 54.792, GPU 20.761, UX 32.418, Mem 5909)
Xiaomi Redmi Note 5 : 115.946 (CPU 56.821, GPU 20.762, UX 31.892, Mem 6505)
Dari hasil AnTuTu ini mungkin banyak orang berpikir bahwa Xiaomi lebih unggul karena angkanya lebih tinggi sekitar 2000 point. Harap diingat bahwa AnTuTu ini gabungan angka dari beberapa kategori, bahkan beda 7000 point saja bisa dikatakan tidak signifikan. Jadi kita membaca angka-angka ini per kategori lebih untuk analisa saja.
Misalnya untuk CPU, Redmi di sini skornya lebih baik dibanding Zenfone, padahal uji sebelumnya di geekbench, Zenfone malah lebih baik. Ini membuktikan perbedaan angka ini terlalu kecil untuk dianggap berbeda, karena banyak faktor bisa mempengaruhi hasil AnTuTu, misal suhu udara dan suhu smartphone saat diuji, koneksi internet apa sedang jalan, aplikasi yang running di background, dll. Jadi membaca hasil AnTuTu ini kita harus menyediakan range angka yang cukup untuk menganggap mana yang lebih unggul.
Hasi GPU keduanya cenderung sama, hasil UX ini memang agak kabur patokannya misalnya membaca barcode, kecepatan scrolling, swipe, menjadi nilai dari UX ini. Kalau sekedar demikian bisa saja digeneralisir UX Asus lebih baik mungkin karena android yang lebih polos. Angka ini bisa berubah ketika update software.
Hasil uji memori bisa diabaikan, walau angka Xiaomi lebih besar, tetapi kita ingat smartphone yang digunakan untuk uji ini, Redmi memiliki RAM 4GB dan Asus 3GB.
Jadi kesimpulannya sebenarnya kinerja kedua smarphone ini berdasarkan benchmark AnTuTu sama saja, CPU di Xiaomi sedikit lebih optimal, OS polos di Asus lebih menguntungkan untuk UX.
Uji Grafis
Setelah CPU, GPU (Graphic Processing Unit) menjadi bagian yang dianggap penting pada smartphone. Apa yang kita lihat dan ditampilkan di layar adalah hasil olah GPU. Kecepatan tampil gambar dan pergerakan di layar ditentukan oleh GPU.
Kedua smartphone menggunakan GPU yang sama, Adreno 509 dari Qualcomm. GPU ini sudah mendukung API android yang terbaru, seperti Open GL ES 3.2 dan Vulkan. Kinerja GPU ini juga dipengaruhi dengan resolusi layar, dan kedua layar menggunakan resolusi yang sama Full HD+ atau 2160 x 1080 dengan kerapatan yang sama sekitar 402 ppi. Paling yang sedikit membedakan diantara keduanya hanya tampilan di ujung-ujung layar, Asus benar kotak menyudut, sedangkan Xiaomi sedikit membulat. Soal estetika ini tergantung selera.
3DMark
Karena masuk smartphone dalam kategori mid-end dan resolusi masih Full HD+, test 3D mark yang dianggap cocok adalah Sling Shot dan Sling Shot unlimited. Untuk smartphone kelas cadas, baru biasanya kita gunakan Sling Shot Extreme.
Sling Shot ini tidak murni hanya menguji GPU, tetapi terbagi dalam graphics dan physics score, graphics ini GPU dan physics ini CPU. Tetapi uji physics disini dibatasi agar tidak mempengaruhi kinerja utama graphics.
Hasil 3DMark Sling Shot:
Asus Zenfone Max Pro M1 : 1400, dengan nilai graphics 1291 dan physics 1987
Xiaomi Redmi Note 5 : 1405, dengan nilai graphics 1282 dan physics 2199
Hasil 3DMark Sling Shot Unlimited
Asus Zenfone Max Pro M1 : 1472, dengan nilai graphics 1360 dan physics 2063
Xiaomi Redmi Note 5 : 1472, dengan nilai graphics 1352 dan physics 2136
Hasil perolehan skor kedua device ini sama, perbedaannya bahkan hanya 1 digit. Jika kita mau sekedar menyimpulkan dari hasil graphics dan physics, Asus dalam benchmark ini malah lebih baik di physics dan Xiaomi di graphics. Tetapi perbedaan keduanya terlalu kecil untuk bisa dikatakan benar berbeda dan kinerja physics di test ini juga dibatasi. Uji sling shot unlimited menguji grafis offscreen, tanpa dipengaruhi resolusi layar, dan kedua SoC menunjukkan kinerja yang sama.
Untuk pengujian grafis yang lebih condong ke FPS (Frame per Second) yang biasanya jadi dasar untuk menilai performa dalam bermain game, kita menggunakan benchmark berikutnya, GFX Bench.
GFX Bench menguji kemampuan device ketika menggunakan API (Application Program Interface) grafis yang berbeda-beda, dari Open GL ES yang baru hingga yang lama. Setiap Open GL ES yang lebih baru, menambah kemampuan grafis untuk menghasilkan gambar yang lebih nyata dan hidup, sehingga ketika diukur, pada API Open GL ES yang lebih baru, kinerja grafis dituntut lebih, yang biasanya akan menghasilkan frame rate yang lebih rendah. Jumlah FPS dari setiap API Open GL ES ini yang memberikan kita perkiraan kinerja device saat digunakan untuk bermain game dengan grafis tinggi, sedang, atau rendah.
