Xiaomi 12 Pro, Jalan Panjang Menjadi Flagship Global

Sempat tidak mengeluarkan produk di awal Q1 2022, memasuki Q2, Xiaomi Indonesia membombardir produknya dari semua lini, budget phone, mid-range, bahkan flagship phone, sekaligus mengejar Hari Raya, dimana banyak orang membelanjakan THR nya untuk smartphone baru.

Memiliki 3 brand utama dari produk smartphonenya, langkah Xiaomi di flagship smartphone cukup membingungkan.

Mari saja jelaskan sedikit dulu sebagai background mengapa saya bilang flagship Xiaomi cukup membingungkan, karena nanti, sedikit banyak akan berpengaruh kepada produknya.

Brand Xiaomi yang dulu diperkenalkan sebagai Mi, ditujukan lebih ke high-tier smartphone, kategori produknya kelas menengah ke atas, dan flagship Xiaomi andalan ada di brand ini

Brand Redmi, ini setahu kita ditujukan untuk bermain di budget phone hingga mid-tier, orientasinya membuat produk dengan harga hemat, bahkan terhitung sangat murah dibanding brand-brand lain

Brand Poco, pertama keluar tag nya “flagship killer” , smartphone yang mengutamakan spesifikasi, terutama chipset kelas flagship, tetapi dengan harga jauh dibawah flagship dengan chipset yang sama, walaupun dengan beberapa pengurangan part atau fitur yang dianggap tidak dibutuhkan untuk bisa mendapat harga flagship ekonomis.

Lambat laun, ketiga brand Xiaomi ini ternyata juga saling bersinggungan. Misalnya kita fokus ke produk flagship, ternyata Redmi juga membuat produk flagship. Produk flagship Redmi ini ada yang di re-brand di Poco. Xiaomi juga punya flagship sendiri, dan ketiga brand ini menggunakan chipset flagship yang sama.

Secara jumlah pengguna, apalagi di negara berkembang, flagship phone ini tidak sebanyak budget atau mid-range phone. Tetapi flagship phone menentukan dimana posisi brand tersebut berada, dan menjadi persaingan antar brand yang paling diperhitungkan, karena menyangkut kemampuan penguasaan teknologi yang prestisius.

Saya pikir banyaknya flagship dari Xiaomi, bertujuan segera “switch” dari brand yang dulu dikenal dibangun dari device murah, ke device dengan kemampuan yang sama dengan device flagship global yang sudah mapan.

Dan Xiaomi 12 Pro yang tidak murah, diluar harga Xiaomi yang biasa dikenal, masih memiliki beberapa DNA lamanya. Tapi yang membanggakan, Xiaomi sekarang secara pasti bergerak membuat flagshipnya menjadi true flagship, flagship yang lengkap.

Speed Master

Cara paling ampuh untuk menunjukkan jati diri sebagai sebuah smartphone sebagai flagship, adalah dengan memilih menggunakan chipset atau SoC flagship yang paling cepat dan paling dikenal bertenaga saat ini.

Strategi ini yang dipakai Xiaomi bertahun-tahun untuk menyihir banyak pengguna agar melihat sebuah device flagship dengan pandangan yang fokus ke arah ini.

Memang tidak ada aturan baku, part dan fitur apa yang harus dimiliki sebuah smartphone agar layak disebut flagship, dan penggunaan SoC atau chipset tertinggi adalah kepastian yang harus dimiliki.

Bagusnya kamera, lengkapnya fitur, tanpa menggunakan chipset flagship terbaru, membuat sebuah smartphone ragu digolongkan sebagai flagship, dan ini pasti disadari Xiaomi.

Maka dari itu Xiaomi mampu membuat flagship dengan harga miring, dengan fokus pada spesifikasi chipset sebagai bagian utama pembahasannya, karena chipset ini bisa terukur dan bisa dibandingkan, sementara hasil kamera, UI, fitur, dll, sifatnya subjektif.

Xiaomi benar-benar menyadari hal ini, makanya selalu bermain dengan angka-angka benchmark, paham soal membuat smartphone bisa berjalan kencang, dengan hasil benchmark tinggi, 

Speed yang kencang ini dibanggakan fans dan penggunanya, di-amplified oleh para media dan  tech reviewer dalam performa gaming, membuat Xiaomi bisa dikatakan sudah menjadi speed master.

