Galaxy S10, To Infinity and Beyond

Background, To Infinity and Beyond...

Tahun 2019 ini menandai tahun ke-10, dari rangkaian Samsung Galaxy S series yang menjadi smartphone Flagship dari Samsung.

Hari ini kita melihat device Galaxy S terbaru dari Samsung, yang sejak awal developmentnya dinamai Samsung sebagai Beyond. Nama ini mungkin dimaksudkan Samsung bahwa Galaxy S series ini akan “continuing after”, terus melaju.

Mendengar kata Beyond, saya selalu ingat ucapan Buzz Lightyear tokoh di kartun Toy Story: “ To Infinity and Beyond ! ” , berkarya tanpa batas.

Melihat ke belakang, saat Samsung memulai smartphone android dengan harga murah masuk ke Indonesia, dengan nama Spica, tidak terbayangkan bahwa Samsung akan jadi pemimpin smartphone Android hingga sekarang ini.

Saat itu saya pun memandang sebelah mata kepada brand Samsung, karena HTC, Motorola, dan Sony jauh lebih dikenal.

Bahkan ketika seri Galaxy S pertama diperkenalkan di tahun 2010, sepertinya bukan tandingan kelas smartphone HTC. Kalau melihat spesifikasi smartphone sekarang, mungkin kita juga akan kaget bahwa betapa teknologi smartphone sudah melompat sangat jauh.

Samsung Galaxy S pertama

Galaxy S pertama hanya diotaki oleh prosesor single core, RAM 512MB, Internal storage 8GB, resolusi layar hanya 480×800, dan baterai 1500 mAh.

Yang konsisten dari Galaxy seri pertama ini Samsung sudah menggunakan prosesor buatan sendiri, dulu dikenal sebagai Hummingbird, Layar Super AMOLED yang dilapisi Gorilla Glass, dan antara muka buatan sendiri Touchwiz, yang sekarang sudah menjelma menjadi OneUI.

Walau memiliki lawan-lawan tangguh di sekitarnya, dan saat itu Samsung “bukan siapa-siapa” di industri smartphone android, Samsung hanya fokus dan menganggap 1 lawan sebagai sebagai saingan yang ingin disamainya, Apple.

Samsung Galaxy S3 menjadi bukti bahwa ketika fokus, Samsung bisa menjadi nomor 1.

Sekarang ini Samsung dianggap sudah sejajar dengan rivalnya, Apple.

Sesama brand global yang sama-sama membangun smartphone android, satu persatu berguguran kehilangan market share, dari HTC, Sony, Motorola, dan juga LG.

Keadaan tidak menjadi mudah bagi Samsung, sebab banyak brand global berguguran karena kalah bersaing dengan brand China, yang sekarang memiliki teknologi bagus dan harga yang dianggap lebih murah, lagi sangat agresif dalam membangun produk dan pasar.

Dengan penduduk yang masif dan negara yang berkembang pesat dibidang teknologi, siapa brand smartphone yang menguasai China, akan otomatis menohok dalam market share global dunia. Begitu pula kebalikannya, kehilangan market share di China, akan membuat market share menurun drastis.

Samsung pernah berjaya di China. Banyak dari kita mengira, smartphone laku atau tidaknya ditentukan dari bagus atau tidaknya smartphone, tetapi beberapa tahun terakhir ini mata kita dibukakan bahwa kondisi politik bisa mengubah segalanya.

Nasionalisme dan kemajuan teknologi bangsa sendiri, membuat masyarakat China memandang lebih produk smartphonenya, belum lagi anjuran dari pemerintah atau clash politik. Dengan cepat Samsung (dan sekarang juga iPhone), kehilangan market share di sana.

Sementara itu juga brand-brand China yang dulu lebih fokus kepada smartphone murah, sekarang fokus kepada teknologi terkini, dan tidak segan-segan me-release teknologi terbaru sekalipun belum dalam tahap benar-benar matang.