Kita menyoroti hasil uji dengan menyertakan resolusi layar (bukan offscreen) untuk mengetahui lebih pasti FPS yang bisa dihasilkan kedua device ini saat bermain game.
Asus Zenfone Max Pro M1
Car Chase ES 3.1 : 5.9 FPS
Manhattan ES 3.0 : 15 FPS
T-Rex ES 2.0 : 34 FPS
Xiaomi Redmi Note 5
Car Chase ES 3.1 : 5.9 FPS
Manhattan ES 3.0 : 15 FPS
T-Rex ES 2.0 : 34 FPS
Dari kedua test grafis ini memberikan kita gambaran bahwa SOC yang sama, Snapdragon 636 dengan GPU Adreno 509 menghasilkan kinerja yang tidak berbeda diantara keduanya. Sedikit catatan, di internet berkembang anggapan untuk membedakan antara Asus Zenfone Max Pro M1 ini dengan Redmi Note 5, adalah peruntukkannya. Asus dianggap cocok untuk bermain game sesuai dengar marketing dari Asus sendiri, dan Xiaomi dianggap cocok untuk yang lebih mementingkan kamera. Tetapi ujicoba ini membuktikan tidak demikian, Asus Zenfone Max Pro M1 ini tidak lebih baik dibanding Xiaomi Redmi Note 5 untuk bermain game, keduanya akan sama saja performanya.
Akhir-akhir ini juga memang mid-end smartphone seperti didorong dengan marketing ala flagship device, sehingga timbul ekspektasi besar bahwa smartphone mid-end sekarang sehebat flagship device, bahkan untuk bermain game berat. Tetapi benchmark kita di atas memperlihatkan bahwa untuk game-game berat seperti uji coba di Car Chase dan Manhattan memperlihatkan FPS yang sanggup direndering belum cukup untuk untuk mencapai titik FPS yang dianggap nyaman untuk bermain game “berat” tanpa lag.
Rata-rata gamer berharap game berat tampil realistik dengan shadow dan shader di 30-60 fps, tetapi benchmark pada device mid-end ini belum mencapainya. Misalnya untuk bermain game PUBG Mobile, kedua device mid-end bawaan aslinya tidak bisa di set untuk menggunakan grafis tingkat high. PUBG Mobile bukan game yang paling berat dalam urusan grafis di smartphone, masih banyak game-game lain yang menuntut performa yang lebih dari SoC untuk bisa menjalakannya dengan baik.
Sebagai perbandingan saja, Snapdragon 845 bisa merendering dalam resolusi yang sama untuk Manhattan ES 3.0 di 83 FPS, hampir 6 kali lebih kencang dibanding kedua device ini.
Bukan berarti kedua device di atas tidak baik untuk bermain game, game-game casual dengan grafis yang tidak demanding pasti bisa dijalankan dengan lancar, tetapi untuk game-game kelas berat yang rendering grafisnya demanding, kedua device tidak akan lancar jika menggunakan high graphic, harus diturunkan untuk bisa mencapai FPS cukup untuk menghasilkan grafis rendering yang halus.
Penggunaan sehari-hari
Tidak semua orang bermain game, jadi terkadang dibutuhkan benchmark yang bisa memberikan ilustrasi bagaimana kinerja smartphone jika digunakan kasual sehari-hari.
PCMark membuat benchmark untuk kategori ini, jadi diperkirakan rata-rata setiap orang melakukan:
– browsing (seberapa cepat halaman web ditampilkan, melakukan pencarian dalam konten, zooming, scrolling, dll),
– photo (membuka foto, editing, save, dll), membuat atau meng-edit dokumen,
– video (memutar video, melakukan editing video ringan di smartphone dan
– membuka file, aplikasi, dan lain-lain.
PC Mark Work 2.0 memberikan skor:
Asus Zenfone Max Pro M1 : 6297
Redmi Note 5 : 5750
Angka ini menunjukkan perbedaan yang cukup untuk diperhatikan, bahkan dalam breakdown semua bagian skor dari browsing, photo editing, dll, semua skor Asus lebih besar dibanding Xiaomi. Sebagai pembanding, Snapdragon 835 di flagship Nokia 8 memiliki skor PC Mark Work 2.0 ini di 6700. Dengan hasil skor kepala 6, Asus sudah mulai masuk ranah mendekati skor untuk smartphone-smartphone kelas atas walau bukan yang paling baru. Salah dua skor terbaik Asus didapat dari bagian photo dan dokumen.