Tetapi beberapa tahun terakhir Xiaomi mencoba jalur lain, flagship yang lebih global, dengan fokus pada bagian lain selain speed, seperti kamera, layar berkualitas, audio, tweak UI, dll, yang walaupun tidak lagi bisa menjual flagshipnya dengan harga miring, tetapi lebih lengkap.

Ini yang dilakukan pada Xiaomi 12 Pro, flagship yang lebih lengkap, bahkan Xiaomi menyebutnya sebagai Master Every Scene.

Masih bicara speed, Xiaomi 12 Pro menggunakan chipset Snapdragon 8 Gen 1, yang sekarang menjadi chipset paling atas untuk chipset flagship.

Sebelumnya Xiaomi 11T Pro, menggunakan chipset Snapdragon 888, dan kala itu performanya dikebiri untuk menghindari panas dan penggunaan daya yang berlebih.

Kali ini Xiaomi 12 Pro lebih siap, walau chipset Snapdragon 8 Gen 1 yang lebih kencang lagi dari Snapdragon 888, tetapi karakternya sama, daya yang digunakan besar hingga menghasilkan panas. 

Xiaomi 12 Pro menggunakan vacuum chamber yang lebih besar, dan graphite sheet 3 lapis, hasilnya memang jauh lebih baik, walau device tetap terasa panas, sekitar 42-44 derajat saat di-abuse, tetapi tidak sampai 50 derajat seperti Xiaomi 11T Pro saat pertama release, sebelum ada firmware update.

Panas pada body ini belum tentu berarti ada masalah, bisa jadi panas yang terjadi karena sistem pendingin malah sedang bekerja dengan baik, membuang panas lewat body belakang dan kaca depan.

Tapi kebanyakan pengguna takut akan hal ini, padahal kalau sistem terlalu panas, tanda utamanya device akan berhenti bekerja dengan notifikasi overheat.

Sementara selama stress test, Xiaomi 12 Pro ini bisa melewatinya dengan baik tanpa berhenti dan overheat, dan suhu berkisaran 42-44 derajat.

Memang suhu sepanas ini agak tidak enak di jari, tetapi dengan menggunakan casing silicon bawaannya, panas ke jari ini bisa ditolerir.

Bedanya dengan Xiaomi 11T Pro yang pada saat benchmark terasa sangat panas tetapi saat digunakan bermain game suhunya lebih terkontrol, Xiaomi tidak melakukannya di Xiaomi 12 Pro. Performa tidak dicekik dan akibatnya suhu seperti saat bermain game berat seperti PUBG Mobile diukur dengan infrared thermometer hasilnya saat sudah dimainkan puluhan menit bisa mencapai suhu yang sama dengan benchmark GPU stress test di 42 derajat.

Intinya, dari Snapdragon 888 di Xiaomi 11 series, Xiaomi sudah lebih bisa mengatasi kebutuhan akan kecepatan optimal SoC dengan antisipasi mengatasi panas yang terjadi, agar tidak terlalu berlebih.

Secara angka mudah bagi Xiaomi 12 Pro menorehkan angka-angka yang tinggi, berbeda dengan seri Xiaomi 11T Pro sebelumnya yang terpaksa ditekan agar tidak terlalu panas.

Angka AnTuTu sendiri tanpa pengendalian suhu eksternal, Xiaomi 12 Pro mudah mencapai angka 980rb, sedikit lebih di area dingin, akan mudah menembus skor 1 jt.

Skor ini paling tinggi didapat karena peningkatan GPU di Snapdragon 8 Gen 1.

Memang bagian chip grafis ini menjadi perhatian khusus dari Qualcomm untuk peningkatan performa yang tinggi, dengan melepas batasan bisa digunakan optimal, dengan izin menaikkan daya watt lebih besar untuk memacu GPU.

Konsekuensinya memang suhu menjadi lebih panas, makanya dibutuhkan pendingin yang mumpuni.

Kemampuan grafis ini dibuktikan dengan skor 3DMark Wild Life yang tinggi 9880.

Test ini mensimulasi kita bermain game berat, dan di dapat FPS rata-rata yang sangat baik untuk Xiaomi 12 Pro di 59 FPS.