Kalau dulu kita melihat teknologi-teknologi smartphone terbaru akan dimiliki oleh iPhone atau Samsung, sekarang tidak lagi, semua brand sama-sama coba menarik perhatian dengan teknologi terbaru, apakah itu layar tanpa bezel, kamera pop up, multi kamera, charging cepat, dan lain sebagainya.

Karena itu sekarang semua mata tertuju kepada produk baru Samsung, akankah dalam serbuan yang masif brand smartphone dari China, Samsung akan terus bisa memimpin dan bertahan?

Galaxy Beyond

Desain

Kali ini Galaxy Beyond atau S10 series, memiliki 3 varian:

Galaxy S10e, dimana huruf “e” berarti essential.

Banyak yang menyebut sebelumnya Galaxy S10 lite, tetapi ternyata bukan, karena lite ini konotasinya pada smartphone sekarang, versi ringan yang berarti juga tidak se-powerful versi standarnya, biasanya dengan menggunakan SoC atau prosesor kelas menengah.

Untuk Galaxy S10e, tidak ada perbedaan SoC atau prosesor, jadi secara tenaga komputasi, varian yang dianggap paling bawah ini sama cepatnya dengan kakak-kakaknya.

Ukuran layarnya 5,8 inci, ini sama dengan ukuran layar Galaxy S8 atau Galaxy S9.

Saya teringat ketika pertama memegang Galaxy S8, dengan dua sisi layar melengkung dan bezel atas bawah lebih kecil, desainnya sangat menarik dengan ukuran sangat kompak dan tipis, paling mudah dikantungi.

Diantara serbuan smartphone yang semakin mengejar ukuran layar besar, Galaxy S8 ini walau memiliki layar besar (dulu layar besar atau phablet dianggap di atas 5.5 inci), menjadi banyak diminati mereka yang ingin memegang smartphone dengan firm dan mudah dikantungi, bahkan oleh pengguna celana jeans ketat.

Perbandingan Ukuran Galaxy S10e dan Galaxy S8

Sekarang Galaxy S10e dengan ukuran layar tetap sama dan memiliki bezel atas bawah jauh lebih kecil, menjadi lebih kecil dibanding Galaxy S8 dan terasa sangat kompak. Buat saya yang terakhir banyak memakai Galaxy Note 9 yang ukurannya besar, rasanya ukuran Galaxy S10e ini seperti mainan saja. Para pemilik iPhone yang senang dengan ukuran iPhone saat belum memasuki seri plus atau max, akan menyukai form factor dari Galaxy S10e.

Demikian juga untuk para wanita yang memiliki tangan cenderung kecil, akan cocok dengan form factor dari Galaxy S10e ini. Setelah cukup lama Galaxy S series hanya keluar dalam 2 varian yang biasanya hanya berbeda ukuran layar, standar dan plus, versi essential ini menjadi penambahan varian yang menarik.

Galaxy S10e

Yang membedakan Galaxy S10e ini dibanding kakaknya, layarnya flat, tidak melengkung di sisi kiri dan kanan, dan fingerprint sensornya berada di samping, sekaligus menjadi tombol power.

Galaxy S10 dan S10+

Galaxy S10 berukuran layar lebih besar 6.1 inci, sementara S10+ memiliki layar 6.4 inci.

Keduanya memiliki layar lengkung di kiri dan kanan seperti Galaxy S9, kehadiran lengkung ini membuat bezel di kiri kanan menjadi sangat tipis. Di bagian atas dan bawah kita mendapat bezel yang kali ini kecil dan tipis, seperti cita-cita banyak smartphone menciptakan bezel-less smartphone, smartphone yang hampir keseluruhannya layar.

Bezel di bagian bawah Galaxy S10 dan S10+ memiliki ketebalan hanya 3.39 mm, sedikit lebih kecil dari iPhone XS Max yang memiliki ketebalan bezel bawah 3.87 mm.

Bezel dibagian atas Galaxy S10 dan S10+ juga lebih kecil lagi, hanya 1.9 mm, dan bezel kiri kanannya 1.12 mm.