Menarik bahwa dua device dengan spesifikasi utama yang sama bisa menghasilkan skor yang cukup berbeda. Bahkan jika bicara memori RAM, dalam ujicoba ini Asus memiliki RAM yang lebih kecil, walau test ini sepertinya tidak demanding terhadap besaran RAM. Alasan yang paling memungkinkan adalah OS android polosan atau stock yang digunakan Asus. Kemungkinan OS ini lebih kompatibel dengan cara PC Mark 2.0 ini bekerja, karena banyak menggunakan aplikasi dasar buatan Google sendiri untuk test, jadi Asus lebih optimized, atau ada hal lain yang mungkin bisa kita analisa lebih dalam di test berikutnya pada daya tahan baterai.
Daya tahan baterai
Walaupun kadang sepertinya kita digiring oleh banyak vendor untuk hanya memperhatikan kecepatan prosesor, besaran RAM, megapixel kamera, sebagai bagian paling krusial dari sebuah smartphone, ternyata hasil survey Qualcomm dan Google, baterai adalah bagian yang dianggap paling penting oleh kebanyakan konsumen. Ini dibuktikan oleh Qualcomm untuk senantiasa membuat SoC yang cepat sekaligus irit daya, dan oleh Google dengan selalu berusaha mencari cara agar setiap update OS, lebih pintar untuk optimal dalam efisiensi daya.
Daya tahan baterai ini bisa berbeda-beda untuk setiap orang walaupun device-nya sama, karena setiap orang punya preferensi penggunaan aplikasi yang berbeda, dan yang termasuk turut andil adalah sinyal dari operator. Makanya sekarang rata-rata device sudah dilengkapi dengan notifikasi pengingat, yang terkadang terlalu bawel untuk mengingatkan misal aplikasi ini dan itu jalan terus di background dan menyita banyak daya. Beberapa UI smartphone dengan sangat tegas akan menghentikan aplikasi-aplikasi yang sedang berjalan di background dan masuk ke kondisi standby, bahkan sering tidak mempedulikan aplikasi yang perlu tetap berjalan untuk menerima notifikasi, seperti aplikasi chat misalnya, semua tidak pandang bulu ditutup.
Untuk memastikan daya tahan baterai yang lebih tepat, paling baik adalah mensimulasi jika digunakan seperti kita menggunakan device sehari-hari. Test daya tahan seperti looping video bisa dilakukan, tapi hanya menampilkan satu sisi performa. Device A bisa saja bagus daya tahannya untuk browsing dengan lama, tetapi bisa saja boros saat digunakan untuk menonton video. Device B bisa saja sebaliknya. Jadi untuk mendapat gambaran yang lebih real, PC Mark menyiapkan benchmark untuk daya tahan baterai dimana device akan running terus menerus mensimulasi sedang digunakan sehari-hari di dalam benchmark PC Mark 2.0 Battery.
Salah satu bagian terpenting dalam benchmark ini kita memiliki referensi kecerahan layar yang sama tanpa auto-brightness. Tidak bisa kita membandingkan device A dengan device B berdasarkan slider kecerahan layar misal sama-sama di posisi 50%, karena setiap tipe device bisa memiliki ukuran kecerahan yang berbeda. Untuk itu penting pada benchmark ini mengkalibrasi kecerahan layar.
Secara spesifikasi Asus Zenfone Max Pro M1 yang memiliki kapasitas baterai 5000 mAh, 25% lebih tinggi dibanding Xiaomi Redmi Note 5 dengan baterai 4000 mAh, akan terlihat superior dan mudah mengungguli daya tahan Redmi Note 5. SoC yang sama, resolusi layar yang sama, dikalibrasi dengan kecerahan yang sama, secara nalar akan membuat kita mudah berasumsi bahwa pasti Asus lebih unggul.
Tetapi bagaimanapun test tetap harus dilakukan, dan untuk memastikan tidak ada gangguan dari aplikasi yang running di background, dan notifikasi atau sinyal yang berbeda, kedua smartphone di test dalam kondisi semua aplikasi di background sudah ditutup, dan kondisi smartphone di air-plane mode.
Hasil PCMark 2.0 Battery:
Asus Zenfone Max Pro M1 dengan baterai 5000 mAh : 11 jam 25 menit
Xiaomi Redmi Note 5 dengan baterai 4000 mAh : 11 jam 5 menit
Walau terbukti Asus lebih unggul sesuai dengan kapasitas baterainya yang lebih besar 25% dibanding Redmi, hasil ini justru mengejutkan, karena selisihnya hanya 20 menit, perbedaan waktu yang terlalu sedikit jika mengingat baterai Asus yang lebih besar 25%. Bahkan dalam percobaan sebelumnya Xiaomi Redmi Note 5 pernah mencapai skor 11 jam 19 menit, yang berarti hanya beda 6 menit saja dibanding Asus, tetapi saya memilih mengulang lagi benchmark ini karena MIUI langsung menutup seluruh aplikasi ketika baterai mencapai kondisi 20% dan benchmark ini belum benar-benar selesai 100%.
Ini salah satu test dalam serangkaian test perbandingan diantara kedua device ini yang paling menarik, karena memberikan fakta yang berbeda cukup jauh dari asumsi kita saat melihat spesifikasi ukuran baterai. Berbagai pertanyaan mungkin timbul, ada yang mungkin berasumsi bahwa baterai Asus tidak benar 5000 mAh, mengingat berat kedua device ini hanya berbeda 1 gram. Tetapi rasanya tidak, manufaktur baterai resmi dari vendor biasanya memang tepat kapasitasnya, kecuali kita membeli baterai pihak ketiga yang sering mengklaim dua kali lipat kapasitas lebih besar walau ukurannya sama.