Tetapi ini catatan untuk kinerja GPU bermain game berat selama 1 menit.

Test berikutnya menjadi kinerja asli, mensimulasi bermain game berat lebih lama.

Stress test Wild Life ini berlangsung 20x berulang, menghasilkan panas yang maksimal dan menguras kemampuan GPU Xiaomi 12 Pro.

Stress test ini membuat FPS tertinggi 74 FPS bisa turun ke 18 FPS saat panas yg mencapai 46 derajat menurut sensor.

Skor benchmarknya bisa turun setengahnya dari 9600 ke 4500 an, sehingga hanya mendapat angka stabilitas kemampuan menjaga FPS 47%.

Ini bukan berarti kinerja Xiaomi 12 Pro buruk, tetapi memang menundukkan Snapdragon 8 Gen 1 ini sulit, butuh pembuang panas yang sangat mumpuni.

Dan ini bukan dialami Xiaomi saja, tetapi brand-brand lain pengguna chipset yang sama juga mengalaminya. Anggap saja sedikit panas ini pada jari sebagai fitur anti rematik 🙂

Secara keseluruhan dari kinerja SoC, Xiaomi 12 Pro merupakan device flagship yang cepat. Mudah melibas game-game berat sekalipun.

Perpindahan aplikasi juga cepat, loading juga singkat karena selain SoC, sudah menggunakan RAM besar 12GB LPDDR5, dan Internal Storage UFS 3.1 256GB, spek RAM dan Storage yang juga menjadi ciri spesifikasi tinggi kelas flagship agar tidak terjadi bottle neck pada kinerja SoC yang cepat.

Baik besaran RAM dan Storage juga bisa dikatakan sangat cukup untuk pemakaian jangka panjang.

Baterai dan HyperCharge

Ada aturan tidak tertulis pada produk flagship, kinerja kelas atas dari chipset, layar yang semakin terang, fitur, koneksi network, dll, mengharuskan flagship phone sebaik mungkin memberikan waktu pemakaian yang panjang.

Cara termudah adalah menyematkan baterai berkapasitas besar, tetapi cara inti tidak prestisius untuk sebuah smartphone flagship, karena akan membuat body menjadi tebal dan berat. 

Cara yang harus ditempuh adalah pengaturan efisiensi dari setiap part yang digunakan, agar bisa optimal . dengan kinerja tinggi tetapi daya rendah, dan ini yang sulit.

Seperti kita ingin mobil berjalan kencang, tetapi tidak bisa menginjak pedal gas dalam-dalam, karena akan membuat boros pemakaian bahan bakar.

Sebelumnya pada Xiaomi 11T Pro, Xiaomi terpaksa mengatur manajemen SoC dengan sedikit mencekiknya agar tidak boros baterai. Tetapi akibatnya kinerjanya tidak optimal.

Kali ini di Xiaomi 12 Pro, Xiaomi menempuh cara lain, kinerja dibiarkan bisa dipacu maksimal, panas sedikit dan baterai lebih boros.

Misalnya saat bermain game berat seperti PUBG, dalam setengah jam-an bisa menghabiskan 15% baterai. Tidak hanya bermain game, streaming video, browsing, apalagi dengan settingan layar resolusi tertinggi dengan warna vivid, terasa  lebih boros sekarang dibanding versi flagship sebelumnya.

Yang cukup aneh juga saat standby, tanpa digunakan. Sekarang Xiaomi 12 Pro lebih cepat habis baterainya, seperti tetap menjalankan sensor atau aplikasi di background, berbeda dengan biasanya yang bisa mati suri.

Baterai 4600 mAh Li-ion polymer buatan Amperex, menjadi sumber daya Xiaomi 12 Pro, memang sedikit kurang dari sweet spot 5000 mAh, tetapi ini pasti ada barrier nya. 

Xiaomi 12 Pro misalnya menyematkan wireless charging, menyita tempat untuk ketebalan. 

Pendingin yang lebih mumpuni, yang vacum chambernya terletak di bawah baterai, juga akan menyita lebih banyak area, sehingga baterai tidak bisa terlalu tebal, dan sebagai device yang lebih true flagship, tentu lebih banyak part menyita tempat.