Dimensi dan Bezel Galaxy S10+ dan iPhone XS Max

Kehadiran bezel yang tipis tersebut membuat Galaxy S10+ memiliki screen to body ratio di 88.5%, sementara screen to window ratio (bagian screen yg menyala dari keseluruhan layar kaca) 93.1%.

Dengan bezel yang tipis dan screen to body ratio yang tinggi, layar “jumbo” 6.4 inci yang terasa besar di Note 9, menjadi terasa lebih kompak di Galaxy S10+.

Galaxy S10+ bisa dikatakan memiliki catatan tersendiri bisa memiliki ketebalan smartphone hanya 7.8 mm, dengan frame metal 7000 series, tetapi bisa dibekali kapasitas baterai 4100 mAh. Bisa dikatakan dibanding flagship smartphone lain sekarang yang masuk resmi Indonesia, S10+ menjadi flagship tertipis dengan baterai 4100 mAh.

Ketebalan smartphone flagship biasanya dikejar untuk tidak terlalu tebal, selain untuk mengejar bentuk yang lebih menarik (slim), lebih nyaman digenggam, tidak berat, ini juga menandakan pengaturan jeroan yang tersusun dan tertata bagus.

Punch Hole, Infinity O

Semua vendor mencari cara bagaimana membuat smartphone dengan bezel setipis mungkin di semua sisi, hingga hampir semua bagian depan smartphone adalah layar. Hal ini dibutuhkan untuk membenamkan layar yang besar dengan ukuran yang tetap kompak.

Tetapi di bezel bagian atas dan bawah ini tersimpan banyak perangkat dan sensor, seperti speaker kuping, proximity dan light sensor, driver layar, dan yang paling sulit disembunyikan adalah kamera depan atau kamera selfie, belum lagi kalau masih di tambah kamera khusus pengenalan wajah atau mata.

Driver di bawah layar yang membutuhkan bezel dagu, terpecahkan dengan layar AMOLED yang bisa melengkung ke bagian bawah dan menyimpan driver di bawah layar, sementara speaker kuping di bezel atas bisa didorong, sampai mentok di ujung atas, dan proximity/light sensor bisa bersembunyi di bawah layar.

Tetapi kamera selfie masih menjadi bagian yang sulit untuk bersembunyi dibalik layar. Makanya kemudian kita mengenal notch atau dahi, yang semakin lama juga bisa semakin kecil ukurannya.

Samsung mengambil cara lain dengan membuat layar infinity O, atau layar dengan lubang kamera. Untuk lubang kamera ini layar benar-benar dilubangi dengan laser presisi tinggi. Ketika melihat gambarnya, lubang pada layar, banyak orang pro dan kontra, ini mirip seperti ketika iPhone memperkenalkan notch pertama kali.

Infinity O, Punch Hole, Sumber: GadgetMatch

Walaupun tetap ada orang yang tidak suka dengan notch, tetapi kebanyakan pengguna dalam waktu singkat tidak lagi pernah merasa notch sebagai sebuah gangguan. Bahkan banyak sekali smartphone menyertakan notch pada layarnya.

Saya pikir punch hole atau lubang kamera pada layar juga akan demikian, apalagi ukurannya jauh lebih kecil. Hal ini dikarenakan manusia mudah beradaptasi.

Hal paling mudah menjadi contoh adalah, mata kita sebenarnya melihat ujung hidung kita setiap saat, tetapi kita tidak pernah menyadari bahwa kita melihatnya, karena otak kita mengabaikannya.

Dibanding notch, salah satu kelebihan punch hole ini tetap touchable, bukan bagian “layar mati” seperti notch. Kita bisa membuka menu dengan menswipe jari dari lubang kamera ini. Sebagai tambahan untuk tampil lebih keren ini, disekitar lubang kamera akan ada lingkaran cahaya berputar jika kamera digunakan untuk mengenali wajah atau mengaktifkan kamera selfie.