Mungkin juga ada yang berpikir bahwa Xiaomi lebih ketat untuk mengontrol aplikasi yang running di background, tetapi sebelum test kita sudah memastikan aplikasi yang running di background dibersihkan dan test dilakukan dalam kondisi air-plane mode.
Hal yang terpikir oleh saya adalah kemungkinan kernel Asus di-set berbeda. Kernel ini bahasa mudahnya adalah penghubung antara software dan hardware.
PCMark Battery ini sebenarnya menjalankan aplikasi-aplikasi seperti yang dilakukan pada PCMark Work berulang-ulang. Kita lihat skor PC Mark Work Asus cukup berbeda, lebih tinggi cukup jauh skornya dibanding Redmi. Ini mungkin saja didapat dengan pengorbanan daya yang lebih besar, dimana penggunaan daya ini juga diatur di dalam kernel.
Tetapi bisa jadi juga Asus yang terbiasa menggunan Zen-UI, dan kali ini menggunakan android polosan masih belum tuntas mengoptimalisasi OS pada Zenfone Max Pro M1 ini. Mungkin pada update-update mendatang daya tahan baterai Asus bisa lebih baik.
Dengan hasil skor kedua device ini mencapai daya tahan PC Mark Battery 11 jam lebih, bisa dikatakan kedua device ini masuk level smartphone yang irit baterai atau smartphone dengan daya tahan baterai yang baik. Penggunaan sehari-hari akan cukup dari pagi hingga pulang lagi ke rumah malam hari tanpa perlu men-charge nya ditengah-tengah, bahkan mungkin untuk sebagian orang daya tahan baterainya masih akan cukup untuk keesokan harinya.
Redmi 5 Plus yang hadir sebelum Redmi Note 5, memiliki ukuran dan resolusi layar yang sama dan kapasitas baterai yang sama 4000 mAh. Tetapi ujicoba Redmi 5 Plus untuk daya tahan baterai malah “hanya” 10 jam 44 menit. Dari hasil ini bisa ditarik kesimpulan, sepertinya Snapdragon 636 ini (pada Redmi Note 5) selain lebih cepat, tetapi soal irit daya malah lebih baik dari Snapdragon 625 (pada Redmi 5 Plus), atau bisa juga Oreo 8.1 pada Redmi Note 5, lebih baik dalam efisiensi daya dibanding Nougat 7.0 pada Redmi 5 Plus, atau malah keduanya.
Charging Cepat dan Waktu Charging
Secara spesifikasi dari Qualcomm, Snapdragon 636 yang menjadi otak baik Asus Zenfone Max Pro M1 dan Redmi Note 5 sebenarnya sudah mendukung charging cepat atau Quick Charging, tetapi kedua device ini tidak membawa teknologi charging cepat QC 4.0. Keduanya dilengkapi charger bawaan dengan spesifikasi 5V-2A.
Saat dicoba di-charge dengan charger resmi berteknologi QC 3.0, kedua device menampilkan lambang charging cepat, Asus dengan notifikasi charging rapidly di lock screen, sementara lambang QC muncul di dekat icon baterai di Redmi Note 5.
Tetapi ternyata untuk Zenfone Max Pro M1, notifikasi ini tidak lama kemudian menghilang, dan device charging seperti biasa. Update keterangan dari Asus menyatakan Zenfone ini memang tidak dilengkapi teknologi charging cepat, menurut mereka, Asus memilih memberikan kapasitas baterai yang besar dibanding memberikan kapasitas baterai lebih kecil demi charging cepat.
Dalam ujicoba, dari kondisi 20% baterai di-charge hingga penuh 100% (mengisi 80% baterai) dalam kondisi airplane mode, Asuz Zenfone Max Pro M1 dengan baterai berkapasitas 5000 mAh membutuhkan waktu 2 jam 23 menit dengan panas baterai maksimal 37 derajat celcius.
Redmi Note 5 tetap menampilkan lambang Quick Charging selama di charge dengan charger QC 3.0. Pada Redmi 5 Plus sebelumnya lambang ini juga keluar, tetapi tidak memberikan pengaruh charging yang lebih cepat, malah cenderung lebih lama dan panas. Tetapi pada Redmi Note 5, ternyata quick charging 3.0 ini bekerja. Ini hasilnya:
Charger bawaan Xiaomi Redmi Note 5, dari kondisi 20% baterai di-charge hingga penuh 100% (mengisi 80% baterai kapasitas 4000 mAh) dalam kondisi air-plane mode membutuhkan waktu 2 Jam 18 Menit dengan suhu baterai maksimal 43 derajat celcius.
Redmi Note 5 dengan charger Quick Charge 3.0 , kondisi baterai yang sama, mengisi 20% – 100%, membutuhkan waktu lebih cepat, 1 Jam 44 Menit ( 34 menit lebih cepat) dengan suhu maksimal 46 derajat celcius.