Lebih borosnya penggunaan daya, terobati dengan hadirnya charger super cepat yang dinamakan Xiaomi HyperCharge 120W. Chargingnya benar2 cepat saat mode Boost Charging Speed-nya dinyalakan.

Dari sisa baterai 13%, hanya butuh 22 menit untuk mencapai 100%.

Menariknya teknologi fast charging Xiaomi ini cepat berkembang, biasanya untuk charging sangat cepat yang hanya beberapa menit, baterai dibagi 2 bagian, agar masing-masing kapasitas lebih kecil dan lebih cepat penuh saat di charge, tetapi kali ini di Xiaomi 12 Pro baterainya 1 keping utuh.

Untuk membuat charger 120W ini, memang kepala charger Xiaomi 12 Pro menjadi cukup jauh lebih besar dari charger-charger fast charging standar.

Walau kemampuan charger tertulis 120W dan saat charging terpampang 120W, tidak berarti proses charging berlangsung 120W. Proses charging 120W hanya berlangsung beberapa menit di awal, dan kemudian menurun dengan semakin penuhnya baterai.

Saat indikator mengatakan 100% penuh, sebenarnya baterai belum penuh benar, kalau masih ada waktu diamkan beberapa menit lebih lama, untuk proses pengisian benar-benar penuh.

Sebagian orang mungkin takut bahwa charger dengan daya sebesar ini akan membuat umur baterai menjadi lebih pendek.

Tetapi klaim dari Xiaomi mengatakan uji lab Xiaomi dalam suhu terukur, setelah 800 cycle pengisian baterai masih berkapasitas 80%, berarti hanya menurun 20%. Ini kalau setiap cycle pengisian dan penggunaan sehari 1x, berarti baterai tetap akan bagus 80% setelah 2 tahun lebih.

Xiaomi juga mengatakan memberikan 42 fitur keamanan dan fast charging ini disertifikasi keamanannya oleh badan sertifikasi global TUV Rheinland.

Langkah Xiaomi ini menurut saya boleh ditiru oleh brand lain, terutama yang terpaksa harus memilih membatasi kinerja SoC demi daya tahan baterai, karena kuatir diprotes pengguna akan daya tahan baterai yang kurang lama, dengan memberikan kompensasi proses charging yang super cepat, sehingga bisa melepas kemampuan kinerja tanpa ragu dan tidak diprotes pengguna.

Layar Teknologi Baru

Layar adalah komponen yang sering dikorting saat membuat flagship dengan harga lebih terjangkau. Ini karena layar bagus, seringkali menjadi komponen termahal, bahkan bisa lebih mahal dibanding SoC.

Kali ini Xiaomi 12 Pro menggunakan layar kelas atas, yang mendapat rating A+ dari Displaymate.

Satu yang berbeda pada layar yang digunakannya sekarang adalah backplane LTPO, Low-Temperature Polycrystalline Oxide. Backplane LTPO ini belum pernah digunakan Xiaomi, termasuk di Mi 11 Ultra.

LTPO backplane ini diperlukan karena sekarang smartphone umum menggunakan refresh rate 120Hz. Refresh rate lebih tinggi ini memakan daya lebih besar, dibanding refresh rate standar 60Hz.

Sebelumnya Xiaomi menggunakan software untuk menetapkan refresh rate sesuai aplikasi, misal saat scrolling 120Hz, tapi saat browsing 60Hz, untuk menghemat daya. 

Tapi cara ini tidak bisa di set untuk aplikasi yang berbeda-beda karena banyaknya aplikasi yang berbeda yang digunakan masing-masing orang.

LTPO backplane akan bisa dibuat menyesuaikan berapa refresh rate yang dibutuhkan oleh setiap aplikasi. Saat scrolling 120Hz, ketika pas dihentikan berubah ke 60Hz, gerak lagi 120Hz lagi.

Browsing saat di scrool 120Hz, saat kita diam membaca 10Hz.

Game bisa mengimbangi FPS dengan refresh rate yang cepat, misalnya 90Hz.

Sejatinya refresh rate dengan LTPO di Xiaomi 12 Pro ini dikatakan bisa 1Hz hingga 120Hz. Tetapi 1Hz ini saya tidak pernah lihat selama mencoba, paling bawah hanya 10Hz. 10Hz juga sudah sangat baik sih.