Galaxy S10+ dengan 2 kamera selfie

Tetapi mungkin saja kita bertanya juga, smartphone lain mengakalinya dengan pop up camera atau sliding camera, supaya layar di depan full, dan kamera selfie tersembunyi, mengapa Samsung tidak mengambil jalur yang sama?

Kedua cara tersebut membuat ada bagian part yang bergerak, dan membuat smartphone tidak bisa dibekali dengan kemampuan tahan debu dan air IP68. Jadi saat ini punch hole camera masih menjadi solusi yang terbaik. Ketiga Galaxy S10 series, semuanya memiliki sertifikat IP68 atau Ingress Protection yang tahan sampai direndam ke dalam air.

Warna dan Keramik

Sekarang ini siapa yang tidak punya smartphone dengan warna gradasi, terutama biru keunguan? Dari smartphone flagship hingga smartphone affordable, memiliki warna mirip seperti ini.

Saya kira Samsung akan ikut dengan pola pewarnaan smartphone yang sama, tetapi ternyata tidak, Samsung malah balik ke warna dasar, hitam dan putih. Dan ada satu varian memiliki warna hijau, dan kuning. Saya kira warna kuning ini tidak dipasarkan di Indonesia.

Samsung memberi nama warna devicenya Prism White dan Black, warna putih dan hitam yang jadi tidak biasa, terutama warna putihnya yang lebih seperti mutiara. Semuanya menggunakan material kaca gorilla glass.

Untuk versi Galaxy S10+ yang versi atas, akan memiliki bagian belakang yang berbeda, terbuat dari keramik, ceramic white dan black.

Galaxy S10+ Ceramic White

Bedanya keramik ini kabarnya mendapatkan treatment khusus agar lebih tahan terhadap benturan. Dan bedanya lagi di atas penutup keramik ini masih dilindungi oleh kaca gorilla glass 5.

Layar, Dynamic AMOLED

Selama ini kita sudah akrab dengan Super AMOLED. Dulu pertama kali layar ini diperkenalkan banyak yang mencemoohnya sebagai layar dang-dut, karena pop up nya warna. Tetapi sekarang dengan gigihnya Samsung terus meningkatkan teknologinya, sudah menyandang predikat sebagai layar smartphone terbaik.

Kita lihat sekarang banyak smartphone mulai beralih ke layar AMOLED. Bahkan Xiaomi, Vivo, Apple, memilih langsung menggunakan layar Super AMOLED untuk device-device terbarunya.

Ketika banyak smartphone menggunakan layar Super AMOLED, Samsung raise the bar dengan layar baru, Dynamic AMOLED.

Sebenarnya layar dynamic AMOLED ini adalah Super AMOLED dengan pembaharuan, terutama di kecerahan yang bisa mencapai 1200 nits, support HDR10+, dan kemampuannya menghasilkan dynamic tone mapping, dengan ini gambar yang sedikit berbeda kontras saja akan terlihat bedanya.

Dengan kemampuan HDR10+, saat kita menyaksikan video atau film yang support, setiap scene bahkan setiap frame bisa memiliki settingan HDR yang berbeda sesuai saat film tersebut dibuat, dimana HDR biasa akan menggunakan satu setting dynamic range untuk seluruh video.

Layar dynamic AMOLED dengan 100% DCI-P3 color gamut ini akan memanjakan para penikmat film, terutama film-film yang support HDR, seperti yang di support banyak film bioskop dan streaming seperti Netflix atau Amazon Prime.

Dengan kecerahan yang bisa setinggi 1200, menonton film bisa jadi sangat imersif, kita bisa merasakan silaunya ledakan atau sinar matahari, apalagi ditambah tata suara dolby atmos yang sudah didukungnya. Dengan kontras yang besar, penikmat film-film horor yang banyak menampilkan adegan di ruang yang gelap, yang kadang beberapa objek menjadi saru karena gelapnya, akan bisa menikmati gambar yang lebih jelas, misalnya film serian seperti The Haunting of Hill House.

Kebiasaan menonton juga seringkali membuat gangguan tidur, karena layar senantiasa memancarkan sinar biru yang membuat otak kita senantiasa terjaga. Menggunakan mode layar blue light filter, membuat warna yang ditampilkan layar kekuningan.