Dari hasil perbandingngan ini jika menggunakan charger bawaan yang sama 5V-2A, charging speed Asus bisa dikatakan lebih baik, mengingat kapasitas baterainya 5000 mAh dan panas yang dihasilkan lebih rendah. Sementara Xiaomi unggul bisa bekerja dengan fitur Quick Charge 3.0 yang memperpendek waktu charging, walau suhu lebih tinggi, dan kinerja daya tahan baterainya walau lebih kecil dalam kapasitas, ternyata bisa mendekati daya tahan Asus.
Kamera
Pada bagian ini saya lebih ingin menyoroti saja jeroan kamera dari kedua device dan sedikit analisa. Biarlah perbandingan hasil gambarnya mungkin nanti dibuat terpisah karena bisa menjadi bagian yang terlalu panjang. Banyak yang menarik yang bisa diceritakan walau hanya mengambil sedikit bagian tentang kamera. Misalnya kebanyakan dalam setiap peluncuran, setiap vendor senantiasa menyoroti kemampuan kamera smartphonenya. Intinya tidak ada kecap nomor dua, semua nomor satu. Tidak ada yang salah dari cara marketing ini, karena kamera adalah satu bagian fitur teratas yang diincar orang saat membeli smartphone.
Selama ini senantiasa ada gap yang cukup besar antara kemampuan kamera pada smartphone mid-end dan smartphone hi-end. Kamera-kamera smartphone yang superior senantiasa selalu muncul pada smartphone hi-end, walaupun tidak semua flagship smartphone memiliki kamera yang hebat. Kehebatan kamera ini juga sudah menjadi semacam gengsi tersendiri, sehingga banyak orang mengacu kepada penilaian DxOmark untuk mengatakan kameranya lebih baik dianding yang lain.
Kamera smartphone adalah fitur yang ampuh untuk “cuci-otak” calon konsumen. Maksudnya begini, kamera ini dibutuhkan hampir oleh semua pengguna smartphone, jepret sana, jepret sini. Tetapi teknologi dan prinsip kerja kamera sedikit sekali dimengerti orang. Sebagian besar pengguna tidak peduli soal bagaimana memilih kamera, bagian apa yang terpenting yang harus diperhatikan, dan hasil kamera ini bisa dinilai sangat subjektif. Kondisi ini mudah membuat konsumen digiring untuk mempercayai apa yang dikatakan dan dimarketingkan produsen. Hal paling mudah yang kita tahu dan sampai sekarang masih berlaku, paham megapixel kamera lebih besar berarti kamera lebih baik.
Saya pernah melakukan eksperimen meminta orang awam untuk menilai foto hasil dua kamera smartphone, katakanlah device A dan device B. Mereka ini tentu punya smartphone, rajin foto-foto juga bahkan selfie. Pada awal banyak yang memilih hasil dari kamera A dianggap lebih bagus dari kamera B. Kemudian saya menaikkan brightness atau kecerahan layar pada device B tanpa sama sekali mengedit foto di kamera B, kemudian meminta lagi orang-orang menilai. Sekarang pilihan mereka bahwa kamera dari device B lebih baik. Menarik kan?
Karena bersifat sangat subjektif dan orang tidak mengetahui pasti apa yang harus dipertimbangkan dari kamera, maka mudah sekali memasukkan ide-ide tentang “kehebatan” kamera sebuah device kepada benak orang, bisa dilakukan lewat spesifikasi, saat launching, lewat SPG, lewat review, bahkan lewat pemilik toko. Intinya orang mudah dipengaruhi atas apa yang dia tidak tahu dengan pasti.
Perhatikan ada 2 komponen unik yang selalu dipamerkan banyak vendor sebagai bagian marketing spesifikasi sebuah smartphone, pertama adalah prosesor, dengan catatan jika prosesor tersebut adalah Snapdragon dari Qualcomm, dan satu lagi sensor kamera, dengan catatan jika sensor tersebut buatan Sony, yang biasanya dimulai dengan kode IMX. Seoalah-olah selain prosesor Snapdragon atau sensor kamera Sony, brand yang lain tidak memiliki nilai jual untuk dipamerkan sebagai bagian marketing. Ironisnya juga, smartphone Sony sendiri tidak ada yang masuk dalam urutan 10 besar DxOmark.
Kedua brand ini juga tentu membawa cerita kamera smartphone mid-end mereka ini mumpuni, baik pada Asus Zenfone Max Pro M1 dan Xiaomi Redmi Note 5 saat peluncurannya, sebagai bagian penting dari smartphone karena keduanya juga sudah dilengkapi dengan dual kamera, fitur yang lagi hangat di smartphone.
Xiaomi Redmi Note 5
Redmi Note 5 menggunakan dual kamera, satu kamera 12 MP aperture f/1.9, sensor dengan ukuran pixel besar 1.4µm, ditambah satu kamera 5 MP, f/2.0, dan sensor pixel 1.25µm, dual pixel phase detection autofocus, dual-LED flash.