Yang Xiaomi masih harus benahi di algoritma adalah pada Youtube, seperti masih belum LTPO, karena stay di 60Hz. Harusnya saat scrolling Youtube bisa pindah ke 120Hz, tetapi ini tidak. Harusnya bugs ini bisa diatasi pada update firmware, bukan masalah besar.

Karena smartphone true flagship harus bagus di layar, biasanya tidak bisa dihindari harus mendukung resolusi tinggi, walau terkadang mata kita kalau tidak dalam kondisi 20/20, sulit membedakannya dengan resolusi standar.

Apalagi Xiaomi 12 Pro mengejar sertifikasi dari Displaymate, maka dibenamkan layar resolusi WQHD, yang hampir 2x jumlah pixelnya lebih tinggi dari FHD.

Dengan kalibrasi color gamut DCI-P3 warna-warna yang dihasilkan bisa tepat. Tetapi kalau kita lebih senang warna lebih pop, ada pilihan extend warna seperti Vivid dan Saturated, termasuk temperatur warna.

Layar Xiaomi 12 Pro juga support Adaptive colors, yang kalau diaktifkan, akan terlihat lebih warm, sedikit kekuningan kalau di bawah penerangan lampu kamar.

Ini karena sensornya adjust white balance, sesuai ambien cahaya sekitar. Kalau di produk Apple, fitur ini dikenal sebagai true tone.

Part layar ini memang kelas flagship, dengan panel E5 AMOLED, layar AMOLED dari Samsung yang sampai sekarang masih dianggap pembuat layar terbaik, memiliki kecerahan hingga 1500 nits, dan sudah mendukung 10 bit warna, yang berarti mempunyai shade warna lebih dari 1 miliar, dimana smartphone standar biasanya baru mendukung 8 bit warna, atau 16 juta warna.

Tidak tanggung-tanggung Xiaomi juga membenamkan dukungan terhadap HDR10+ sekaligus Dolby VIsion, keduanya sebenarnya fungsinya sama, memanage video HDR hanya beda sertifikasi dan pembuat.

Panel flexible AMOLED yang digunakan ini melengkung di kedua sisi kiri dan kanan, membuatnya tampak lebih premium dengan optical fingerprint di bagian bawah dan lubang punch hole selfie kamera kecil di bagian atas.

Sampai sekarang layar lengkung masih sering diperdebatkan fungsinya. Tetapi karena saya pengguna navigasi dengan gesture, sudah bukan menggunakan tap home, back, dan recent, layar lengkung ini membantu memberikan awal untuk lebih mudah melakukan gesture.

Dengan segala kelengkapan tersebut, apalagi sudah diakui Displaymate dan diberi rating A+, layar Xiaomi 12 Pro adalah layar dengan kualitas kelas atas dan bagus.

Sedikit catatan saja, kalau tidak dilihat bersebelahan dengan true flagship global yang memiliki kemampuan layar yang sama, saat memutar video HDR, tampilan gambar di Xiaomi 12 Pro sedikit kalah tajam, agak terlihat dull warnanya, atau wash out, dengan kontras yang kurang.

Kalau diperhatikan ini karena Xiaomi 12 Pro mencoba mem-boost brightness lebih pada setiap scene yang agak gelap, sehingga terlihat wash out. Saya kira ini hanya masalah software saja yang bisa diperbaiki pada update, jika ingin mengejar hasil layar yang lebih sempurna, walaupun sekarang sudah bagus.

Yang saya harapkan Xiaomi perbaiki juga adalah settingan brightness layar otomatisnya, misal saat kita mau tidur dan mematikan lampu kamar, brightness Xiaomi turun terlalu rendah sehingga agak sulit dilihat, harus di adjust manual lagi untuk masih bisa dibaca dalam kondisi ambien cahaya yang tiba-tiba berubah.

Secara keseluruhan layar Xiaomi 12 Pro masuk jajaran bagus, enak dinikmati, fiturnya komplit, refresh rate adaptif hingga 120Hz, dan support touch sampling rate 480 Hz untuk gaming yg lebih responsif.

Untuk mereka yang senang dengan hiburan, seperti mendengarkan lagu dan menonton video streaming, dual speaker Xiaomi 12 Pro yang di tuned oleh Harman Kardon dan support Dolby Atmos menjadi pelengkap yang sangat berguna.