Dynamic AMOLED menurunkan 42% radiasi warna biru ini, dan tidak mengubah warna yang seharusnya kita lihat.

Layar Dynamic OLED ini pada Galaxy S10e dilindungi dengan Gorilla Glass 5, sementara pada Galaxy S10 dan S10+ dengan Gorilla Glass 6. Sedangkan semua bagian kaca di body belakang dilindungi Gorilla Glass 5.

3D UltraSonic Fingerprint

Saat awal teknologi fingerprint di bawah layar mulai terdengar, Samsung dan iPhone yang dikabarkan akan memanfaatkan teknologinya. Tetapi kemudian iPhone fokus ke Face ID, dan Samsung tetap mengembangkan iris scanner.

Kemudian ramailah teknologi under screen fingerprint ini diadopsi brand China, setiap release semakin baik dari sisi pengenalan jari dan kecepatan, kabarnya sekarang malah sudah generasi kelima.

Tetapi teknologi yang banyak fingerprint di bawah layar yang sekarang banyak digunakan adalah teknologi optical, setiap jari di tekan ke area scan, ada sinar yang menerangi dan membaca sidik jari. Ternyata proses ini sebenarnya seperti kita men-scan 2 dimensi jari kita seperti di mesin scanner atau fotocopy, hanya membaca pola sidik jari secara 2 dimensi seperti gambar/foto.

Semakin cepat dibaca, semakin sedikit area sidik jari yang dikenali, sehingga belum lama ini ada percobaan yang bisa membuat master sidik jari yang hampir bisa membuka banyak device yang dikunci dengan fingerprint.

Salah satu kelemahan sidik jari ini adalah saat jari basah, berminyak, atau terluka, pembacaannya menjadi sulit.

3D Ultrasonic Fingerprint, Sumber: Qualcomm

Ultrasonic fingerprint menggunakan cara lain. Gelombang suara ultrasonic dipancarkan untuk membaca sidik jari secara 3 dimensi. Kalau kita perhatikan saat membuat KTP atu SIM, jari kita yang diberikan tinta bisa mencetak pola sidik jari di atas kertas, karena sidik jari kita tidak rata, melainkan memiliki lembah dan bukit.

Gelombang ini bisa membaca dimana lembah dan bukit pada sidik jari, bahkan saat jari dalam keadaan basah atau berminyak, sehingga para wanita yang sedang menggunakan lotion pun tetap bisa membukanya.

Bagaimana jika sidik jari dibuat cetakannya, misalnya dari lilin atau clay atau karet yang menghasilkan pola 3D. Tetap tidak bisa dibaca karena sensor ini memerlukan induksi listrik dari jari yang hidup, sehingga saat jari dipotong sekalipun tidak akan berfungsi.

Secara teknologi sensor ultrasonic fingerprint ini juga sangat tipis hanya 0.2 mm, dibanding optical fingerprint sensor yang membutuhkan kamera sehingga tebalnya 3 mm. Ketipisan sensor ini membantu membuat smartphone bisa dibuat lebih tipis dan memberi ruang untuk part lain.

Dalam kecepatan unlock dibutuhkan hanya 0.2 detik untuk ultrasonic fingerprint reader ini, yg secara angka sebenarnya hampir 2x lipat lebih cepat dibanding optical yang butuh 0.35 detik, walaupun secara real life kita tidak akan merasakan perbedaannya.

Ultrasonic fingerprint sensor ini juga tidak membutuhkan tekanan lebih dalam untuk mengaktifkannya seperti pada optical, dan tidak membutuhkan cahaya untuk menerangi jari, sehingga bisa lebih hemat daya.

Selain untuk kunci unlock, biometric sonic fingerprint ini juga terdaftar di FIDO (Fast IDentity Online), sehingga bisa digunakan untuk payment dan password dari berbagai laman web secure.