Saat peluncuran Xiaomi membanggakan ukuran pixel sensor kamera yang besar, 1.4µm, yang akan bagus untuk menangkap lebih banyak cahaya. Benar ukuran pixel sensor yang lebih besar akan lebih baik pada foto lowlight karena menangkap lebih banyak cahaya dibanding ukuran pixel sensor yang kecil. Ini seperti kita menaruh mangkuk dan gelas saat hujan, dalam waktu yang sama, volume air yang ditampung mangkuk akan lebih banyak dibanding gelas, karena ukuran permukaan mangkuk yang lebih lebar. Sebagai catatan ukuran pixel sensor di sini bukan ukuran megapixel kamera ya, tetapi pixel photodiode, bagian sensor kamera yang berfungsi “menangkap” cahaya.
Sensor kamera smartphone juga berkembang cukup pesat, ukuran pixel sensor besar ini bukan satu-satunya cara sensor menangkap cahaya lebih baik, sekarang kita mengenal teknologi pixel binning, dimana saat lowlight, ukuran pixel yang lebih kecil “digabung” menjadi grup pixel untuk menangkap cahaya lebih banyak, sama seperti analogi di atas, untuk menyaingi jumlah air hujan yang ditangkap mangkuk, digunakan 4 bh gelas yang dijadikan satu.
Tetapi sensor bukan satu-satunya penentu untuk bagusnya sebuah hasil foto ditangkap kamera. Sepanjang saya mencoba banyak smartphone dan kameranya, banyak kamera smartphone dilengkapi sensor yang sama, tetapi foto yang dihasilkan berbeda. Kamera smartphone walaupun kecil, ternyata kompleks untuk bisa menghasilkan gambar yang semakin baik, tidak hanya sensor, disana ada lensa, ada aperture, ada ISP dari prosesor, ada algoritma software kamera, yang semuanya ambil bagian dan bisa menentukan hasil akhir kualitas sebuah foto atau video.
Bagian tersulit dari kamera smartphone mid-end adalah menangkap foto yang bagus saat lowlight. Jarang sekali smartphone mid-end bisa menghasilkan foto yang wow pada kondisi lowlight, walau dalam kondisi yang cukup cahaya, kamera-kamera smartphone mid-end sudah banyak sekali kemajuan. Selama saya mengikuti sepak terjang Xiaomi sejak hadir resmi di Indonesia, walau setiap peluncuran selalu dipamerkan foto2 hasil kamera smartphonenya yang tampak wow, jarang sekali saya merasa wow ketika mencobanya sendiri. Wajarlah ya namanya smartphone mid-end, lagipula hasil kamera juga sangat subjektif, pengalaman setiap orang yang berbeda bisa menghasilkan penilaian yang berbeda.
Tapi kali ini saya merasa berbeda dengan Redmi Note 5, kameranya bagus, apalagi mengingat ini smartphone mid-end, sudah melompat cukup jauh dari kamera-kamera smartphone mid-end Xiaomi sebelumnya. Bokehnya bagus walau tidak bisa diatur levelnya, foto potraitnya menarik karena wajah objeknya terlihat lebih natural tidak over-dipoles, termasuk dalam suasana agak temaram masih bisa mengambil foto potrait yang baik.
Khusus untuk foto bokeh ini, kamera kedua yang disertakan bukan telephoto, sehingga Xiaomi menggunakan teknik seperti yang dilakukan pada OnePlus 5T, menggunakan digital zoom 2x untuk lensa menangkap objek agar terlihat lebih dekat. Kalau kita perhatikan dari data exif fotonya, setiap foto bokeh karena menggunakan digital zoom / cropping, maka hasil fotonya tidak lagi 12 MP, melainkan 5-6 MP.
Sedikit yang harus diperbaiki hanya di algoritma software untuk foto bokeh, dimana kadang ada bagian yang terlalu kecil yang harusnya tidak bokeh juga turut bokeh, misalnya gagang permen lolipop yang dipegang, ini wajar, biasanya akan membaik setiap update. Update juga semoga membawa kemudahan untuk metering kapan jarak kamera dan objek ideal untuk menghasilkan foto bokeh yang ditandai dengan notifikasi “depth effect”, karena notifikasi ini agak sulit di dapat walau kamera sudah di maju mundurkan, tetapi efek background blur tetap didapat walau tanpa notifikasi tersebut keluar.
Foto lowlight nya juga baik, sepertinya Xiaomi memanfaatkan teknologi Qualcomm yang bisa mengambil beberapa foto dalam sekali jepret, kemudian ISP (Image Signal Processor) dari SoC Snapdragon menggabungkannya menjadi gambar yang lebih cerah, dynamic range yang lebih baik, dan noise yang lebih terkontrol. Foto lowlightnya sudah menampilkan detail yang baik, bisa mencerahkan objek-objek yang biasanya pada kamera mid-end akan terlihat terlalu gelap, dan noise terkontrol lebih baik dibanding banyak kamera mid-end, yang biasanya cukup mengganggu di foto di area temaram.
Walau dalam launchingnya Xiaomi menyertakan perbandingan dengan kamera smartphone hi-end, dari apa yang saya test, kamera Redmi Note 5 ini belum bisa benar-benar bersaing dengan kamera hi-end tersebut dari sisi detail, dynamic range, dan level noise, apalagi di kondisi temaram plus, tetapi untuk kamera smartphone mid-end hasil foto Redmi Note 5 ini termasuk di atas rata-rata.