Suara speakernya keras, dan setiap speaker sebenarnya dipisah, terbagi dalam woofer dan tweeter, sehingga bisa dikatakan ini quad speaker, walau lubang speakernya hanya dua.

Penempatan speakernya juga tidak sejajar, dalam posisi landscape, speaker di sebelah port USB-C berada di sisi kanan atas, sementara speaker satu lagi bagian atas smartphone, berada di sisi kiri bawah. Ini sepertinya untuk menghindari kedua speaker tertutup saat kita memegang smartphone ketika bermain game, atau menonton film.

Beberapa smartphone dengan dual speaker memanfaatkan speaker telinga sebagai speaker stereo nya, dan bagusnya posisi ini memberikan suara yang langsung ke arah pendengar, bagus untuk mendengarkan dialog, percakapan, dll.

Dan pada Xiaomi 12 Pro walau speaker sudah di frame atas dan bawah, ternyata kalau kita tutup, suara masih keluar dari lubang speaker telinga, jadi lengkap dan membantu tata suara.

Tidak hanya sekedar keras, suara speaker nya juga bagus, terasa sedikit bass, dan dalam posisi volume maksimum tidak pecah.

Dolby Atmosnya juga berjalan dan terasa kedalamannya, terutama saat menggunakan earphone atau TWS. Ini membantu juga dalam bermain game untuk mengetahui arah gerakan dari musuh, dan menikmati film yang lebih hidup tata suaranya.

Saya kira Xiaomi all out di Xiaomi 12 Pro untuk menghadirkan layar dan tata suara yang bagus untuk penikmat gaming dan hiburan. Dan memang sebenarnya sebuah flagship itu harus memiliki layar yang bagus, karena layar lah yang kita lihat setiap waktu hingga berjam-jam setiap hari.

Jadi agak aneh kalau sebuah flagship tidak memiliki prioritas pada layar yang bagus, jadinya flagship timpang.

Kamera 50MP

Ada 3 kamera menjadi kamera utama di bagian belakang, semuanya 50 MP

Lensa Wide

Lensa Ultra-Wide

Dan Lensa Telephoto

Untuk lensa utama Wide, Xiaomi bekerjasama dengan Sony menggunakan sensor kamera baru IMX707. Sensor kamera ini secara spek bagus, ukuran sensor besar, quad bayer, fast focus dengan dual pixel, support gyro image stabilization dan build in DRAM untuk buffer image lebih cepat.

Dari ketiga lensa ini, hanya lensa wide ini yang memiliki OIS, Optical Image Stabilization, dan default hasil fotonya 12.5MP, hasil pixel binning dari quad bayer, 4 pixel kecil 1.22 micron menjadi satu pixel besar 2.44 micron.

Lensa ultra-wide nya sendiri field of view nya 115 derajat, cukup lebar, dan dengan 50MP yang defaultnya juga 12.5MP, menolong mendapat detail gambar yang lebih.

Untuk lensa telephoto , setara dengan 48mm, jadi secara optical pembesarannya tidak jauh, hanya 2x, walau secara digital Xiaomi menyertakan pembesaran hingga 20x.

Sepertinya Xiaomi lebih mementingkan lensa telephoto ini untuk foto potrait.

Fitur kamera yang dibawa Xiaomi seperti biasa, berjubel, selain fitur standar seperti foto, video, potrait, ada beragam movie effect, bermacam-macam long exposure, short video, vlog, dll. Fitur ini bisa memudahkan pengguna yang tidak harus men-set nya secara manual di camera pro.

Walau terlihat part kameranya ok, masih ada beberapa flaw di kamera Xiaomi, yang sepertinya menyangkut software atau algoritma di kamera.

Untuk foto di area banyak cahaya seperti terangnya matahari, hasilnya cenderung bagus, warna-warna yang menarik, HDR yang cukup, foto yang jelas, fokus dan pengambilan gambar yang cepat.

Demikian pula untuk foto malam hari, Xiaomi 12 Pro mampu menyajikan hasil kamera yang terang, low noise, dengan HDR yang bagus. Foto fitur Night ini bisa digunakan untuk wide, ultra-wide, dan telephoto.