Reverse Wireless Charging

Samsung termasuk yang sejak awal menyiapkan smartphone flagshipnya untuk bisa di charge lewat wireless charging, bahkan dengan semua standar seperti Qi dan PMA.

Untuk reverse charging, Huawei di Mate 20pro sudah lebih dulu menggunakannya, dan sekarang Samsung juga mengaktifkannya.

Bedanya menu reverse wireless charging Samsung lebih mudah diakses, karena berada bersama dropdown setting menu yg bisa langsung dipilih icon nya untuk dinyalakan, sementara menu Huawei berada lebih dalam masuk ke setting battery.

Tujuan utama reverse wireless charging ini sebenarnya cocok untuk device pelengkap, seperti smartwatch atau wireless earphone, dimana keduanya sudah menjadi bagian dari ekosistem Samsung.

Reverse Wireless Charging

Dengan kemampuan ini cukup dengan satu charger bisa men-charge 2 device sekaligus, memudahkan untuk mereka yg suka traveling.

Tetapi charger ini juga bisa digunakan untuk men-charge smartphone lain yg juga support wireless charging layaknya power bank wireless. Saya sempat mencobanya dengan Galaxy Note 9, dan berjalan baik.

Proses charging ini akan berhenti kalau baterai di S10 tinggal 30%, jadi tidak akan disedot habis.

Dalam keadaan terdesak, jika kita menggunakannya untuk men-charge smartphone yang berteknologi wireless charging lain, kira-kira dalam 30 menit akan bisa mengisi 14% baterai.

Perlombaan RAM dan Big Storage.

Untuk ketiga varian S10 series, RAM yg paling kecil adalah 6GB dan internal storage minimal 128 GB untuk versi S10e essential. Sementara versi S10 ke atas sudah move on ke RAM 8GB minimal.

Sebuah kemajuan dari Samsung yang kalau dulu kita kenal memberikan RAM sesuai kebutuhan saja, dan kini malah juga menaikkan batas bawah internal storage ke 128 GB.

Sudah 2 flagship smartphone kali ini Samsung juga mengejutkan dengan internal storage super besar, pada Galaxy Note 9 dengan varian 512GB, dan kali ini di di S10+ memiliki varian 1TB, sekaligus RAM super besar juga 12 GB.

Sebenarnya Samsung bukan yang pertama membekali smartphone dengan 1TB internal storage, ada smartphone China brand dengan nama Smartisan, tahun lalu merelease Smartisan R1 dengan internal 1TB.

Tetapi sepertinya secara spesifikasi dan spek, terutama kecepatan baca tulisnya, internal storage yang digunakan Samsung lebih sesuai dan cepat.

Pro-Grade Camera

Galaxy S10 dan S10+ dilengkapi 3 kamera utama, 12 MP wide (standar) OIS, 16 MP super wide 123 derajat, dan 12MP telephoto 2x optical OIS.

Pada kamera utama wide-nya, Samsung tetap menggunakan dual aperture yg bisa otomatis menjadi f/1.5 untuk kondisi kurang cahaya dan f/2.4 untuk foto saat cahaya penuh.

5 kamera pada Galaxy S10+

Kalau di Galaxy Note 9, foto bokeh atau background blur menggunakan perpaduan lensa wide dan telephoto, sekarang di S10 menggunakan lensa wide dan ultra wide. Fitur bokeh ini juga sekarang dilengkapi dengan tambahan beberapa efek artistic live focus yang bisa mengganti background menjadi hitam putih, efek zooming, dlsb.

Lensa ultra wide ini sepertinya menjadi andalan sekarang, karena bisa menjangkau area 123 derajat, seperti cakupan mata manusia melihat di 120 derajat, dan memiliki resolusi yg cukup tinggi 16MP untuk detail yang lebih.

3 lensa kamera ini bisa berfungsi bergantian secara manual ketika dipilih iconnya dengan lambang 1 pohon untuk telephoto, 2 pohon untuk wide, dan 3 pohon untuk ultra wide.

Tetapi kalau kita melakukan pinch to zoom saat mengambil foto, perpindahan lensa ini juga berjalan antar ketiga lensa.