Saat ini kabarnya Xiaomi membuat divisi khusus untuk mengembangkan kualitas kamera smartphonenya. Memang harus diakui, sepertinya kelemahan Xiaomi adalah di software kameranya, walau banyak menggunakan part kamera yang bagus, seperti sensor-sensor kelas atas, smartphone Xiaomi jarang masuk jajaran smartphone yang direkomendasikan untuk hasil kamera yang hebat, misalnya di jajaran DxOmark, sampai Mi Mix 2S, yang berhasil masuk ke jajaran smartphone dengan kamera bagus. Dengan adanya divisi khusus, akan membantu untuk Xiaomi memasuki pertarungan kelas kamera hi-end, karena software dan algoritma ini berperan penting sekali untuk menghasilkan foto yang baik, seperti kita mungkin pernah mengalami beberapa software update membuat hasil foto lebih baik, atau maraknya pengguna smarphone menggunakan aplikasi Google camera dari Google Pixel 2, hardware kamera tidak berubah, tetapi hasil foto bisa jauh berbeda.
Nah ini yang mungkin mengejutkan untuk banyak orang, terutama mifans, walaupun setiap launching demi kepentingan marketing Xiaomi sering mocking Samsung, sensor kamera dengan pixel 1.4µm yang dibanggakan Redmi Note 5 ini menggunakan sensor buatan Samsung, ISOCELL S5K2L7. Sensor ini bagian dari ISOCELL fast dengan teknologi auto-fokus dual phase detection. Memang divisi sensor kamera dari Samsung ini sedang berkembang pesat melahirkan sensor kamera dengan teknologi baru dan memiliki kualitas yang baik, walau namanya belum setenar Sony. Sebenarnya bukan baru kali ini saja Xiaomi (dan banyak brand lain juga) menggunakan sensor buatan Samsung, bahkan semenjak Redmi 1/1s, sensor kamera yang digunakan adalah ISOCELL.
Asus Zenfone Max Pro M1.
Biasanya vendor yang menggunakan stock android OS dan menyematkan dual kamera, membuat sendiri aplikasi kameranya. Kali ini cukup mengejutkan Asus justru memilih aplikasi kamera buatan Qualcomm, Snapdragon Camera. Aplikasi kamera ini lebih umum digunakan pada OS android custom atau modifikasi. Aplikasi kamera ini biasanya hanya cocok dengan device yang menggunakan prosesor Snapdragon.
Walaupun Qualcomm terkenal dengan teknologi-nya yang kelas atas, snapdragon camera ini secara tampilan dan menu termasuk sederhana. Tampilan dan UI-nya bisa dikatakan polos atau tanpa polesan, dan menurut saya terkesan outdated. Beda dengan biasanya tampilan menu kamera Asus dan banyak smartphone lain yang dipoles yang terlihat lebih matang, snapdragon camera ini lebih seperti aplikasi kamera untuk test saja, seperti aplikasi yang dirancang oleh engineer tanpa sempat dipoles oleh ahli UX / UI. Berfungsi, tetapi plain, bahkan beberapa menu harus masuk lebih dalam untuk mencapainya.
Asus sendiri menggunakan sensor kamera buatan OmniVision, OV16880. Perusahaan Taiwan ini juga mungkin jarang kita dengar, tetapi kiprahnya sudah sangat lama. Mungkin saja kamera di notebook yang kita gunakan buatan pabrikan ini.
Kalau Xiaomi mengunggulkan kemampuan kamera di lowlight dan bokeh, Asus mengunggulkan fitur bokeh dual kamera sekaligus video 4K. Memang resolusi video 4K ini biasanya hanya diusung smartphone hi-end, kali ini Asus membawanya di Zenfone Max Pro M1, bahkan dengan resolusi DCI 4K, resolusi yang jarang ada di kamera smartphone hi-end sekalipun. Resolusi 4096×2160 ini sebenarnya resolusi yang bisa memenuhi layar yang memanjang 18:9 , resolusi yang lebih panjang dibanding 4K standar yang 16:9. Sebenarnya resolusi DCI pada Asus ini hasil cropping dari 4K UHD dan FPS nya turun ke 24 FPS. Tetapi Redmi Note 5 tidak memiliki fitur rekam video dengan resolusi 4K, mentok di Full HD 1080.
Untuk hasil kamera di saat terang, keduanya bisa menghasilkan foto yang baik, saat lowlight, Xiaomi 1 step lebih baik, walau belum bisa dipaksakan untuk sebaik hasil lowlight smartphone hi-end saat kondisi lowlightnya ekstra, dan kehilangan banyak kontrol atas noise. Untuk foto potrait, terutama objek manusia, Xiaomi bisa memoles hasilnya lebih baik, termasuk autofocus yang lebih cepat.
Konklusi.
Tidak bisa dihindari, kemajuan teknologi smartphone juga membuat mid-end smartphone sekarang berkembang pesat, walau harganya bisa dikatakan terjangkau, tetapi kualitasnya sudah bisa dikatakan sangat baik. Pilihan di range mide-end ini juga banyak, dan mereka saling bertarung dengan ketat.