Ambien malamnya tetap terasa, tidak dipaksakan terang seperti siang hari dan membuat warna-warna objek yang gelap terlihat, tetapi menjadi violet. Kemampuan foto malam hari ini bisa dikatakan menjadi nilai lebih untuk kemampuan kamera Xiaomi 12 Pro.

Sedikit kekurangan adalah fokus pada mode potrait, terutama pada objek bukan manusia dan di bawah penerangan bukan matahari, tetapi lampu ruangan. Fokus kamera sering tidak tepat pada objek bahkan blur. Pemisahan objek juga menjadi kurang bagus. Berbeda dengan mode Photo biasa, yang tetap tajam.

Terkadang pemilihan fokus pada cahaya yang sangat cukup pada mode potrait ini juga tidak konsisten, karena kamera kelas flagship sekarang biasanya bisa tahu pada mode potrait mana fokus di depan dan mana background tanpa harus di tap fokus kemana.

Untuk objek manusia sendiri pada penerangan ruangan hasil potraitnya cepat fokus dan tepat. Tetapi saat penerangan cukup rendah, fokus objek agak sedikit kabur.

Semoga masalah fokus dan portrait ini bisa segera teratasi dengan update software.

Bagus di bagian foto untuk malam hari, di bagian video ada sedikit kekurangan. Video hasilnya terang, tetapi kalau diperhatikan banyak objek tidak tampil tajam. Kemudian untuk mensiasati hasil video malam hari agar terangnya sesuai, Xiaomi 12 Pro memperhatikan ambien sekitar dan mengatur algoritma di sana.

Hasilnya seringkali saat kita membuat video malam hari dan bergerak, kemudian ambien cahaya sekitar berubah, misal menjadi lebih gelap, terjadi transisi seperti Xiaomi 12 Pro berusaha mem-boost kecerahan perekaman. Ini membuat video jadi terlihat tidak mulus, karena berubah-ubah kecerahan.

Pada video malam hari ini juga karena mem-boost kecerahan, kemampuan HDR terlewat, sehingga lampu-lampu dan neon sign berpendar kuat.

Tetapi kita bicara ini sebagai perhatian detail perbagian yang memang biasanya akan dibahas karena device Xiaomi 12 Pro ini kelas flagship, dan kelas flagship memang dituntut untuk semakin sempurna atau perfect.

Jadi bukan berarti kamera Xiaomi 12 Pro ini tidak bagus, secara part kamera sudah mumpuni untuk menghasilkan gambar yang bagus, secara ISP dari SoC, sudah sangat mencukupi untuk mengolah computational photography dengan bantuan AI, jadi sangat mungkin akan ada perbaikan saat update.

Sekali lagi bukan kameranya berarti jelek, tetapi memang persaingan kamera tertinggi itu ada di kelas flagship, jadi tuntutannya akan lebih besar. Untuk keperluan sehari-hari, kamera XIaomi 12 Pro sudah mencukupi.

Desain

Secara ergonomis, Xiaomi 12 Pro tidak terlalu lebar dan mudah digenggam. Ujung frame yang memegang lengkungan layar dan diimbangi lengkungan bagian belakang membuatnya semakin terasa lebih kompak, walau layarnya besar 6.73″.

Tapi frame dengan kedua lengkung ini sepertinya sudah menjadi template Xiaomi, untuk dipakai berulang-ulang di berbagai flagship lainnya, menjadi terlihat sedikit boring dan kesan desain yang cari aman “ if ain’t broke, don’t fix it” , sementara brand flagship global lain sudah meninggalkan desain ini.

Sebagai gantinya Xiaomi fokus di pengaturan tata letak lensa kamera dan finishing back plate. Finishingnya seperti sandblast, membuat panel kaca penutupnya tampil beda, dengan permukaan menjadi matte yang tahan fingerprint. Dan Xiaomi juga mengexplore warna-warna baru, seperti warna keunguan yang tampil bagus dan menarik.

Tonjolan lensa kamera dibungkus dengan frame metal berwarna berbeda dengan ukuran lingkaran lensa utama yang 2x lebih besar dibanding kedua lensa lainnya, dipisahkan dengan garis tipis. Tata letak dan ukuran lensa ini juga bagus membuat desain belakang tampil beda dan khas.