Walau terlihat seperti biasa saja, perpindahan lensa yang halus dalam satu layar ketika di-pinch, bukan hal mudah, ini membutuhkan kerja ISP yg cepat dan bisa menerima langsung informasi dari ketiga lensa.

Dengan hadirnya NPU (Neural Processing Unit), Galaxy S10 dibekali lebih banyak kemampuan kamera.

Machine Learning ini bisa membedakan mana kucing dan mana anjing ketika akan di foto, juga termasuk manusia, mana manusia dewasa dan mana bayi. Seperti biasa kamera akan melakukan setting cepat untuk objek yg dikenali dan akan diambil termasuk melakukan post processing sesuai objeknya setelah foto diambil.

Scene recognition juga ditambah bahkan bisa mengenali mobil, baju, bahkan sepatu. Cocok untuk mereka yg banyak berurusan dengan hobby, fashion, atau berjualan online.

ProGrade camera juga termasuk komposisi. Karena seringkali yang membedakan foto yang dibuat profesional fotografer dan orang awam adalah komposisi.

Dengan bantuan AI, kamera mengenali objek dan scene apa yang hendak kita foto, dari hasil belajarnya dengan aturan komposisi, maka smartphone akan mengeluarkan lingkaran kuning di layar, yang tinggal di geser ke dot atau bulatan warna kuning. Ketika lingkaran dan dot ini bertemu AI menganggap komposisi ini terbaik dan otomatis mengambil foto.

Smart Composition, arahkan lingkaran kuning ke dot kuning
Saat sudah pas dot kuning di dalam lingkaran, foto langsung di ambil
Perhatikan juga scene recognition di pojok kanan foto, mengenali objek sepatu

Pada lingkaran kuning juga terdapat garis yang membantu mengambil foto sejajar, misalnya saat kita mengambil foto di tepi laut. Tanpa sadar banyak foto di tepi pantai atau laut memiliki komposisi horison yang miring, dengan bantuak AI composition, hal ini juga bisa dihindari.

Tidak hanya masalah sejajar, AI juga membantu awam bagaimana mengambil foto yang baik, seberapa besar sebaiknya proporsi laut dan langit, dan bagaimana jika di tengahnya ada pulau?

Saat membuat foto dengan objek orang atau benda, AI composition juga bisa menggunakan aturan rules of third, di bagian mana objek utama harus ditempatkan, dan komposisi ini bisa berubah ketika ada objek kedua masuk dalam gambar.

Penggunaan AI composition yang mudah ini akan sangat membantu menghasilkan gambar yang tidak hanya bagus dalam sisi warna, kontras, dynamic range dll, tetapi juga komposisi, hal yang sering banyak terlupakan.

Selain itu AI juga mengenali dimana dan scene apa yang sedang diambil, sehingga bisa menawarkan untuk penggunaan lensa yang lebih optimal, misal saat mengambil foto sunset, disarankan menggunakan lensa ultra-wide.

Foto malam hari juga sekarang banyak mendapat perhatian, terutama setelah banyak vendor smartphone beradu kemampuan AI, untuk mengubah foto yang gelap menjadi lebih terang daripada yang dilihat mata kita.

Mode Foto Lowlight, Bright Night

Foto malam hari yang “terang benderang” ini memang melahirkan pro dan kontra, di satu sisi AI yang pintar sering berlebihan mewarnai “malam”, misalnya daun yang hitam dihijaukan, lampu yang kuning diputihkan, dll, sehingga terkadang suasana malam menjadi bukan suasana malam yang biasa kita lihat, dan ini disukai oleh kebanyakan pengguna awam.

Disatu sisi lagi banyak yang berpendapat, biarlah foto malam itu sebatas seperti mata kita melihat, ada sisi yang memang tidak terlihat karena gelap, biarkan demikian, natural apa adanya.