Kondisi ini memang membuat pasar smartphone mid-end bergairah, dan persaingan antar vendor membuat konsumen diuntungkan karena teknologi, desain, fitur, yang dulu hanya milik smartphone-smartphone hi-end, sekarang dibawa masuk lebih cepat ke smartphone mid-end.
Baik Asus Zenfone Max Pro M1 dan Redmi Note 5, sekarang sedang menjadi smartphone mid-end yang sepertinya paling hangat diperbincangkan, karena keduanya mengusung harga yang affordable dan spesifikasi yang baik, apalagi keberaadaannya yang susah untuk didapatkan, baik via flash sale atau melalui toko offline, sehingga netizen melabelinya dengan smartphone “Ghoib”, tidak tampak barang fisiknya.
“Dengan harga yang dibandrol keduanya, dengan spesifikasi dan kemampuan di dalamnya, seharusnya tutup mata dan pilih salah satu diantaranya tidak ada yang dirugikan, keduanya layak untuk diigunakan sehari-hari, yang mana saja yang bisa didapat.”
Dari hasil ujicoba kita melalu test terukur, ini resume kelebihan Asus Zenfone Max Pro M1
- Stock Android, untuk update lebih cepat dan kesesuaian aplikasi yang luas.
- Baterai 5000 mAh walau ternyata tidak lebih jauh dibanding Redmi Note 5 daya tahannya, tetapi proses charging standarnya lebih cepat dan suhu baterai lebih dingin. Mungkin pada update mendatang kinerja baterai 5000 mAh ini bisa lebih baik.
- Berdasarkan benchmark, untuk keperluan penggunaan sehari-hari terutama yang banyak berurusan dengan dokumen dan foto, Zenfone Max Pro M1 ini memiliki kinerja yang lebih tinggi sedikit dibandin Redmi Note 5.
- Untuk mereka yang sering menggunakan smartphone untuk mengambil video dan mau memulai dengan resolusi lebih tinggi, 4K, Asus Zenfone ini bisa menjadi device affordable untuk memulai.
- SIM tray nya bisa mengadopsi langsung 2 SIM dan satu eksternal memory card, untuk orang yang selalu membutuhkan smartphone dual SIM tanpa mau berkorban dengan eksternal storage, sementara Redmi Note 5 SIM tray nya hybrid, harus memilih antara dual sim atau single sim dan eksternal memori.
Kelebihan Xiaomi Redmi Note 5
- MIUI memang lebih berat dibanding dengan stock android, tetapi bagi yang membutuhkan banyak fitur tambahan seperti dual apps, penguncian aplikasi, gesture tambahan, dan lain-lain tampa harus menginstall aplikasi pihak ketiga, MIUI bisa menjadi pilihan dibanding stock android pada Zenfone.
- Baterai 4000 mAh Redmi Note 5 ternyata kinerjanya tidak terpaut jauh dengan baterai 5000 mAh pada Zenfone Max Pro M1, dan sudah mendukung charging cepat untuk mereka yang bersedia menyediakan dana tambahan membeli charger dengan standar Quick Charge 3.0.
- Kinerja kameranya untuk smartphone mid-end Redmi Note 5 ini masuk kelas bagus, satu step diatas rata-rata kamera mid-end yang sekarang makin baik, terutama untuk foto bokeh dan lowlight, dengan catatan lowlightnya tidak benar-benar temaram. Update software kamera dibutuhkan untuk membuat hasilnya lebih sempurna
- Infra red remote, walau bisa jadi tidak penting, buat sebagian orang yang peralatan elektrroniknya kebanyakan masih menggunakan infrared remote, tersedianya hardware dan aplikasi mi remote yang sudah dilengkapi banyak database ini menarik.
Sekali lagi walau harus dijelaskan dalam tulisan panjang ini, smartphone tidak bisa hanya dipilih berdasarkan spesifikasi yang tertulis saja, karena ketika di test banyak hal diluar dugaan terjadi.
Sepertinya ke depan pertarungan Asus dan Xiaomi belum akan berhenti, karena mereka memiliki range device yang sama, punya seri dari bawah hingga seri hi-end.
Terakhir saat artikel ini ditulis, Asus sudah memperkenalkan seri flagship nya Zenfone 5z untuk dijual di Indonesia, sekarang kita menunggu langkah Xiaomi, apakang sudah siap juga memasukkan seri hi-end nya ke Indonesia.
Kabarnya di kwartal ketiga tahun ini ada 3 device hi-end lagi dengan Snapdragon 845 akan hadir untuk Indonesia, dan salah satunya kabarnya brand Xiaomi.
Selamat Memilih !
Belum bahas eis nya redmi note 5 sama selisih harga 200 rebu nya om sebagai konklusinya…
kekuatan pemerimaan sinyal GSM dan Wifi tidak dinilai pfffft
Mantap pak reviewnya, untuk otak kelas menengah seperti saya bisa dipahami dan dimengerti hehe
Review bintang 5, sangat mendalam. Terimakasih gan
Terima Kasih banyak atas komplimen nya 🙂