Secara keseluruhan saat digenggam, dengan berat dan ukuran yang pas, Xiaomi 12 Pro terasa solid dan kokoh.

Please Fix it.

Dihargai 13jt rupiah, secara spek dan kemampuan, Xiaomi 12 Pro ini memang pantas. Tetapi entah kenapa dengan harga yang sudah masuk premium ini Xiaomi masih harus menaruh iklan di dalamnya.

Seperti kita ketahui device affordable Xiaomi banyak disisipi iklan, dan kita mengerti karena harganya super murah dan timbal baliknya kita menerima iklan, membantu Xiaomi mendapat keuntungan lebih dari keuntungan yang mereka sudah tekan.

Tetapi pada flagship belasan juta masih disisipi iklan? Semoga ini hanya kesalahan MIUI saja.

Memang ada banyak trik supaya iklan ini bisa dimatikan dan tidak muncul, tetapi tidak sepantasnya untuk sebuah device kelas flagship. Pembeli flagship kebanyakan adalah orang yang tidak mau repot, mau tinggal pakai, dan device flagship itu dibuat bukan hanya powerful dalam spek, tetapi dibuat untuk nyaman dan mudah digunakan.

Memang DNA MIUI dari jaman masih menjadi custom firmware saat android baru muncul, kekuatannya ada pada kemampuannya untuk diutak-atik, di custom, membuat apa yang belum ada di android bawaan menjadi ada, apa yang tidak bisa diatur pada awalnya menjadi bisa diatur. Karena jaman itu Android masih baru berkembang, masih banyak fitur yang belum ada atau ditemukan, dan MIUI salah satu yang berjasa memberikan banyak ide baru.

Tapi jaman sudah berubah, android sudah matang sekarang. Saya yang mengalami masa dari awal dan sangat bersemangat dulu mengutak-atik smartphone android dengan custom ROM, berbagai cara unlock bootloader, menjelajahi forum-forum untuk belajar trik baru memecahkan masalah, kini sudah tidak ada keinginan lagi seperti itu. Android sekarang sudah nyaman, tinggal dinikmati. Jadi saya rasa, apalagi orang awam, jangan dipaksa untuk belajar trik menghilangkan iklan.

Satu lagi, kalau memungkinkan, sebuah flagship yang harganya sudah belasan juta, sebaiknya selain powerful juga durable. Xiaomi 12 Pro sudah menggunakan kaca pelindung Gorilla Victus, frame metal, ada baiknya satu lagi ditambahkan, kemampuan IP rating atau ketahanan air, karena tingkat device rusak terjatuh atau rusak karena air masih menempati urutan tinggi.

Penutup

Xiaomi 12 Pro adalah device flagship Xiaomi yang bagus. Apalagi untuk mereka yang mengejar sebuah flaghsip untuk mengutamakan performa. Memang ada faktor selain spesifikasi dan harga yang menentukan sebuah device flagship mudah diterima, yang sering kita sebut faktor X, faktor kepercayaan terhadap nama sebuah brand.

Dulu brand yang sekarang menjadi global juga sama caranya seperti Xiaomi, memulai dari device yang lebih murah dibanding petahana, dan kemudian sedikit demi sedikit merangkak naik.

Tetapi ada faktor masa, karena dulu banyak brand berangkat dari permulaan yang sama dan sebagian masih belum menentukan arah, dan sebagian masih belum berpikir untuk membuat device flagship.

Sekarang apa yang dihadapi Xiaomi untuk merangsek menjadi flagship brand global tentu lebih banyak tantangan, karena persepsi banyak brand sudah terbentuk, produk flagship yang bisa dipilih juga banyak dan semua brand punya.

Tetapi bukan tidak mungkin untuk naik ke atas, karena selama ini sejarah smartphone memperlihatkan brand-brand yang dulu kecil bisa menjadi besar, dan yang besar bisa menjadi tidak ada.

Dan saya menghargai Xiaomi yang mau mencoba hal baru, membuat flagship yang lebih lengkap, lebih global, dan bukan hanya mengejar harga murah yang dengan terpaksa mengurangi beberapa bagian part.

Semoga kedepannya Xiaomi semakin piawai membuat device flagship yang diinginkan fans nya.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.