Galaxy S10 series memiliki mode malam hari yang dinamakan bright night. Mode ini akan otomatis jalan dengan lambang bulan saat scene AI mengenali kita akan mangambil foto dalam gelap. Dengan kondisi foto malam hari yang banyak lampu, foto biasanya langsung diambil dalam sekali tekanan rana. Tetapi dalam kondisi lebih gelap, proses foto akan lebih sedikit lebih lama karena beberapa foto diambil sekaligus untuk kemudian di fusion menjadi satu foto.

Sebanyak 7 frame foto akan diambil dan dipadukan jika mod bright night ini aktif dan smartphone dipegang oleh tangan. Saat smartphone diletakkan pada tripod, ada 13 frame gambar dipadukan untuk menghasilkan foto malam hari yang lebih terang, lebih detail dan minim noise.

Untuk kemampuan video, Galaxy S10 series menjadi smartphone pertama yang bisa mengambil video dengan format HDR10+. Dengan kemampuan ini, setiap scene bisa memiliki tone mapping yang berbeda dalam setiap scene dan kaya warna. HDR10+ ini akan bisa mengatasi tampilan kontras langit siang hari yang biasanya sering terekam sebagai warna putih di video, sehingga bisa sesuai seperti apa yang dilihat mata kita.

Baik kamera depan dan kamera belakang bisa mengambil video dengan resolusi 4K. Yang berbeda kali ini tidak ada pembatasan berapa menit video dalam resolusi 4K ini bisa diambil. Sebelumnya rata-rata smartphone dibatasi maksimum 10 menit saat merekam video 4K, kemudian baru bisa dilanjutkan lagi untuk menghindari panas berlebih.

Kali ini selama smartphone tidak panas berlebih dan storage masih cukup, video 4K bisa terus direkam. Dengan kapasitas 1TB, bisa direkam 2600 menit atau 43 jam video 4K.

Samsung Galaxy S10 series juga memperkenalkan fitur super steady video, fitur ini mungkin dibenci para pembuat gimbal. Saat diaktifkan video yang dihasilkan kestabilannya setara dengan action cam seperti GoPro, bahkan ketika dipakai sambil berlari. Saat ini fitur super steady hanya bisa digunakan merekam di resolusi full HD atau 1080p. Kestabilan ini didapat dari algoritma hybrid antara EIS dan OIS.

Super Steady VIdeo, Sumber Youtube Booredatwork

Untuk fitur super slo-mo, atau slow motion 960 FPS, saat pertama diperkenalkan hanya dapat merekam 0.2 detik yang kemudian menjadi playback video 6 detik dengan kecepatan sangat lambat.

Kemampuan ini kemudian diperbaharui menjadi 0.4 detik, dan di Galaxy S10 series dilipatgandakan menjadi 0.8 detik, yang bisa menjadi playback slow motion video selama 28 detik.

Untuk kamera Selfie, Galaxy S10+ memiliki 2 lensa kamera, 10 MP dan 8MP yang bisa memperlihatkan efek bokeh secara langsung. Untuk Galaxy S10 dan S10e hanya memiliki single camera selfie dengan besar 10 MP, tetapi tetap memiliki fitur bokeh yang lebih bermain dari algoritma software.

Saat artikel ini ditulis, perpaduan 3 kamera belakang dan 2 kamera depan Galaxy S10+ mendapat benchmark sebagai kamera terbaik dari DxOmark untuk kinerja kamera belakang sekaligus kamera selfie.

Performa

Seperti Galaxy S series sebelumnya, Samsung senantiasa menyertakan 2 macam SoC atau Prosesor pada device yang sama.

Kali ini Snapdragon 855 untuk Galaxy S10 series pasar Amerika dan China, dan in-house SoC Exynos 9820 untuk negara lain.

Indonesia akan kebagian Exynos 9820. Bagian lebih detail bagaimana performanya akan saya bahas lebih dalam pada review uninya secara lebih mendalam, sementara itu saya sempat membuat artikel tentang Exynos 9820 yang kiranya bisa memberi insight tentang kemampuannya diantara pesaingnya di sini: Exynos 9820 Baguskah?

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.